Makassar (ANTARA) - Kepala Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Makassar Sitti Chadidjah mengatakan jika di Sulawesi Selatan, sudah masuk zona merah, baik untuk pandemi COVID-19 maupun pengeboman ikan (destructive fishing).
"Kalau melihat pembagian wilayah dan zonasi pandemi COVID-19 ini, Sulsel sekarang sudah zona merah. Begitu juga dalam hal destructive fishing, juga masuk zona merah secara pemetaan nasional," ujar Kepala BKIPM Makassar Sitti Chadidjah saat menjadi pembicara dalam seminar internet (webinar) di Makassar, Senin.
Ia mengatakan, pengeboman ikan menjadi perhatian dan tantangan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) khususnya di BKIPM Makassar.
Sitti Chadidjah menyatakan, penegakan hukum yang dilakukan terhadap para nelayan yang mencari ikan dengan cara-cara ilegal itu sudah cukup sering dilakukan baik oleh pihak kepolisian perairan maupun TNI Angkatan Laut (AL).
Hampir semua yang diamankan menggunakan bom ikan dan potasium itu saat diamankan mengaku jika mencari ikan dengan cara pintas jauh lebih menguntungkan secara ekonomi.
"Mereka itu tergiur dengan hasil yang didapatkan walaupun caranya mendapatkan ikan melanggar hukum. Yang pasti, kami tetap melakukan sosialisasi dan edukasi agar mereka semua bisa menyadari perbuatannya," katanya.
Sitti Chadidjah menerangkan, kolaborasi dan elaborasi dari para pemangku kepentingan, baik dari KKP, Polisi Perairan dan Udara (Polairud) maupun TNI AL sudah sangat bagus dalam melakukan penindakan hukum.
BKIPM Makassar sendiri juga sudah memaksimalkan perannya dalam hal edukasi kepada masyarakat, maupun para nelayan dan pengusaha perikanan agar mencari ikan dengan cara-cara yang ramah lingkungan.
"Ini untuk kita semua dan anak cucu kita. Pengeboman ikan atau bius sama saja, merusak terumbu karang yang menjadi rumah dari ikan itu sendiri. Jika rumah ikan rusak, otomatis populasi ikan tidak berkembang," ucapnya.
Hal sama dikemukakan Kepala Bidang Pengawasan, Pengendalian dan Informasi BKIPM Makassar Putu Sumardiana yang mengatakan jika luas terumbu karang Indonesia berdasarkan data Coremap-CTI LIPI pada 2016 seluas 25.000 kilometer persegi atau sekitar 10 persen luas terumbu karang dunia.
"Kalau data Coremap-CTI LIPI itu 25.000 kilometer persegi luas terumbu karang kita. Tapi kita juga tidak tahu yang hancur itu berapa persen. Makanya, ini harus disadari oleh semua pihak dan jika terus menyusut, kita juga yang akan rugi khususnya anak cucu kita nanti," ucapnya.
"Kalau melihat pembagian wilayah dan zonasi pandemi COVID-19 ini, Sulsel sekarang sudah zona merah. Begitu juga dalam hal destructive fishing, juga masuk zona merah secara pemetaan nasional," ujar Kepala BKIPM Makassar Sitti Chadidjah saat menjadi pembicara dalam seminar internet (webinar) di Makassar, Senin.
Ia mengatakan, pengeboman ikan menjadi perhatian dan tantangan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) khususnya di BKIPM Makassar.
Sitti Chadidjah menyatakan, penegakan hukum yang dilakukan terhadap para nelayan yang mencari ikan dengan cara-cara ilegal itu sudah cukup sering dilakukan baik oleh pihak kepolisian perairan maupun TNI Angkatan Laut (AL).
Hampir semua yang diamankan menggunakan bom ikan dan potasium itu saat diamankan mengaku jika mencari ikan dengan cara pintas jauh lebih menguntungkan secara ekonomi.
"Mereka itu tergiur dengan hasil yang didapatkan walaupun caranya mendapatkan ikan melanggar hukum. Yang pasti, kami tetap melakukan sosialisasi dan edukasi agar mereka semua bisa menyadari perbuatannya," katanya.
Sitti Chadidjah menerangkan, kolaborasi dan elaborasi dari para pemangku kepentingan, baik dari KKP, Polisi Perairan dan Udara (Polairud) maupun TNI AL sudah sangat bagus dalam melakukan penindakan hukum.
BKIPM Makassar sendiri juga sudah memaksimalkan perannya dalam hal edukasi kepada masyarakat, maupun para nelayan dan pengusaha perikanan agar mencari ikan dengan cara-cara yang ramah lingkungan.
"Ini untuk kita semua dan anak cucu kita. Pengeboman ikan atau bius sama saja, merusak terumbu karang yang menjadi rumah dari ikan itu sendiri. Jika rumah ikan rusak, otomatis populasi ikan tidak berkembang," ucapnya.
Hal sama dikemukakan Kepala Bidang Pengawasan, Pengendalian dan Informasi BKIPM Makassar Putu Sumardiana yang mengatakan jika luas terumbu karang Indonesia berdasarkan data Coremap-CTI LIPI pada 2016 seluas 25.000 kilometer persegi atau sekitar 10 persen luas terumbu karang dunia.
"Kalau data Coremap-CTI LIPI itu 25.000 kilometer persegi luas terumbu karang kita. Tapi kita juga tidak tahu yang hancur itu berapa persen. Makanya, ini harus disadari oleh semua pihak dan jika terus menyusut, kita juga yang akan rugi khususnya anak cucu kita nanti," ucapnya.