Jakarta (ANTARA) - Pada Kamis (21/11), Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan nama-nama staf khusus dari kelompok usia milenial.
Dari tujuh nama tersebut, salah satunya cukup menjadi sorotan publik. Dia adalah Angkie Yudistia, perempuan kelahiran 5 Mei 1987 diminta Presiden sebagai staf khusus sekaligus juru bicara bidang sosial meskipun berkebutuhan khusus dari segi pendengaran.
Pada awalnya, Angkie terlahir dalam kondisi sehat sebagaimana anak normal lainnya. Namun, pada usia 10 tahun ia mengalami sakit yang berimbas pada gangguan pendengaran sehingga harus menggunakan alat bantu dengar hingga kini.
Sejak berkebutuhan khusus tersebut, Angkie kecil kerap mendapatkan perlakuan tidak baik dari lingkungan sekitar serta teman-temannya. Ia bahkan sudah terbiasa dan kerap kali menerima perundungan dan ejekan dalam kehidupan sehari-hari.
Hebatnya, hal itu tidak membuat Angkie patah arang, justru menjadi suatu cambukan semangat untuk terus mencapai cita-citanya. Salah satunya, melalui dunia pendidikan di mana perempuan pendiri Thisable Enterprise itu menamatkan studinya di London School of Public Relation.
Walaupun telah memiliki titel strata-2, hal itu ternyata belum cukup untuk menjawab segala ekspektasi Angkie untuk diterima bekerja di perusahaan. Ia kerap menerima berbagai penolakan disebabkan dirinya berkebutuhan khusus tersebut.
"Mungkin orang beranggapan lulus S2 dapat pekerjaannya gampang, tapi dengan lulus S2 dan berkebutuhan khusus itu sangat sulit," kata dia saat diwawancarai ANTARA di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, Jumat (22/11) malam.
Penolakan itu dilandasi oleh ketakutan perusahaan menerima orang yang berkebutuhan khusus. Apalagi, pada saat itu peraturan perundang-undangan di Indonesia belum begitu mendukung dalam penerimaan tenaga kerja dari kalangan mereka yang berkebutuhan khusus.
"Aku bingung mau ke mana, aku bingung mau ngapain. Aku sudah sekolah tinggi-tinggi ternyata sesulit itu mendapatkan pekerjaan," kata dia dengan mata berkaca-kaca.
Perbincangan terus berlanjut hingga ibu dua anak itu mengeluarkan dan memperlihatkan alat bantu dengar yang sehari-hari berada di balik hijabnya. Tanpa basa-basi, Angkie menjelaskan keluh kesahnya menggunakan alat bantu dengar tersebut.
Sempat bekerja di salah satu perusahaan, ia berusaha maksimal dan total memberikan kontribusi bagi korporasi. Hal itu termasuk mempelajari sistem, manajemen, standar operasional prosedur, dan sebagainya.
Sayangnya, saat ia mencoba masuk langsung ke komunitas sekitar, ia malah menemui adanya gap yang begitu jauh antara perusahaan dan komunitas. Hal itu tentu cukup bertolak belakang dengan keadaan Angkie. Dari kondisi itu, penulis buku berjudul Perempuan Tunarungu Menembus Batas itu mencoba untuk memahami kebutuhan disabilitas yang terbatas.
Membangun SDM
Setelah resmi ditunjuk oleh Presiden Jokowi, Angkie mengemban tugas berat. Salah satunya membantu pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul sebagaimana yang digaungkan oleh pemerintah.
Hal utama yang akan ia kerjakan adalah meningkatkan kemampuan para penyandang disabilitas sehingga bisa berdaya saing di berbagai sektor pekerjaan.
Dalam waktu dekat, ia mulai fokus pada peningkatan kemampuan lulusan sekolah luar biasa agar siap memasuki dunia kerja sehingga tidak ada lagi penyandang disabilitas yang tidak mendapatkan pekerjaan di Tanah Air.
"Kita tidak akan mengubah sistem yang ada di sebuah perusahaan tetapi kita membuat teman-teman disabilitas mengikuti sistem tersebut," katanya.
Staf khusus sekaligus juru bicara Presiden bidang sosial Angkie Yudistia ditemui di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten, Jumat (23/11/2019). (ANTARA/ (Muhammad Zulfikar)
Ia optimistis para kelompok disabilitas mampu bekerja secara efektif dan maksimal layaknya pekerja normal.
Apalagi, sebagai pendiri Thisable Enterprise, Angkie cukup sukses membantu kelompok disabilitas di Tanah Air untuk bekerja di berbagai sektor.
