Makassar (ANTARA) - Legislator DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) Sri Rahmi mengatakan, Perda Kawasan Tanpa Rokok yang diberlakukan lima tahun terakhir, berjalan di tempat.

"Perda ini sudah diterbitkan lima tahun lalu, tapi kurang punya dampak, sebab sosialisasinya masih minim, sehingga pelaksanaannya jalan di tempat," ujar Rahmi di Makasar, Senin.

Berkaitan dengan hal itu, anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dihadapan lebih seratusan warga Kelurahan Banta-bantaeng, Kecamatan Rappocini, Makassar, mengajak semua pihak berpartisipasi membantu menyosialisasikan Perda tersebut.

Menurut Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Provinsi Sulawesi Selatan ini, sosialisasi menjadi penting, supaya penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) efektif. Ia menilai tidak fair, jika menuntut pelaksanaan Perda sementara sosialisasi tidak dilakukan.

Hal ini menjadi salah satu alasan pelaksanaan kegiatan Penyebarluasan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 01 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Kegiatan yang berlangsung di Jalan Bonto Lanra Lorong 2 ini menghadirkan legislator DPR RI Devi Shanty Erawati dan pemerhati anak, Rusdin Tompo sebagai narasumber.

Devi Shanty Erawati mengapresiasi pelaksanaan program sosialisasi ini mengingat jumlah perokok di Indonesia terbilang banyak. Mantan anggota DPRD0 Provinsi Sulsel ini mengutip sejumlah data yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan perokok aktif nomor tiga tertinggi di dunia setelah China dan India.

Sementara di wilayah ASEAN, Indonesia tercatat sebagai yang tertinggi dengan jumlah perokok aktif sebanyak 65,19 juta atau setara 34 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Berkaitan dengan hal itu, Rusdin mengatakan, butuh dukungan semua pihak wujudkan KTR. Apalagi profil usia perokok belia semakin banyak. Apalagi berdasarkan survei diketahui anak mulai merokok pada usia 9 hingga 14 tahun sudah hampir 20 persen.

Pelaksanaan KTR, menurut dia akan mendukung program Kota Layak Anak (KLA), Sekolah Ramah Anak (SRA), Lorong Sehat, Kota Sehat dan program-program yang bertujuan memberikan perlindungan bagi anak-anak sebagai kelompok rentan.

"Sesuai prinsip keterpaduan dan perlindungan hukum maka KTR ini terintegrasi dengan upaya perlindungan anak, termasuk program Jagai Anakta'," lanjutnya.

Rusdin Tompo menyarankan agar upaya membangun KTR itu dilakukan melalui hal-hal sederhana yang langsung bisa dipraktikkan, seperti tidak menyediakan asbak di rumah, juga tidak merokok di hadapan anak-anak bagi mereka yang merokok.

Selain itu, kios, ga'de-ga'de dan minimarket tidak melayani pembeli rokok dari kalangan anak-anak, serta tidak memasang spanduk dan umbul-umbul berkaitan dengan produk rokok. Berdasarkan data, kios, warung dan ikut mempermudah akses anak-anak memperoleh rokok.

Dalam Perda tentang KTR, diatur sejumlah tempat yang terlarang bukan saja untuk merokok tapi juga menjual, memproduksi, promosi/memasang iklan produk tembakau. Tempat-tempat dimaksud adalah tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar-mengajar, tempat bermain anak, tempat ibadah, tempat kerja, angkutan umum, tempat umum dan tempat lainnya.

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024