Jakarta (ANTARA) - Saksi kasus dugaan korupsi penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) Randi Hidayat mengaku tidak melaporkan pembelian mobil mewah Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), karena belum ada kewajiban saat itu.

Randi, yang merupakan penjual mobil di salah satu dealer tersebut, menjelaskan pembelian mobil oleh Gazalba dilakukan pada tahun 2020, sedangkan saat ini memang sudah ada kewajiban dealer untuk melaporkan pembelian mobil mewah pejabat kepada KPK maupun PPATK, terutama apabila dibeli secara tunai.

"Untuk saat ini, memang sudah kami jalankan kewajiban itu. Pelaporan-nya dilakukan melalui form," kata Randi dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Saat Gazalba ingin membeli mobil mewah berupa Toyota Alphard ke dealer tempat Randi bekerja, dirinya mengaku sudah mengetahui jabatan Gazalba sebagai Hakim Agung kala itu.

Dia menceritakan, Gazalba membayar pembelian mobil Alphard itu secara tunai sebesar Rp1,07 miliar, namun ia tak mengetahui sumber uang tersebut, dan tidak menanyakan-nya kepada Gazalba.

Saat itu, Randy mengaku juga tidak mencurigai gelagat Gazalba karena keduanya memang hanya berurusan seperti layaknya penjual dan pembeli saja. "Saya merasa tidak wajib mencurigai," ungkapnya.

Randi bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi penanganan perkara kasasi di MA yang menyeret Gazalba sebagai terdakwa. Dalam kasus itu, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan total nilai Rp62,89 miliar.

Dugaan penerimaan itu meliputi gratifikasi senilai Rp650 juta serta TPPU terdiri atas 18 ribu dolar Singapura (Rp216,98 juta), Rp37 miliar, 1,13 juta dolar Singapura (Rp13,59 miliar), 181.100 dolar AS (Rp2 miliar), dan Rp9,43 miliar selama kurun waktu 2020-2022.

Gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba terkait dengan pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.

Uang gratifikasi itu diduga diterima Gazalba bersama-sama dengan pengacara Ahmad Riyadh selaku penghubung antara Jawahirul Fuad dengan Gazalba pada 2022 setelah pengucapan putusan perkara, yang mana Gazalba menerima Rp200 juta dan Riyadh menerima uang sebesar Rp450 juta, sehingga total gratifikasi yang diterima keduanya sebesar Rp650 juta.

Selanjutnya uang hasil gratifikasi tersebut beserta uang dari penerimaan lain yang diterima Gazalba dijadikan dana untuk melakukan TPPU bersama-sama dengan kakak kandung terdakwa, Edy Ilham Shooleh dan teman dekat terdakwa, Fify Mulyani.

Dengan demikian, perbuatan Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pewarta : Agatha Olivia Victoria
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024