Deputi Setwapres: Masih ada lima provinsi dengan prevalensi stunting di atas 30 persen
Jakarta (ANTARA) - Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) Suprayoga Hadi menyatakan masih ada lima provinsi di Indonesia dengan prevalensi stunting di atas 30 persen sehingga perlu menjadi perhatian oleh berbagai pihak.
“Masih ada lima provinsi yang masih mempunyai prevalensi di atas 30 persen, dan ini memerlukan perhatian serta penanganan khusus yang mendasar," ujarnya dalam diskusi bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan lima provinsi yang masih memerlukan perhatian serta penanganan khusus yang mendasar yaitu Papua Tengah (39,4 persen), NTT (37,9 persen), Papua Pegunungan (37,3 persen), Papua Barat Daya (31 persen), Sulawesi Barat (30,3 persen), dan Sulawesi Tenggara (30 persen).
Karena itu, ia menekankan pentingnya peran tim pendamping keluarga (TPK) di lima provinsi tersebut dalam mendampingi dan memberi edukasi pada keluarga berisiko stunting, sehingga dapat lebih efektif untuk mempercepat penurunan stunting.
Namun, ia tetap mengapresiasi penurunan stunting selama lima tahun terakhir, di mana sejak tahun 2018 hingga 2023, Indonesia telah berhasil menurunkan prevalensi stunting sebesar 9,3 persen.
“Ini merupakan capaian yang sangat signifikan dan diharapkan bisa berlanjut di periode-periode mendatang, walaupun kita masih mempunyai satu tanggung jawab untuk bisa mencapai upaya penurunan stunting sampai 14 persen di tahun 2024 ini,” katanya.
Prevalensi stunting di tahun 2023 berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Kementerian Kesehatan masih berada di angka 21,5 persen.
“Kita masih menunggu hasil Survei Status Gizi Indonesia 2024 yang sedang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan baru terbit angkanya sekitar bulan Desember,” katanya.
Sementara itu, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nopian Andusti mengemukakan, percepatan penurunan stunting dilaksanakan secara holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi antara kementerian/lembaga bersama seluruh pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan.
“Konvergensi adalah hal yang sangat penting karena diperlukan kolaborasi lintas sektor dan keterlibatan semua pihak untuk mensinergikan program dan kegiatan yang benar-benar sampai pada keluarga sasaran,” katanya.
Menurutnya, pemerintah melalui berbagai program dan kegiatan telah berupaya mengatasi permasalahan stunting, dan untuk memastikan efektivitas program dan kegiatan percepatan penurunan stunting telah dilakukan monitoring dan evaluasi oleh para pemangku kepentingan dari berbagai sektor di tingkat wilayah masing-masing.
“Diseminasi hasil monitoring dan evaluasi penting dilaksanakan untuk menginformasikan kepada para pemangku kepentingan tentang capaian, tantangan, serta rekomendasi perbaikan bagaimana pendampingan keluarga dalam pencegahan dan penanganan stunting ke depannya,” tuturnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Setwapres: Masih ada lima provinsi dengan stunting di atas 30 persen
“Masih ada lima provinsi yang masih mempunyai prevalensi di atas 30 persen, dan ini memerlukan perhatian serta penanganan khusus yang mendasar," ujarnya dalam diskusi bersama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan lima provinsi yang masih memerlukan perhatian serta penanganan khusus yang mendasar yaitu Papua Tengah (39,4 persen), NTT (37,9 persen), Papua Pegunungan (37,3 persen), Papua Barat Daya (31 persen), Sulawesi Barat (30,3 persen), dan Sulawesi Tenggara (30 persen).
Karena itu, ia menekankan pentingnya peran tim pendamping keluarga (TPK) di lima provinsi tersebut dalam mendampingi dan memberi edukasi pada keluarga berisiko stunting, sehingga dapat lebih efektif untuk mempercepat penurunan stunting.
Namun, ia tetap mengapresiasi penurunan stunting selama lima tahun terakhir, di mana sejak tahun 2018 hingga 2023, Indonesia telah berhasil menurunkan prevalensi stunting sebesar 9,3 persen.
“Ini merupakan capaian yang sangat signifikan dan diharapkan bisa berlanjut di periode-periode mendatang, walaupun kita masih mempunyai satu tanggung jawab untuk bisa mencapai upaya penurunan stunting sampai 14 persen di tahun 2024 ini,” katanya.
Prevalensi stunting di tahun 2023 berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Kementerian Kesehatan masih berada di angka 21,5 persen.
“Kita masih menunggu hasil Survei Status Gizi Indonesia 2024 yang sedang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dan baru terbit angkanya sekitar bulan Desember,” katanya.
Sementara itu, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nopian Andusti mengemukakan, percepatan penurunan stunting dilaksanakan secara holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi antara kementerian/lembaga bersama seluruh pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan.
“Konvergensi adalah hal yang sangat penting karena diperlukan kolaborasi lintas sektor dan keterlibatan semua pihak untuk mensinergikan program dan kegiatan yang benar-benar sampai pada keluarga sasaran,” katanya.
Menurutnya, pemerintah melalui berbagai program dan kegiatan telah berupaya mengatasi permasalahan stunting, dan untuk memastikan efektivitas program dan kegiatan percepatan penurunan stunting telah dilakukan monitoring dan evaluasi oleh para pemangku kepentingan dari berbagai sektor di tingkat wilayah masing-masing.
“Diseminasi hasil monitoring dan evaluasi penting dilaksanakan untuk menginformasikan kepada para pemangku kepentingan tentang capaian, tantangan, serta rekomendasi perbaikan bagaimana pendampingan keluarga dalam pencegahan dan penanganan stunting ke depannya,” tuturnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Setwapres: Masih ada lima provinsi dengan stunting di atas 30 persen