Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, pada Jumat (18/10), menyatakan bahwa ada beberapa komoditas yang paling ruwet persoalannya, seperti beras, gula dan daging. "Tetapi intinya memang di pertanian," katanya.
Selama lima tahun kepemimpinan Jokowi-JK pada 2014-2019, janji untuk mewujudkan swasembada pangan memang belum terealisasi. Selama periode itu pula, tidak dipungkiri pemerintah meninggalkan catatan impor untuk sejumlah komoditas pangan, seperti beras, jagung dan daging.
Dalam menyikapi kondisi tersebut, Kementerian Pertanian berupaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan menuju kemandirian pangan, mulai dari perbaikan infrastruktur pendukung seperti jaringan irigasi, penambahan luas area tanam melalui lahan rawa, hingga modernisasi pertanian.
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian mencatat dalam kurun waktu 2015-2019 telah membangun jaringan irigasi yang dapat mengairi lahan sawah seluas 3,129 juta hektare.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Sarwo Edhy mengatakan, pengembangan jaringan irigasi tersier ini telah meningkatkan indeks pertanaman (IP) sebesar 0,5 sehingga berdampak pada peningkatan produksi sebanyak 8,21 juta ton.
"Kami sudah memperhitungkan bahwa jaringan irigasi kita ini hampir 40 persen sudah rusak selama 50 tahun, sehingga kami melakukan perbaikan dengan standar-standar yang diikuti sesuai Kementerian PUPR agar jaringan irigasi bisa kuat," kata Sarwo Edhy .
Ia menyebutkan bahwa irigasi telah mampu mempertahankan produksi padi sebanyak 16,36 juta ton. Total produksi padi selama 5 tahun pada area yang terdampak rehabilitasi irigasi mencapai 24,37 juta ton.
Selain jaringan irigasi, irigasi perpompaan juga telah ditingkatkan selama 3 tahun terakhir (2016-2019). Total irigasi perpompaan sebanyak 2.358 unit dengan estimasi luas layanan per unit seluas 20 hektare (ha). Maka, luas areal yang dapat diairi saat musim kemarau seluas 47.160 ha.
Irigasi perpompaan juga mendukung komoditas hortikultura dan perkebunan mencapai 4.290 ha luas lahan yang dapat diairi saat musim kemarau. Sementara itu untuk komoditas peternakan, irigasi dapat melayani 3.220 ekor ternak yang terjamin ketersediaan air minum dan sanitasi kandang.
Dalam kegiatan irigasi, Kementan juga membangun embung sebanyak 2.692 unit yang mampu memberikan dampak pertanaman seluas 73.850 ha.Bila dapat memberikan dampak kenaikan IP 0,5, akan terjadi penambahan luas tanam sekitar 36.930 ha dan penambahan produksi 384.020 ton.
Pemanfaatan lahan rawa
Dalam meningkatkan luas tambah tanam, Kementerian Pertanian juga melakukan terobosan optimalisasi lahan rawa sebagai lahan pertanian. Program ini diberi nama Serasi (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani) ini yang diluncurkan dalam rangka peringatan Hari Pangan Nasional (HPS) pada Oktober 2018.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbang) Kementan mencatat areal lahan rawa di Indonesia sekitar 33,70 juta hektare yang tersebar di 18 provinsi dan sekitar 300 kabupaten/kota, terdiri dari lahan rawa lebak dan pasang surut.
Namun, realisasi program Serasi baru mencapai sekitar 30.000 hektare per Mei 2019. Realisasi ini memang masih kecil jika dibandingkan target pemerintah yang ingin mengubah lahan rawa menjadi lahan pertanian seluas 500.000 hektare.
Hal itu karena program ini baru efektif dijalankan sekitar pertengahan Maret 2019 karena proses sosialisasi dan penempatan calon petani dan calon lokasi (CPCL) yang memakan waktu.
Tahun ini, program Serasi ditargetkan terlaksana di Sumatra Selatan seluas 220.000 ha, Kalimantan Selatan 153.363 ha dan Sulawesi Selatan seluas 33.505 ha.
