Makassar (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Selatan melakukan evaluasi dalam mendorong percepatan penuruan Stunting di Kota Makassar.
"Perwakilan BKKBN Sulsel menerima Tim Peneliti Kajian Kebijakan Strategis (KKS) Poltekkes Kemenkes Makassar, lalu bersama-sama melakukan Focus Group Discussion (FGD) penelitian terkait Evaluasi Tim Pendamping Keluarga (TPK) dalam percepatan penurunan Stunting di Kota Makassar," kata Kepada Perwakilan BKKBN Sulsel Shodiqin di Makassar, Jumat.
Dia mengatakan, alasan penelitian ini karena TPK berperan dalam proses percepatan penurunan stunting mulai dari hulu, terutama dalam pencegahan, hingga melakukan tindakan pencegahan lain dari faktor langsung penyebab stunting.
Merujuk pada Buku Panduan Pelaksanaan Pendampingan Keluarga, tugas dari TPK meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi pemberian bantuan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan akses informasi dan pelayanan keluarga dan/atau keluarga berisiko stunting.
Adapun sasaran prioritasnya yaitu ibu hamil, ibu pasca persalinan, anak usia 0 – 59 bulan, dan semua calon pengantin/calon pasangan usia subur melalui pendampingan tiga bulan pranikah sebagai bagian dari pelayanan nikah untuk deteksi dini faktor risiko stunting dan melakukan upaya meminimalisir atau pencegahan pengaruh dari faktor risiko stunting.
"Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana peran Tim Pendamping Keluarga (TPK) dalam melaksanakan tugasnya melakukan pendampingan pada keluarga sasaran program Penurunan Stunting di Kota Makassar," kata Shodiqin.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran yang lebih konkret mengenai mendeskripsikan pengetahuan tim pendamping keluarga tentang Stunting, mendeskripsikan pengetahuan tim pendamping keluarga terhadap tugas pokok fungsi Tim Pendamping Keluarga (TPK), mengidentifikasi Faktor Pendukung Dalam Pelaksanaan Tugas TPK, dan mendeskripsikan Hambatan Pelaksanaan Tugas TPK.
Dia mengatakan, kerangka pembangunan kualitas sumber daya manusia, permasalahan stunting yang merupakan salah satu bagian dari double burden malnutrition (DBM) mempunyai dampak yang sangat merugikan baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi produktivitas ekonomi dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Menurut dia, Stunting memiliki dampak terhadap perkembangan anak, dalam jangka pendek, stunting terkait dengan perkembangan sel otak yang akhirnya akan menyebabkan tingkat kecerdasan menjadi tidak optimal.
Hal ini berarti bahwa kemampuan kognitif anak dalam jangka panjang akan lebih rendah dan akhirnya menurunkan produktifitas dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Stunting menjadi salah satu prioritas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk segera diselesaikan. Pada laporan World Health Statistics tahun 2018, prevalensi kejadian stunting masih berada pada negara berkembang, khususnya pada WHO African Region (AFR), WHO Eastern Mediterranean Region (EMR), WHO SouthEast Asia Region (SEAR) dan WHO Western Pacific Region (SPR).
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan Pada tahun 2019 prevalensi stunting sebesar 27,7 persen, SSGI tahun 2021 sebesar 24,4 persen dan SSGI tahun 2022 sebesar 21,6 persen, angka tersebut masih jauh dari target nasional sebesar 14 persen pada tahun 2024.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting salah satu prioritas kegiatan yang termuat dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) adalah pelaksanaan pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin/calon Pasangan Usia Subur (PUS) dan surveilans keluarga berisiko stunting.
Oleh karena itu BKKBN membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari Bidan, Kader Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) serta Kader Keluarga Berencana (KB).
Suasana kegiatan FGD dan evaluasi Tim Pendamping Keluarga di Ruang Pola BKKBN Sulsel untuk mendorong Percepatan Penurunan Stunting (PPS). Antara/ HO-BKKBN Sulsel
"Perwakilan BKKBN Sulsel menerima Tim Peneliti Kajian Kebijakan Strategis (KKS) Poltekkes Kemenkes Makassar, lalu bersama-sama melakukan Focus Group Discussion (FGD) penelitian terkait Evaluasi Tim Pendamping Keluarga (TPK) dalam percepatan penurunan Stunting di Kota Makassar," kata Kepada Perwakilan BKKBN Sulsel Shodiqin di Makassar, Jumat.
Dia mengatakan, alasan penelitian ini karena TPK berperan dalam proses percepatan penurunan stunting mulai dari hulu, terutama dalam pencegahan, hingga melakukan tindakan pencegahan lain dari faktor langsung penyebab stunting.
Merujuk pada Buku Panduan Pelaksanaan Pendampingan Keluarga, tugas dari TPK meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan dan fasilitasi pemberian bantuan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan akses informasi dan pelayanan keluarga dan/atau keluarga berisiko stunting.
Adapun sasaran prioritasnya yaitu ibu hamil, ibu pasca persalinan, anak usia 0 – 59 bulan, dan semua calon pengantin/calon pasangan usia subur melalui pendampingan tiga bulan pranikah sebagai bagian dari pelayanan nikah untuk deteksi dini faktor risiko stunting dan melakukan upaya meminimalisir atau pencegahan pengaruh dari faktor risiko stunting.
"Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana peran Tim Pendamping Keluarga (TPK) dalam melaksanakan tugasnya melakukan pendampingan pada keluarga sasaran program Penurunan Stunting di Kota Makassar," kata Shodiqin.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran yang lebih konkret mengenai mendeskripsikan pengetahuan tim pendamping keluarga tentang Stunting, mendeskripsikan pengetahuan tim pendamping keluarga terhadap tugas pokok fungsi Tim Pendamping Keluarga (TPK), mengidentifikasi Faktor Pendukung Dalam Pelaksanaan Tugas TPK, dan mendeskripsikan Hambatan Pelaksanaan Tugas TPK.
Dia mengatakan, kerangka pembangunan kualitas sumber daya manusia, permasalahan stunting yang merupakan salah satu bagian dari double burden malnutrition (DBM) mempunyai dampak yang sangat merugikan baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi produktivitas ekonomi dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Menurut dia, Stunting memiliki dampak terhadap perkembangan anak, dalam jangka pendek, stunting terkait dengan perkembangan sel otak yang akhirnya akan menyebabkan tingkat kecerdasan menjadi tidak optimal.
Hal ini berarti bahwa kemampuan kognitif anak dalam jangka panjang akan lebih rendah dan akhirnya menurunkan produktifitas dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Stunting menjadi salah satu prioritas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk segera diselesaikan. Pada laporan World Health Statistics tahun 2018, prevalensi kejadian stunting masih berada pada negara berkembang, khususnya pada WHO African Region (AFR), WHO Eastern Mediterranean Region (EMR), WHO SouthEast Asia Region (SEAR) dan WHO Western Pacific Region (SPR).
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan Pada tahun 2019 prevalensi stunting sebesar 27,7 persen, SSGI tahun 2021 sebesar 24,4 persen dan SSGI tahun 2022 sebesar 21,6 persen, angka tersebut masih jauh dari target nasional sebesar 14 persen pada tahun 2024.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting salah satu prioritas kegiatan yang termuat dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) adalah pelaksanaan pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin/calon Pasangan Usia Subur (PUS) dan surveilans keluarga berisiko stunting.
Oleh karena itu BKKBN membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri dari Bidan, Kader Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) serta Kader Keluarga Berencana (KB).