Mamuju (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat mengembangkan kawasan hortikultura secara terpadu (food estate) seluas 200 hektare di beberapa kabupaten sebagai upaya mengantisipasi krisis pangan.
Penjabat Gubernur Sulbar Akmal Malik, pada rapat koordinasi pengendalian inflasi di Graha Sandeq Kompleks Gubernur Sulbar, Kamis mengatakan, selain mengantisipasi krisis pangan, pembangunan kawasan holtikultura terpadu itu juga sebagai upaya pengendalian inflasi.
"Serta, proyeksi kebutuhan pangan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur," kata Akmal Malik.
Program "food estate" nantinya lanjut Akmal Malik, akan menghasilkan panen yang melimpah hingga ribuan ton komoditi hortikultura.
Sehingga menurutnya, dibutuhkan sebuah fasilitas penyimpanan (cold storage) untuk memperpanjang daya simpan komoditi.
"Kita membutuhkan fasilitas berupa 'cold storage' yang lengkap beserta sarana dan prasarananya. Kalau kita punya fasilitas penyimpanan di masing-masing daerah, maka komoditi bisa kita tahan lalu didistribusikan," terang Akmal Malik.
Ia juga menyampaikan bahwa Sulbar mengalami surplus beras, namun lebih dinikmati oleh "offtaker" atau pemasok kebutuhan industri ataupun pasar dari luar.
Beras asal Sulbar lanjutnya, akan diambil oleh "offtaker" untuk dijadikan sebuah produk dagang dan akan didistribusikan kembali ke daerah itu.
"Kita memang menyadari ada persoalan rantai distribusi yang selama ini harus kita benahi kembali. Jadi biasanya produksi kita diambil oleh 'offtaker' dari Sulawesi Selatan baru balik lagi ke sini. Saya katakan rantai distribusinya agak terlalu panjang," jelas Akmal Malik.
Ia menyampaikan bahwa saat ini pihaknya tengah mengajak beberapa "offtaker" untuk bisa mengambil produksi beras petani lokal untuk didistribusikan langsung di Sulbar.
Ke depan, Akmal Malik mengatakan tidak ingin produksi beras petani lokal diambil "offtaker" lalu dipasarkan kembali Sulbar.
"Namun, persoalannya pemetaan kebutuhan beras kita masih kecil-kecil dan banyak sekali. Ini yang akan kita coba benahi ke depan," ucap Akmal Malik.
Sehingga lanjutnya, kebutuhan gudang penyimpanan pada masing-masing kabupaten sangat penting untuk menampung hasil produksi beras yang ada di Kabupaten Polewali Mandar dan Mamuju untuk memenuhi kebutuhan lokal kemudian sisanya baru di bawa ke luar daerah.
Penjabat Gubernur juga menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak untuk agar produksi beras lokal tidak semata-mata didominasi oleh "offtaker" dari luar.
Ia juga menyadari bahwa saat ini banyak petani lokal yang mendapatkan modal awal dari "offtaker" luar agar produksi mereka tidak dijual ke "offtaker" lain.
"Tidak mudah memang karena faktanya banyak petani kita sudah mendapatkan modal awal dari 'offtaker'. Tetapi bagi kita harus berusaha agar ada 'offtaker' lokal yang berani membuat kebijakan yang berbeda," terang Akmal Malik.
Penjabat Gubernur Sulbar Akmal Malik, pada rapat koordinasi pengendalian inflasi di Graha Sandeq Kompleks Gubernur Sulbar, Kamis mengatakan, selain mengantisipasi krisis pangan, pembangunan kawasan holtikultura terpadu itu juga sebagai upaya pengendalian inflasi.
"Serta, proyeksi kebutuhan pangan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur," kata Akmal Malik.
Program "food estate" nantinya lanjut Akmal Malik, akan menghasilkan panen yang melimpah hingga ribuan ton komoditi hortikultura.
Sehingga menurutnya, dibutuhkan sebuah fasilitas penyimpanan (cold storage) untuk memperpanjang daya simpan komoditi.
"Kita membutuhkan fasilitas berupa 'cold storage' yang lengkap beserta sarana dan prasarananya. Kalau kita punya fasilitas penyimpanan di masing-masing daerah, maka komoditi bisa kita tahan lalu didistribusikan," terang Akmal Malik.
Ia juga menyampaikan bahwa Sulbar mengalami surplus beras, namun lebih dinikmati oleh "offtaker" atau pemasok kebutuhan industri ataupun pasar dari luar.
Beras asal Sulbar lanjutnya, akan diambil oleh "offtaker" untuk dijadikan sebuah produk dagang dan akan didistribusikan kembali ke daerah itu.
"Kita memang menyadari ada persoalan rantai distribusi yang selama ini harus kita benahi kembali. Jadi biasanya produksi kita diambil oleh 'offtaker' dari Sulawesi Selatan baru balik lagi ke sini. Saya katakan rantai distribusinya agak terlalu panjang," jelas Akmal Malik.
Ia menyampaikan bahwa saat ini pihaknya tengah mengajak beberapa "offtaker" untuk bisa mengambil produksi beras petani lokal untuk didistribusikan langsung di Sulbar.
Ke depan, Akmal Malik mengatakan tidak ingin produksi beras petani lokal diambil "offtaker" lalu dipasarkan kembali Sulbar.
"Namun, persoalannya pemetaan kebutuhan beras kita masih kecil-kecil dan banyak sekali. Ini yang akan kita coba benahi ke depan," ucap Akmal Malik.
Sehingga lanjutnya, kebutuhan gudang penyimpanan pada masing-masing kabupaten sangat penting untuk menampung hasil produksi beras yang ada di Kabupaten Polewali Mandar dan Mamuju untuk memenuhi kebutuhan lokal kemudian sisanya baru di bawa ke luar daerah.
Penjabat Gubernur juga menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak untuk agar produksi beras lokal tidak semata-mata didominasi oleh "offtaker" dari luar.
Ia juga menyadari bahwa saat ini banyak petani lokal yang mendapatkan modal awal dari "offtaker" luar agar produksi mereka tidak dijual ke "offtaker" lain.
"Tidak mudah memang karena faktanya banyak petani kita sudah mendapatkan modal awal dari 'offtaker'. Tetapi bagi kita harus berusaha agar ada 'offtaker' lokal yang berani membuat kebijakan yang berbeda," terang Akmal Malik.