Ada pun produktivitas lahan rawa saat ini hanya sekitar 2,6-3,9 ton/ha dengan indeks pertanaman (IP) hanya 0.66. Padahal potensi hasilnya mencapai 4,0-7,0 ton/hektar. Bahkan dengan penerapan teknologi, dapat ditingkatkan hasilnya bisa mencapai 8.0 ton/hektar dengan IP 1,50-2,25.
Keberadaan dan peran lahan rawa dibandingkan dinilai sebagai lumbung pangan atau stok penyangga yang sangat strategis. Lahan rawa diharapkan dapat menekan defisit beras secara nasional, yang biasanya terjadi pada bulan September hingga November, dan pasokan produksi beras dari lahan rawa mengalami puncaknya terutama pada bulan Agustus-Oktober.
Selain itu, kelebihan lahan rawa mempunyai kelenturan terhadap perubahan iklim, terutama kekeringan, dan ada kecenderungan bahwa lahan rawa, terutama lebak sangat potensial pada saat kemarau panjang akibat El Nino.
Modernisasi pertanian
Bagi Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, upaya mewujudkan swasembada pangan juga harus didukung lewat alat dan mesin pertanian yang modern.
Sejak awal pemerintahan Jokowi-JK, Kementan telah membangun infastruktur dan meningkatkan mekanisasi alat mesin dan pertanian (alsintan).
Menteri Amran menyebutkan bahwa mekanisasi pertanian di Indonesia terus meningkat sejak lima tahun terakhir. Ia mengatakan, ke depan mekanisasi pertanian akan terus didorong untuk meningkatkan efisiensi usaha tani serta meningkatkan gairah anak muda untuk terjun ke sektor pertanian.
Berdasakan data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), level mekanisasi pertanian Indonesia hanya sebesar 0,04 horsepower (HP) per hektare pada 2013. Namun pada tahun 2019, level mekanisasi tersebut meningkat signifikan di angka 2,15 HP.
Semakin tinggi horsepower, makan semakin tinggi pula keterlibatan kerja sebuah mesin dalam kegiatan produksi, dalam hal ini sektor pertanian.
"Kini kita sudah setara dengan Thailand dan Vietnam, sebentar lagi kalau terus didorong, kita bisa mengejar negara-negara maju seperti Brazil dan Jepang. Tanpa teknologi, tidak mungkin kita bersaing dengan negara lain
Berdasarkan catatan Kementan, pada periode 2015-2018, pemberian alsintan dengan beragam jenis telah dibagikan kepada petani dengan masing-masing berjumlah 157.493 unit pada 2015, 110.487 unit pada 2016, 321 ribu unit pada 2017 dan 80 ribu unit pada 2018.
Mekanisasi alsintan tidak hanya membuat petani lebih efisien, tetapi juga terbukti menghemat biaya produksi. Contohnya, pengolahan tanah dengan cangkul membutuhkan tenaga kerja sebanyak 30-40 orang per hari dengan lama kerja 240-400 jam per hektar, dengan biaya mencapai Rp2 juta--Rp2,5 juta.
Namun, dengan mekanisasi menggunakan traktor, tenaga yang dibutuhkan hanya dua orang dengan waktu kerja 16 jam per hektar, dengan biaya hanya Rp900.000 hingga Rp1 juta.
Mentan menilai pemberian alsintan dapat mengubah pola pikir calon petani muda bahwa bisnis pertanian dapat dilakukan secara modern. Dengan begitu, generasi milenial tidak lagi malu atau terbebani saat terjun langsung menggarap lahan pertanian. Dengan begitu, regenerasi petani juga dapat terwujud.
Capaian strategis pertanian
Meski selama pemerintahan Jokowi-JK banyak kebijakan diambil yang tidak memuaskan seluruh pihak, contohnya impor demi menyiagakan pasokan pangan, upaya ini ternyata membuahkan stabilitas harga.
