Jakarta (ANTARA) - Pakar intelijen Ridlwan Habib menilai dua bulan pertama di awal 2021 merupakan momentum penting gambaran situasi keamanan Indonesia ke depan.

"Situasi di bawah permukaan ada kekecewaan pada pemerintah, kalau mereka melakukan tindakan perlawanan itu berpotensi mengganggu keamanan," kata Ridlwan di Jakarta, Kamis.

Direktur The Indonesia Intelligence Institute itu menjelaskan skala ancaman keamanan bisa diukur dengan rumus Loyd. Yakni, ancaman adalah perkalian dari niat jahat, kapabilitas, suasana media, dan kelemahan pemerintah.

"Dari data di media sosial, terbaca ada niat-niat tidak baik terhadap pemerintah. Terutama setelah pengungkapan kelompok JI di Lampung dan kasus-kasus kelompok FPI," kata dia.
 

Dari sisi kapabilitas atau kemampuan, kelompok JI dianggap masih berbahaya. Mereka sudah bertahan puluhan tahun dan ternyata berhasil melakukan pelatihan di berbagai tempat selama beberapa tahun belakang.

Lalu, lanjut Ridlwan dari situasi media dan pembicaraan masyarakat, juga menunjukkan adanya polarisasi yang mengental.

"Pro dan kontra sangat terbaca di media sosial, dan juga di berbagai WhatsApp grup. Walaupun Prabowo Sandi sudah menjadi menteri Jokowi, tapi itu tidak membuat kondisi akur," tutur Ridlwan.

Faktor terakhir dari rumus Loyd adalah vulnerability atau kelemahan pemerintah. Ridlwan menilai faktor komunikasi publik pemerintah perlu dibenahi.

Oleh karena faktor-faktor tersebut, Ridlwan berharap pada Januari dan Februari 2021 ini mesti menjadi bulan kesiapsiagaan nasional bagi seluruh elemen.

"Apalagi saat ini belum jelas siapa yang akan menjadi pengganti Kapolri Idham Azis yang memasuki masa pensiun. Ini bisa berpengaruh ke konsolidasi internal Polri," ujarnya.


Pewarta : Boyke Ledy Watra
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024