Hal tersebut merupakan modal yang cukup besar bagi dirinya dalam membantu Presiden untuk menggenjot terwujudnya sumber daya manusia unggul dan produktif dalam berbagai aspek, tanpa alasan apapun.
Sebelum diminta menjadi staf khusus sekaligus juru bicara Presiden bidang sosial, Angkie mengaku sama sekali tidak pernah membayangkan posisinya seperti saat ini. Proses tersebut dimulai saat ia dihubungi oleh Diaz Hendropriyono untuk bertatap muka langsung dengan Presiden Jokowi.
Awalnya, ia mengira pertemuan tersebut hanya merupakan audiensi biasa. Dalam diskusi yang terjadi sekitar dua bulan lalu itu, Presiden menanyakan hal-hal apa saja yang dilakukan oleh Angkie Yudistia beserta harapan-harapannya.
"Pertanyaannya singkat saja, kita tidak ketemu lama-lama," ujar dia.
Malahan dalam benaknya, pertemuan singkat itu ialah momentum pemerintah dalam mengapresiasi pekerjaan yang digelutinya di sektor pembangunan sumber daya manusia.
Namun siapa sangka dua minggu lalu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menghubungi dan menanyakan kesiapan Angkie untuk menjadi staf khusus Presiden.
"Pak Pratikno telepon saya, terus saya bilang Bapak kayaknya kita harus ketemu dulu karena kalau pun lewat telepon saya kurang begitu dengar," ujarnya sambil tertawa.
Setelah bertemu, Pratikno langsung memberikan penjelasan apa saja tugas dari staf khusus Presiden.
Secara khusus, Angkie memiliki alasan sebelum menerima tawaran tersebut. Baginya, panggilan itu merupakan kesempatan untuk mengabdi lebih jauh kepada kepentingan negara.
Di tambah lagi, secara pribadi ia sudah melalui masa-masa sulit sebagai penyandang disabilitas baik secara mental maupun lingkungan.
"Apa yang bisa membuat kita melakukan perubahan adalah dengan terjun langsung mendengarkan dari kebutuhan masyarakat sehingga bisa menentukan program yang disusun," kata dia.
Oleh sebab itu, dengan adanya permintaan Presiden tersebut, Angkie optimistis bisa lebih jauh menyentuh dan menjangkau masyarakat berkebutuhan khusus.
Dari tujuh nama tersebut, salah satunya cukup menjadi sorotan publik. Dia adalah Angkie Yudistia, perempuan kelahiran 5 Mei 1987 diminta Presiden sebagai staf khusus sekaligus juru bicara bidang sosial meskipun berkebutuhan khusus dari segi pendengaran.
Pada awalnya, Angkie terlahir dalam kondisi sehat sebagaimana anak normal lainnya. Namun, pada usia 10 tahun ia mengalami sakit yang berimbas pada gangguan pendengaran sehingga harus menggunakan alat bantu dengar hingga kini.
Sejak berkebutuhan khusus tersebut, Angkie kecil kerap mendapatkan perlakuan tidak baik dari lingkungan sekitar serta teman-temannya. Ia bahkan sudah terbiasa dan kerap kali menerima perundungan dan ejekan dalam kehidupan sehari-hari.
Hebatnya, hal itu tidak membuat Angkie patah arang, justru menjadi suatu cambukan semangat untuk terus mencapai cita-citanya. Salah satunya, melalui dunia pendidikan di mana perempuan pendiri Thisable Enterprise itu menamatkan studinya di London School of Public Relation.
Walaupun telah memiliki titel strata-2, hal itu ternyata belum cukup untuk menjawab segala ekspektasi Angkie untuk diterima bekerja di perusahaan. Ia kerap menerima berbagai penolakan disebabkan dirinya berkebutuhan khusus tersebut.
"Mungkin orang beranggapan lulus S2 dapat pekerjaannya gampang, tapi dengan lulus S2 dan berkebutuhan khusus itu sangat sulit," kata dia saat diwawancarai ANTARA di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, Jumat (22/11) malam.
Penolakan itu dilandasi oleh ketakutan perusahaan menerima orang yang berkebutuhan khusus. Apalagi, pada saat itu peraturan perundang-undangan di Indonesia belum begitu mendukung dalam penerimaan tenaga kerja dari kalangan mereka yang berkebutuhan khusus.
