Jakarta (ANTARA) - Pada era digital kebiasaan membaca, terutama Generasi Milenial dan Z, berubah dari bentuk buku secara fisik ke platform digital yang menuntut kalangan penerbit pun harus punya kiat agar bisa mengikuti dan menaklukkan konsumen pembaca buku.
CEO AKAD Group, Andri Agus Fabianto dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, mengakui meski milenial dan Gen-Z dikenal sebagai segmen digital savvy atau melek digital, ternyata mereka masih menyukai membaca fiksi atau novel dalam bentuk buku secara fisik.
Hal itu, kata dia, terlihat dari persentase penjualan buku yang diterbitkannya. Pada 2021, porsi penjualan AKAD di online mencapai 95 persen, offline hanya 5 persen. Namun, pada 2022 penjualan online porsinya menurun menjadi 80 persen dan offline naik menjadi 20 persen. Hal itu juga terjadi pada 2023, dimana pada semester pertama 2023, porsi antara online dan offline menjadi 75 persen dan 25 persen.
"Namun, kami memang lebih dulu menjual novel-novel melalui platform online," kata Andri Agus. Kendati demikian, penjualan offline pun tak kalah digarap pihaknya, sehingga sebagian besar novel yang diterbitkan AKAD Group masuk jajaran best seller.
Hal itu setidaknya terlihat dari beberapa penghargaan yang diraih, seperti Penerbit terfavorit ajang penghargaan Bumi Fiksi Choice Award dua tahun beruntun (2021-2022) dan Buku Wattpad Terfavorit (2021 dan 2022) pada ajang yang sama.
Lebih jauh ia mengatakan berdasarkan insight di akun Instagram, Twitter, dan Tiktok AKAD maupun para penulisnya, pengikut akun di platform tersebut berusia 13—17 tahun sebanyak 35 persen dan 18—24 tahun sebanyak 50 persen.
"Artinya, 85 persen pengikut kami adalah anak-anak Gen-Z. Itu sebabnya, sejak awal kami menyasar milenial dan Gen-Z," ujarnya.
Untuk menaklukkan para pembaca di generasi tersebut, sejumlah strategi dan cara dilakukan pihaknya agar bisa terus tumbuh, di antaranya melalui monetisasi novel yang diterbitkan dengan membuat series di platform OTT (over the top) atau film, membuat merchandise karakter pada novel tersebut, hingga membuat lagu dan konser online.
Selain itu, untuk membuat pembaca setia, pihaknya membangun komunitas organik, menggunakan jasa Key Opinion Leader (KOL) dan influencer, serta menggelar kegiatan offline di sekolah hingga toko buku, termasuk menggelar aksi sosial. Tak lupa, kata dia, mendesain cover buku dengan estetik sesuai selera generasi milenial dan Z.
"Buku tidak hanya sebagai bahan bacaan, tapi juga sebagai alat untuk bisa masuk ke komunitas digital (bersosialisasi), kebutuhan konten sosial media, dan FOMO (fear of missing out) atau tidak mau ketinggalan tren," kata Andri.
CEO AKAD Group, Andri Agus Fabianto dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, mengakui meski milenial dan Gen-Z dikenal sebagai segmen digital savvy atau melek digital, ternyata mereka masih menyukai membaca fiksi atau novel dalam bentuk buku secara fisik.
Hal itu, kata dia, terlihat dari persentase penjualan buku yang diterbitkannya. Pada 2021, porsi penjualan AKAD di online mencapai 95 persen, offline hanya 5 persen. Namun, pada 2022 penjualan online porsinya menurun menjadi 80 persen dan offline naik menjadi 20 persen. Hal itu juga terjadi pada 2023, dimana pada semester pertama 2023, porsi antara online dan offline menjadi 75 persen dan 25 persen.
"Namun, kami memang lebih dulu menjual novel-novel melalui platform online," kata Andri Agus. Kendati demikian, penjualan offline pun tak kalah digarap pihaknya, sehingga sebagian besar novel yang diterbitkan AKAD Group masuk jajaran best seller.
Hal itu setidaknya terlihat dari beberapa penghargaan yang diraih, seperti Penerbit terfavorit ajang penghargaan Bumi Fiksi Choice Award dua tahun beruntun (2021-2022) dan Buku Wattpad Terfavorit (2021 dan 2022) pada ajang yang sama.
Lebih jauh ia mengatakan berdasarkan insight di akun Instagram, Twitter, dan Tiktok AKAD maupun para penulisnya, pengikut akun di platform tersebut berusia 13—17 tahun sebanyak 35 persen dan 18—24 tahun sebanyak 50 persen.
"Artinya, 85 persen pengikut kami adalah anak-anak Gen-Z. Itu sebabnya, sejak awal kami menyasar milenial dan Gen-Z," ujarnya.
Untuk menaklukkan para pembaca di generasi tersebut, sejumlah strategi dan cara dilakukan pihaknya agar bisa terus tumbuh, di antaranya melalui monetisasi novel yang diterbitkan dengan membuat series di platform OTT (over the top) atau film, membuat merchandise karakter pada novel tersebut, hingga membuat lagu dan konser online.
Selain itu, untuk membuat pembaca setia, pihaknya membangun komunitas organik, menggunakan jasa Key Opinion Leader (KOL) dan influencer, serta menggelar kegiatan offline di sekolah hingga toko buku, termasuk menggelar aksi sosial. Tak lupa, kata dia, mendesain cover buku dengan estetik sesuai selera generasi milenial dan Z.
"Buku tidak hanya sebagai bahan bacaan, tapi juga sebagai alat untuk bisa masuk ke komunitas digital (bersosialisasi), kebutuhan konten sosial media, dan FOMO (fear of missing out) atau tidak mau ketinggalan tren," kata Andri.