Mamuju (ANTARA News) - Perusahaan sawit yang beroperasi di Desa Polohu, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, PT Surya Raya Lestari (SRL) II, memprogramkan "Go Green" untuk selamatkan lingkungan.

Community Development PT Surya Raya Lestari (SRL) II, Asep Eka Kurniawan, di Mamuju, Selasa, mengatakan, minyak sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO), merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan di Indonesia, CPO salah satunya tersebut dihasilkan perusahaan sawit di Mamuju Provinsi Sulbar.

Ia mengatakan, CPO yang dihasilkan perkebunan dari sejumlah daerah penghasil sawit negara ini telah membawa negara Indonesia menjadi produsen penghasil minyak sawit terbesar kedua di dunia, setelah Malaysia.
Namun, kata dia, sebagai konsekuensi menjadi negara produsen dengan kapasitas yang besar, maka limbah sawit yang dihasilkan akan besar pula sehingga harus ditangani secara baik, agar lingkungan tetap aman.

Untuk itu, PT SRL yang merupakan anak perusahaan dari PT Astra Agro Lestari Tbk yang sudah beroperasi mengelola perkebunan sawit di Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju, semenjak tahun 1995 mengolah limbah cairnya menjadi pupuk tanaman sawit sebagai wujud program Go Green dalam rangka menyelamatkan dan mengamankan lingkungan.
Ia mengatakan, PT SRL II yang sekarang telah memiliki sekitar 11.000 hektar lahan perkebunan sawit dan semuanya adalah sistem plasma, memprogramkan penggunaan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS), untuk diolah menjadi tambahan pupuk tanaman yang disebut pupuk cair.

"Sudah lazim dan bukan hal yang baru dilakukan pada perkebunan kelapa sawit yang lokasinya berdekatan dengan pabrik crude palm oil (CPO), yakni limbah diolah jadi pupuk tanaman, itu juga terjadi diperkebunan-perkebunan kelapa sawit lainnya di Indonesia maupun juga di hampir semua negara-negara lain di dunia, misalnya di Malaysia," katanya.

Menurut dia, fungsi limbah dapat diolah menjadi pupuk bagi tanaman karena mengandung bahan organik dan mineral dengan kandungan Biological Oksigen Demand (BOD) yang tinggi Maksimal 3000 ppm.

Ia mengatakan, pengolahan limbah menjadi pupuk tersebut melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah ( IPAL ) sebelum dialirkan ke Kebun Sawit, dengan system anaerobik-fakultatif, umumnya membutuhkan waktu 100 hari.

"LCPKS memiliki kandungan hara yang tinggi yang berdampak bagi lingkungan sehingga tidak boleh dibuang ke perairan umum seperti sungai, namun harus dimanfaatkan menjadi pupuk karena perkebunan sawit memerlukan pupuk, apalagi harga pupuk cukup mahal, bahkan biaya pemupukan adalah biaya terbesar dibandingkan biaya-biaya lainnya di sektor perkebunan kelapa sawit.

Karena itulah maka limbah yang masih mengandung unsur hara tersebut diaplikasikan ke lahan menjadi pupuk, ini adalah bagian dari program go green untuk penyelamatan lingkungan yang dilakukan PT SRL.(T.KR-MFH/F003) 


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024