Dalam empat tahun terakhir, laju inflasi selama periode pemerintahan Jokowi-JK rata-rata sebesar 3,0-3,5 persen. Khusus pada inflasi bahan pangan, Kementan mencatat inflasi pada 2018 sebesar 3,31 persen atau turun 67,73 persen dari inflasi 2014 sebesar 10,57 persen.
"Belum pernah republik kita menikmati stabilitas ini dalam lima tahun. Itu jangan anggap remeh," kata Darmin.
Kebutuhan ruminansia atau daging sapi juga memang masih harus dipenuhi dari pasokan daging dari India dan Brazil. Namun demikian, populasi sapi tercatat meningkat sekitar 20,95 persen dari 14,8 juta ekor pada 2014, menjadi 17,9 juta ekor.
Peningkatan populasi sapi ini didukung oleh Program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) ditargetkan sebesar 3,8 juta ekor pada 2019.
Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian pada 2018 tercatat Rp1.005,4 triliun atau meningkat 18,59 persen dibanding tahun 2013-2014 sebesar Rp847,8 triliun. PDB pertanian ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-lima setelah China, India, AS dan Brazil.
Dalam mendorong investasi di sektor pertanian, Kementan menerapkan pelayanan terpadu satu pintu atau online single submission (OSS) dan memangkas sejumlah peraturan yang menjadi hambatan investor.
Hasilnya, investasi pertanian meningkat 110 persen dari Rp29,3 triliun pada 2013 menjadi Rp61,6 triliun pada 2018.
Sebelumnya, Mentan Amran Sulaiman berharap ada tiga program di Kementerian Pertanian untuk tetap dilanjutkan oleh pejabat menteri pada periode berikutnya 2019-2024.
Ketiga program utama tersebut meliputi optimalisasi pengembangan lahan rawa dan lebak, optimalisasi lahan tadah hujan yang didukung dengan sistem irigasi dan penggunaan minyak kelapa sawit (CPO) sebagai bahan bakar campuran solar sebanyak 30 persen dalam program mandatori B30.
"Siapa pun penerusnya, tolong lanjutkan ini program lahan rawa karena ini strategi agar masa depan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia dapat tercapai," kata Menteri Amran
Selama lima tahun kepemimpinan Jokowi-JK pada 2014-2019, janji untuk mewujudkan swasembada pangan memang belum terealisasi. Selama periode itu pula, tidak dipungkiri pemerintah meninggalkan catatan impor untuk sejumlah komoditas pangan, seperti beras, jagung dan daging.
Dalam menyikapi kondisi tersebut, Kementerian Pertanian berupaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan menuju kemandirian pangan, mulai dari perbaikan infrastruktur pendukung seperti jaringan irigasi, penambahan luas area tanam melalui lahan rawa, hingga modernisasi pertanian.
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian mencatat dalam kurun waktu 2015-2019 telah membangun jaringan irigasi yang dapat mengairi lahan sawah seluas 3,129 juta hektare.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Sarwo Edhy mengatakan, pengembangan jaringan irigasi tersier ini telah meningkatkan indeks pertanaman (IP) sebesar 0,5 sehingga berdampak pada peningkatan produksi sebanyak 8,21 juta ton.
"Kami sudah memperhitungkan bahwa jaringan irigasi kita ini hampir 40 persen sudah rusak selama 50 tahun, sehingga kami melakukan perbaikan dengan standar-standar yang diikuti sesuai Kementerian PUPR agar jaringan irigasi bisa kuat," kata Sarwo Edhy .
Ia menyebutkan bahwa irigasi telah mampu mempertahankan produksi padi sebanyak 16,36 juta ton. Total produksi padi selama 5 tahun pada area yang terdampak rehabilitasi irigasi mencapai 24,37 juta ton.
Selain jaringan irigasi, irigasi perpompaan juga telah ditingkatkan selama 3 tahun terakhir (2016-2019). Total irigasi perpompaan sebanyak 2.358 unit dengan estimasi luas layanan per unit seluas 20 hektare (ha). Maka, luas areal yang dapat diairi saat musim kemarau seluas 47.160 ha.