"Aku bingung mau ke mana, aku bingung mau ngapain. Aku sudah sekolah tinggi-tinggi ternyata sesulit itu mendapatkan pekerjaan," kata dia dengan mata berkaca-kaca.
Perbincangan terus berlanjut hingga ibu dua anak itu mengeluarkan dan memperlihatkan alat bantu dengar yang sehari-hari berada di balik hijabnya. Tanpa basa-basi, Angkie menjelaskan keluh kesahnya menggunakan alat bantu dengar tersebut.
Sempat bekerja di salah satu perusahaan, ia berusaha maksimal dan total memberikan kontribusi bagi korporasi. Hal itu termasuk mempelajari sistem, manajemen, standar operasional prosedur, dan sebagainya.
Sayangnya, saat ia mencoba masuk langsung ke komunitas sekitar, ia malah menemui adanya gap yang begitu jauh antara perusahaan dan komunitas. Hal itu tentu cukup bertolak belakang dengan keadaan Angkie. Dari kondisi itu, penulis buku berjudul Perempuan Tunarungu Menembus Batas itu mencoba untuk memahami kebutuhan disabilitas yang terbatas.
Membangun SDM
Setelah resmi ditunjuk oleh Presiden Jokowi, Angkie mengemban tugas berat. Salah satunya membantu pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul sebagaimana yang digaungkan oleh pemerintah.
Hal utama yang akan ia kerjakan adalah meningkatkan kemampuan para penyandang disabilitas sehingga bisa berdaya saing di berbagai sektor pekerjaan.
Dalam waktu dekat, ia mulai fokus pada peningkatan kemampuan lulusan sekolah luar biasa agar siap memasuki dunia kerja sehingga tidak ada lagi penyandang disabilitas yang tidak mendapatkan pekerjaan di Tanah Air.
"Kita tidak akan mengubah sistem yang ada di sebuah perusahaan tetapi kita membuat teman-teman disabilitas mengikuti sistem tersebut," katanya.
Ia optimistis para kelompok disabilitas mampu bekerja secara efektif dan maksimal layaknya pekerja normal.
Apalagi, sebagai pendiri Thisable Enterprise, Angkie cukup sukses membantu kelompok disabilitas di Tanah Air untuk bekerja di berbagai sektor.
Hal tersebut merupakan modal yang cukup besar bagi dirinya dalam membantu Presiden untuk menggenjot terwujudnya sumber daya manusia unggul dan produktif dalam berbagai aspek, tanpa alasan apapun.
Sebelum diminta menjadi staf khusus sekaligus juru bicara Presiden bidang sosial, Angkie mengaku sama sekali tidak pernah membayangkan posisinya seperti saat ini. Proses tersebut dimulai saat ia dihubungi oleh Diaz Hendropriyono untuk bertatap muka langsung dengan Presiden Jokowi.
Awalnya, ia mengira pertemuan tersebut hanya merupakan audiensi biasa. Dalam diskusi yang terjadi sekitar dua bulan lalu itu, Presiden menanyakan hal-hal apa saja yang dilakukan oleh Angkie Yudistia beserta harapan-harapannya.
"Pertanyaannya singkat saja, kita tidak ketemu lama-lama," ujar dia.
Malahan dalam benaknya, pertemuan singkat itu ialah momentum pemerintah dalam mengapresiasi pekerjaan yang digelutinya di sektor pembangunan sumber daya manusia.
Namun siapa sangka dua minggu lalu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menghubungi dan menanyakan kesiapan Angkie untuk menjadi staf khusus Presiden.
"Pak Pratikno telepon saya, terus saya bilang Bapak kayaknya kita harus ketemu dulu karena kalau pun lewat telepon saya kurang begitu dengar," ujarnya sambil tertawa.
Setelah bertemu, Pratikno langsung memberikan penjelasan apa saja tugas dari staf khusus Presiden.
Secara khusus, Angkie memiliki alasan sebelum menerima tawaran tersebut. Baginya, panggilan itu merupakan kesempatan untuk mengabdi lebih jauh kepada kepentingan negara.
Di tambah lagi, secara pribadi ia sudah melalui masa-masa sulit sebagai penyandang disabilitas baik secara mental maupun lingkungan.
"Apa yang bisa membuat kita melakukan perubahan adalah dengan terjun langsung mendengarkan dari kebutuhan masyarakat sehingga bisa menentukan program yang disusun," kata dia.
Oleh sebab itu, dengan adanya permintaan Presiden tersebut, Angkie optimistis bisa lebih jauh menyentuh dan menjangkau masyarakat berkebutuhan khusus.