Makassar (ANTARA) - Dinas Sumber Daya Air Mineral, Cipta Karya dan Tata Ruang (SDACKTR) Sulawesi Selatan siapkan pembagian pengairan air untuk berbagai area pertanian dalam menghadapi peristiwa el nino yang diperkirakan mengakibatkan kekeringan ekstrem di musim kemarau tahun ini.
Kepala SDACK Sulsel Andi Darmawan Bintang di Makassar, Rabu mengatakan Komisi Irigasi yang terbentuk di setiap daerah telah melakukan pertemuan dengan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) untuk menghadapi kekeringan ekstrem yang diperkirakan terjadi pada Agustus mendatang.
"Komisi irigasi bekerja sama dengan P3A terkait bagaimana menyalurkan air terutama pada wilayah yang kekurangan air, ini bukan hal baru bagi mereka," kata Andi Darmawan.
Menurut dia, penyediaan air untuk kebutuhan pertanian sudah diatur melalui lembaga yang ada, sehingga penyediaan air itu bisa dicapai dan didistribusi secara optimal.
Pengukuran air yang berasal dari irigasi diukur, seperti jangkauannya sampai dimana, itu semua diatur sehingga dengan kapasitas air yang kecil bisa semua dicapai. Utamanya pada langkah khusus di wilayah sentral pertanian Sulsel.
"Untuk sementara pembagiannya berjalan normal, namun jika ternyata nanti akan dibutuhkan pembagian yang berubah, itu akan diatur bersama antara mereka karena P3A itu ada masyarakat di dalamnya," kata dia.
Meski demikian, sejumlah upaya juga dimungkinkan seperti musim tanam dipercepat dan selama musim kemarau diimbau ke masyarakat untuk tidak menanam tanaman padi tapi dikonversi ke tanaman yang membutuhkan air lebih sedikit, seperti tanaman palawija.
Kekeringan ekstrem yang diprediksi terjadi di musim kemarau tahun ini menjadi perhatian Pemprov Sulsel. Karena itu, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (TPH-Bun) juga telah menyiapkan berbagai strategi dan program guna menghadapi musim kemarau 2023.
Program itu di antaranya pemetaan zona rawan kekeringan, manajemen air, pengaturan pola tanam, persiapan benih unggul hingga bantuan substitusi kepada petani jika terjadi gagal panen.
Pada pemetaan di sektor pertanian, Dinas TPH BUN Sulsel telah menetapkan tiga kabupaten yang masuk kategori zona merah sebagai daerah yang diindikasi rawan dan sangat terdampak kekeringan. Tiga zona merah itu ialah Kabupaten Bone, Soppeng dan Wajo.
Kepala Dinas TPH BUN Sulsel Imran Jauzi menjelaskan bahwa penetapan zona ini didasarkan pada data riwayat area pertanian 3 hingga 5 tahun yang lalu jika pernah mengalami kekeringan di musim kemarau. Utamanya dengan luas kekeringan lebih dari 5.000 hektare.
Pemetaan ini bukan berarti berlaku untuk seluruh wilayah kabupaten tersebut, namun dikhususkan pada area pertanian yang telah melalui proses identifikasi dengan luas wilayah sekitar 5.000 hektare. Sehingga dalam langkah-langkah antisipatif di tiga wilayah tersebut menjadi prioritas utama dalam mengatasi dampak kekeringan.
Perubahan cuaca, sangat besar dampaknya terhadap sektor pertanian, sebab tidak hanya mengubah produktivitas, tetapi termasuk akan menimbulkan berbagai hama yang berakibat pada penyakit tanaman.
"Penyakit-penyakit tanaman yang baru akan bermunculan dan gerakan pengendalian harus segera dirancang," kata Imran.
Setelah pemetaan dan penentuan, zona rawan terdampak kekeringan, upaya lainnya mulai direalisasikan dalam menjaga ketahanan pangan Sulsel di musim kemarau yakni manajemen air dan benih, seperti penggunaan varietas-varietas yang lebih tahan kering.