Irigasi perpompaan juga mendukung komoditas hortikultura dan perkebunan mencapai 4.290 ha luas lahan yang dapat diairi saat musim kemarau. Sementara itu untuk komoditas peternakan, irigasi dapat melayani 3.220 ekor ternak yang terjamin ketersediaan air minum dan sanitasi kandang.
Dalam kegiatan irigasi, Kementan juga membangun embung sebanyak 2.692 unit yang mampu memberikan dampak pertanaman seluas 73.850 ha.Bila dapat memberikan dampak kenaikan IP 0,5, akan terjadi penambahan luas tanam sekitar 36.930 ha dan penambahan produksi 384.020 ton.
Pemanfaatan lahan rawa
Dalam meningkatkan luas tambah tanam, Kementerian Pertanian juga melakukan terobosan optimalisasi lahan rawa sebagai lahan pertanian. Program ini diberi nama Serasi (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani) ini yang diluncurkan dalam rangka peringatan Hari Pangan Nasional (HPS) pada Oktober 2018.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbang) Kementan mencatat areal lahan rawa di Indonesia sekitar 33,70 juta hektare yang tersebar di 18 provinsi dan sekitar 300 kabupaten/kota, terdiri dari lahan rawa lebak dan pasang surut.
Namun, realisasi program Serasi baru mencapai sekitar 30.000 hektare per Mei 2019. Realisasi ini memang masih kecil jika dibandingkan target pemerintah yang ingin mengubah lahan rawa menjadi lahan pertanian seluas 500.000 hektare.
Hal itu karena program ini baru efektif dijalankan sekitar pertengahan Maret 2019 karena proses sosialisasi dan penempatan calon petani dan calon lokasi (CPCL) yang memakan waktu.
Tahun ini, program Serasi ditargetkan terlaksana di Sumatra Selatan seluas 220.000 ha, Kalimantan Selatan 153.363 ha dan Sulawesi Selatan seluas 33.505 ha.
Ada pun produktivitas lahan rawa saat ini hanya sekitar 2,6-3,9 ton/ha dengan indeks pertanaman (IP) hanya 0.66. Padahal potensi hasilnya mencapai 4,0-7,0 ton/hektar. Bahkan dengan penerapan teknologi, dapat ditingkatkan hasilnya bisa mencapai 8.0 ton/hektar dengan IP 1,50-2,25.
Keberadaan dan peran lahan rawa dibandingkan dinilai sebagai lumbung pangan atau stok penyangga yang sangat strategis. Lahan rawa diharapkan dapat menekan defisit beras secara nasional, yang biasanya terjadi pada bulan September hingga November, dan pasokan produksi beras dari lahan rawa mengalami puncaknya terutama pada bulan Agustus-Oktober.
Selain itu, kelebihan lahan rawa mempunyai kelenturan terhadap perubahan iklim, terutama kekeringan, dan ada kecenderungan bahwa lahan rawa, terutama lebak sangat potensial pada saat kemarau panjang akibat El Nino.
Modernisasi pertanian
Bagi Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, upaya mewujudkan swasembada pangan juga harus didukung lewat alat dan mesin pertanian yang modern.
Sejak awal pemerintahan Jokowi-JK, Kementan telah membangun infastruktur dan meningkatkan mekanisasi alat mesin dan pertanian (alsintan).
Menteri Amran menyebutkan bahwa mekanisasi pertanian di Indonesia terus meningkat sejak lima tahun terakhir. Ia mengatakan, ke depan mekanisasi pertanian akan terus didorong untuk meningkatkan efisiensi usaha tani serta meningkatkan gairah anak muda untuk terjun ke sektor pertanian.
Berdasakan data Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), level mekanisasi pertanian Indonesia hanya sebesar 0,04 horsepower (HP) per hektare pada 2013. Namun pada tahun 2019, level mekanisasi tersebut meningkat signifikan di angka 2,15 HP.
Semakin tinggi horsepower, makan semakin tinggi pula keterlibatan kerja sebuah mesin dalam kegiatan produksi, dalam hal ini sektor pertanian.
