Makassar (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan mendukung penuh upaya Dewan Ketahanan Nasional (Watannas) Republik Indonesia dalam hal optimalisasi hilirisasi produk kelautan dan perikanan guna mewujudkan pembangunan ekonomi biru.
"Kejaksaan mendukung Watannas RI dan siap mengawal program hilirisasi produk kelautan dan perikanan di Provinsi Sulawesi Selatan," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan Agus Salim saat pertemuan bersama pejabat Wantannas RI Marsda TNI Heddezu beserta jajarannya di Kantor Kejati Sulsel di Makassar, Rabu.
Ia mengatakan penerapan program hilirisasi nasional pada sektor kelautan dan perikanan menjadi langkah baru dan diharapkan dapat mendorong peningkatan ekonomi di semua sub sektor yang dikembangkan.
Mengenai dukungan Kejati Sulsel untuk menyukseskan program tersebut, kata dia, meliputi lima bidang, yakni Bidang Intelijen, Bidang Tindak Pidana Umum, Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Bidang Tindak Pidana Khusus dan Bidang Tindak Pidana Militer.
Pada Bidang Intelijen, dapat dilakukan pemetaan potensi Ancaman, Gangguan, Hambatan dan Tantangan (AGHT) sebagai bentuk deteksi dan pencegahan dini. Melaksanakan kegiatan intelijen dan atau operasi intelijen, pengamanan atau pendampingan dan melaksanakan program penyuluhan serta penerangan hukum.
Selanjutnya Bidang Tindak Pidana Umum, dapat menugaskan Jaksa dalam melaksanakan tugas secara penuh tanggung jawab, profesional, netral, kompoten, akuntabel dan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku serta tidak mengedepankan ego sektoral.
Meningkatkan koordinasi dengan pemangku kepentingan atau stakeholder baik internal maupun eksternal. Menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Perikanan.
Kemudian, Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Jaksa Pengacara Negara (JPN) dapat memberikan jasa hukum berupa pendapat hukum (legal opinion/LO), pendampingan hukum (legal assistance/LA), audit hukum (legal audit), dan pertimbangan hukum.
Di Bidang Tindak Pidana Khusus, dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan atas penanganan laporan pengaduan dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Contohnya, korupsi suap perizinan ekspor benih lobster, bukan hanya berdampak kerugian negara dan rusaknya moral pengelolaan negara, tapi berdampak kehancuran sumber daya perikanan lobster jangka panjang. Dan di Bidang Pidana Militer. Bidang ini sangat diperlukan untuk menangani perkara koneksitas sebagaimana diatur dalam Pasal 89 KUHAPidana.
Agus menjelaskan bahwa perkara koneksitas adalah tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk dalam lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, Jadi ada warga sipil dan ada anggota TNI yang terlibat secara bersama-sama melakukan tindak pidana.
"Tidak menutup kemungkinan ke depan terdapat perbuatan-perbuatan melawan hukum terkait pengelolaan ekonomi biru yang dilakukan sipil bersama militer maka Bidang Pidana Militer menjadi jembatan untuk menangani perkara koneksitas tersebut," paparnya menegaskan.
Pembangunan Ekonomi Biru merupakan penjabaran dari amanat RPJPN 2005-2025, khususnya mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan berdaulat, maju, dan tangguh melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, serta RPJMN 2020-2024 menekankan pentingnya pengelolaan kelautan dengan baik untuk mencapai agenda pembangunan berkelanjutan.
Kegiatan terkait ekonomi biru, juga mencakup instalasi infrastruktur kabel bawah laut, eksploitasi sumber daya dasar laut dan penambangan di perairan dalam, pemanfaatan sumber daya genetik laut, serta penelitian bioteknologi yang berbasis di laut.
"Kejaksaan mendukung Watannas RI dan siap mengawal program hilirisasi produk kelautan dan perikanan di Provinsi Sulawesi Selatan," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan Agus Salim saat pertemuan bersama pejabat Wantannas RI Marsda TNI Heddezu beserta jajarannya di Kantor Kejati Sulsel di Makassar, Rabu.
Ia mengatakan penerapan program hilirisasi nasional pada sektor kelautan dan perikanan menjadi langkah baru dan diharapkan dapat mendorong peningkatan ekonomi di semua sub sektor yang dikembangkan.
Mengenai dukungan Kejati Sulsel untuk menyukseskan program tersebut, kata dia, meliputi lima bidang, yakni Bidang Intelijen, Bidang Tindak Pidana Umum, Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Bidang Tindak Pidana Khusus dan Bidang Tindak Pidana Militer.
Pada Bidang Intelijen, dapat dilakukan pemetaan potensi Ancaman, Gangguan, Hambatan dan Tantangan (AGHT) sebagai bentuk deteksi dan pencegahan dini. Melaksanakan kegiatan intelijen dan atau operasi intelijen, pengamanan atau pendampingan dan melaksanakan program penyuluhan serta penerangan hukum.
Selanjutnya Bidang Tindak Pidana Umum, dapat menugaskan Jaksa dalam melaksanakan tugas secara penuh tanggung jawab, profesional, netral, kompoten, akuntabel dan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku serta tidak mengedepankan ego sektoral.
Meningkatkan koordinasi dengan pemangku kepentingan atau stakeholder baik internal maupun eksternal. Menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak pidana Perikanan.
Kemudian, Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Jaksa Pengacara Negara (JPN) dapat memberikan jasa hukum berupa pendapat hukum (legal opinion/LO), pendampingan hukum (legal assistance/LA), audit hukum (legal audit), dan pertimbangan hukum.
Di Bidang Tindak Pidana Khusus, dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan atas penanganan laporan pengaduan dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Contohnya, korupsi suap perizinan ekspor benih lobster, bukan hanya berdampak kerugian negara dan rusaknya moral pengelolaan negara, tapi berdampak kehancuran sumber daya perikanan lobster jangka panjang. Dan di Bidang Pidana Militer. Bidang ini sangat diperlukan untuk menangani perkara koneksitas sebagaimana diatur dalam Pasal 89 KUHAPidana.
Agus menjelaskan bahwa perkara koneksitas adalah tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk dalam lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, Jadi ada warga sipil dan ada anggota TNI yang terlibat secara bersama-sama melakukan tindak pidana.
"Tidak menutup kemungkinan ke depan terdapat perbuatan-perbuatan melawan hukum terkait pengelolaan ekonomi biru yang dilakukan sipil bersama militer maka Bidang Pidana Militer menjadi jembatan untuk menangani perkara koneksitas tersebut," paparnya menegaskan.
Pembangunan Ekonomi Biru merupakan penjabaran dari amanat RPJPN 2005-2025, khususnya mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan berdaulat, maju, dan tangguh melalui pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, serta RPJMN 2020-2024 menekankan pentingnya pengelolaan kelautan dengan baik untuk mencapai agenda pembangunan berkelanjutan.
Kegiatan terkait ekonomi biru, juga mencakup instalasi infrastruktur kabel bawah laut, eksploitasi sumber daya dasar laut dan penambangan di perairan dalam, pemanfaatan sumber daya genetik laut, serta penelitian bioteknologi yang berbasis di laut.