Pada manajemen air, Dinas TPH BUN Sulsel melakukan pengelolaan air yang didukung dengan berbagai perbaikan fasilitas penunjang, di antaranya membangun daerah-daerah irigasi dan merapikan kembali saluran-saluran irigasi khususnya pada wilayah tersier.
Kepala SDACK Sulsel Andi Darmawan Bintang di Makassar, Rabu mengatakan Komisi Irigasi yang terbentuk di setiap daerah telah melakukan pertemuan dengan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) untuk menghadapi kekeringan ekstrem yang diperkirakan terjadi pada Agustus mendatang.
"Komisi irigasi bekerja sama dengan P3A terkait bagaimana menyalurkan air terutama pada wilayah yang kekurangan air, ini bukan hal baru bagi mereka," kata Andi Darmawan.
Menurut dia, penyediaan air untuk kebutuhan pertanian sudah diatur melalui lembaga yang ada, sehingga penyediaan air itu bisa dicapai dan didistribusi secara optimal.
Pengukuran air yang berasal dari irigasi diukur, seperti jangkauannya sampai dimana, itu semua diatur sehingga dengan kapasitas air yang kecil bisa semua dicapai. Utamanya pada langkah khusus di wilayah sentral pertanian Sulsel.
"Untuk sementara pembagiannya berjalan normal, namun jika ternyata nanti akan dibutuhkan pembagian yang berubah, itu akan diatur bersama antara mereka karena P3A itu ada masyarakat di dalamnya," kata dia.
Meski demikian, sejumlah upaya juga dimungkinkan seperti musim tanam dipercepat dan selama musim kemarau diimbau ke masyarakat untuk tidak menanam tanaman padi tapi dikonversi ke tanaman yang membutuhkan air lebih sedikit, seperti tanaman palawija.
Kekeringan ekstrem yang diprediksi terjadi di musim kemarau tahun ini menjadi perhatian Pemprov Sulsel. Karena itu, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (TPH-Bun) juga telah menyiapkan berbagai strategi dan program guna menghadapi musim kemarau 2023.
Program itu di antaranya pemetaan zona rawan kekeringan, manajemen air, pengaturan pola tanam, persiapan benih unggul hingga bantuan substitusi kepada petani jika terjadi gagal panen.
Pada pemetaan di sektor pertanian, Dinas TPH BUN Sulsel telah menetapkan tiga kabupaten yang masuk kategori zona merah sebagai daerah yang diindikasi rawan dan sangat terdampak kekeringan. Tiga zona merah itu ialah Kabupaten Bone, Soppeng dan Wajo.
Kepala Dinas TPH BUN Sulsel Imran Jauzi menjelaskan bahwa penetapan zona ini didasarkan pada data riwayat area pertanian 3 hingga 5 tahun yang lalu jika pernah mengalami kekeringan di musim kemarau. Utamanya dengan luas kekeringan lebih dari 5.000 hektare.
Pemetaan ini bukan berarti berlaku untuk seluruh wilayah kabupaten tersebut, namun dikhususkan pada area pertanian yang telah melalui proses identifikasi dengan luas wilayah sekitar 5.000 hektare. Sehingga dalam langkah-langkah antisipatif di tiga wilayah tersebut menjadi prioritas utama dalam mengatasi dampak kekeringan.
Perubahan cuaca, sangat besar dampaknya terhadap sektor pertanian, sebab tidak hanya mengubah produktivitas, tetapi termasuk akan menimbulkan berbagai hama yang berakibat pada penyakit tanaman.
"Penyakit-penyakit tanaman yang baru akan bermunculan dan gerakan pengendalian harus segera dirancang," kata Imran.
Setelah pemetaan dan penentuan, zona rawan terdampak kekeringan, upaya lainnya mulai direalisasikan dalam menjaga ketahanan pangan Sulsel di musim kemarau yakni manajemen air dan benih, seperti penggunaan varietas-varietas yang lebih tahan kering.
Pada manajemen air, Dinas TPH BUN Sulsel melakukan pengelolaan air yang didukung dengan berbagai perbaikan fasilitas penunjang, di antaranya membangun daerah-daerah irigasi dan merapikan kembali saluran-saluran irigasi khususnya pada wilayah tersier.