"Kini kita sudah setara dengan Thailand dan Vietnam, sebentar lagi kalau terus didorong, kita bisa mengejar negara-negara maju seperti Brazil dan Jepang. Tanpa teknologi, tidak mungkin kita bersaing dengan negara lain
Berdasarkan catatan Kementan, pada periode 2015-2018, pemberian alsintan dengan beragam jenis telah dibagikan kepada petani dengan masing-masing berjumlah 157.493 unit pada 2015, 110.487 unit pada 2016, 321 ribu unit pada 2017 dan 80 ribu unit pada 2018.
Mekanisasi alsintan tidak hanya membuat petani lebih efisien, tetapi juga terbukti menghemat biaya produksi. Contohnya, pengolahan tanah dengan cangkul membutuhkan tenaga kerja sebanyak 30-40 orang per hari dengan lama kerja 240-400 jam per hektar, dengan biaya mencapai Rp2 juta--Rp2,5 juta.
Namun, dengan mekanisasi menggunakan traktor, tenaga yang dibutuhkan hanya dua orang dengan waktu kerja 16 jam per hektar, dengan biaya hanya Rp900.000 hingga Rp1 juta.
Mentan menilai pemberian alsintan dapat mengubah pola pikir calon petani muda bahwa bisnis pertanian dapat dilakukan secara modern. Dengan begitu, generasi milenial tidak lagi malu atau terbebani saat terjun langsung menggarap lahan pertanian. Dengan begitu, regenerasi petani juga dapat terwujud.
Capaian strategis pertanian
Meski selama pemerintahan Jokowi-JK banyak kebijakan diambil yang tidak memuaskan seluruh pihak, contohnya impor demi menyiagakan pasokan pangan, upaya ini ternyata membuahkan stabilitas harga.
Dalam empat tahun terakhir, laju inflasi selama periode pemerintahan Jokowi-JK rata-rata sebesar 3,0-3,5 persen. Khusus pada inflasi bahan pangan, Kementan mencatat inflasi pada 2018 sebesar 3,31 persen atau turun 67,73 persen dari inflasi 2014 sebesar 10,57 persen.
"Belum pernah republik kita menikmati stabilitas ini dalam lima tahun. Itu jangan anggap remeh," kata Darmin.
Kebutuhan ruminansia atau daging sapi juga memang masih harus dipenuhi dari pasokan daging dari India dan Brazil. Namun demikian, populasi sapi tercatat meningkat sekitar 20,95 persen dari 14,8 juta ekor pada 2014, menjadi 17,9 juta ekor.
Peningkatan populasi sapi ini didukung oleh Program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) ditargetkan sebesar 3,8 juta ekor pada 2019.
Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian pada 2018 tercatat Rp1.005,4 triliun atau meningkat 18,59 persen dibanding tahun 2013-2014 sebesar Rp847,8 triliun. PDB pertanian ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-lima setelah China, India, AS dan Brazil.
Dalam mendorong investasi di sektor pertanian, Kementan menerapkan pelayanan terpadu satu pintu atau online single submission (OSS) dan memangkas sejumlah peraturan yang menjadi hambatan investor.
Hasilnya, investasi pertanian meningkat 110 persen dari Rp29,3 triliun pada 2013 menjadi Rp61,6 triliun pada 2018.
Sebelumnya, Mentan Amran Sulaiman berharap ada tiga program di Kementerian Pertanian untuk tetap dilanjutkan oleh pejabat menteri pada periode berikutnya 2019-2024.
Ketiga program utama tersebut meliputi optimalisasi pengembangan lahan rawa dan lebak, optimalisasi lahan tadah hujan yang didukung dengan sistem irigasi dan penggunaan minyak kelapa sawit (CPO) sebagai bahan bakar campuran solar sebanyak 30 persen dalam program mandatori B30.
"Siapa pun penerusnya, tolong lanjutkan ini program lahan rawa karena ini strategi agar masa depan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia dapat tercapai," kata Menteri Amran