Jakarta (ANTARA) - Berbagai perhelatan berstandar internasional kerap diselenggarakan di Jakarta, baik bersifat hiburan menghadirkan artis yang sedang tren di dunia maupun konferensi yang menghadirkan narasumber berstandar internasional, untuk membahas isu-isu terkini yang bersifat global.
Pemerintah Provinsi Jakarta terus menciptakan iklim yang mendukung terselenggaranya kegiatan berstandar internasional. Kegiatan ini sudah barang tentu menciptakan lapangan pekerjaan besar yang pada akhirnya mendorong tumbuhnya ekonomi.
Sektor Meeting, Incentive, Conference, dan Exhibition (MICE) selama ini memang memberikan kontribusi sebesar 30 persen bagi sektor pariwisata per tahun, sedangkan sektor pariwisata sendiri memberikan kontribusi 3,6-3,8 persen terhadap PDB nasional.
Artinya, MICE memiliki peranan penting dalam menyerap lapangan pekerjaan. Sebagai gambaran, konferensi berstandar internasional di JI Expo Kemayoran Jakarta Pusat tentunya membutuhkan pengadaan sistem suara, sistem pencahayaan, interior, penyelenggara acara (event organizer), sewa kursi, katering, suvenir, dan sebagainya.
Belum lagi efek pengganda dari kegiatan ini. Sebagai contoh, katering, tentunya ikut menumbuhkan petani dan peternak. Bahkan, sektor UMKM di sekitar kegiatan juga ikut berkembang, seperti warung makan karena kegiatan itu tentunya menyertakan tenaga kebersihan, satpam, pelayan, dan sebagainya yang tidak mungkin untuk makan dan minumnya bergabung dengan tamu.
Kemudian, juga sektor akomodasi yang akan menampung para pembicara dan peserta asing dan jasa transportasi untuk membawa mereka berpergian. Lantas, sebelum kembali ke negara masing-masing, biasanya para tamu ini berbelanja suvenir atau cenderamata, sehingga kegiatan MICE ini memang membuat berbagai sektor bergerak, yang pada akhirnya memberikan kontribusi luar biasa terhadap ekonomi.
Sektor MICE ini merebak bak jamur di musim hujan, usai pandemi COVID-19. Seperti diketahui, saat pandemi, sektor ini yang paling merasakan imbasnya. Meski dimungkinkan untuk kegiatan secara online, namun tidak memberikan dampak ekonomi yang signifikan dibandingkan kalau diselenggarakan secara langsung (offline). Bahkan, pada 2021, pasca-pandemi, sektor ini langsung melesat di atas 20 persen, yang tentunya disambut para penyelenggara MICE dengan suka cita.
Potensi MICE yang begitu besar, tidak hanya pemerintah saja yang berkepentingan, sektor swasta juga tidak mau kalah ingin ikut menjadi motor penggerak. Beberapa kegiatan, bahkan hasil kolaborasi pemerintah dengan swasta, seperti perhelatan rutin pameran mobil yang tidak hanya memberikan dampak bagi industri, tetapi juga sektor lain ikut merasakan "kue" dari perhelatan tersebut.
Seperti di salah satu lokasi pameran terbesar Indonesia di Kabupaten Tangerang, yang kerap menjadi perhelatan akbar bersifat internasional. Siapa sangka di tengah kafe dan restoran berstandar internasional yang ada di atas, terdapat pengusaha UMKM yang ada di bagian bawah gedung yang ikut mendulang keuntungan.
Betul, di bagian bawah terdapat warung-warung makan dengan aneka makanan dan minuman dengan harga terjangkau. Sasarannya tentunya peserta pameran yang tidak mungkin terus menerus makan di restoran atau kafe, petugas keamanan, petugas kebersihan, sopir, bahkan kru media.
Omzet dari seorang pedagang bisa di atas Rp10 juta per hari kalau sedang ada kegiatan, sehingga tidak mengherankan banyak dari pemilik warung yang berlokasi di basemen gedung sudah punya mobil dan rumah yang dibiayai dari jerih payah berjualan makanan dan minuman.
Mengenalkan
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Vinsensius Jemadu mengatakan dalam penyelenggaraan MICE tidak hanya mendorong ekonomi, tetapi yang lebih penting lagi adalah mengenalkan provinsi, kabupaten/ kota, dimana kegiatan itu berlangsung.
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Vinsensius Jemadu. ANTARA/ Ganet Dirgantoro
Dengan demikian, apabila Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin menjadi kota global, setelah tidak lagi berpredikat sebagai ibu kota, maka yang harus dilakukan adalah mengenalkan kepada semua negara di dunia bahwasanya Jakarta cocok untuk menyandang predikat tersebut.
Dengan memperbanyak kegiatan (event) bersifat global, baik konferensi, pameran, rapat, dan kunjungan bisnis, maka akan membuat Jakarta dikenal sebagai lokasi yang memiliki standar internasional karena kesanggupan dan keberhasilannya menyelenggarakan kegiatan semacam itu.
Jangan khawatir, kalau pameran tersebut hanya menyajikan produk-produk impor (bukan dari Indonesia) yang tujuannya mencari mitra bisnis. Justru ajang tersebut bisa terselenggara, artinya produsen atau pengusaha di luar negeri percaya bahwasanya Jakarta adalah tempat yang aman, transportasi banyak tersedia, hotel memenuhi syarat, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, pola pikirnya yang diubah. Jangan beranggapan, dengan adanya pameran impor atau produk asal luar negeri akan membuat Indonesia kebanjiran produk asing. Justru kehadiran para pebisnis di Jakarta menunjukkan kepercayaan atas kota itu sudah setara dengan kota global lain di dunia.
Singapura menjadi contoh sebagai kota global yang diminati negara-negara lain untuk berbisnis. Singapura tidak punya sumber daya alam, tetapi bisa menghadirkan perusahaan-perusahaan raksasa untuk membuka cabang di negara itu. Hal tersebut karena negara itu dikenal memiliki infrastruktur yang sudah berstandar global. Hal ini juga ditandai dengan banyaknya ajang internasional yang diselenggarakan di negara itu.
Belajar dari Singapura, kegiatan MICE yang berskala internasional bisa menjadi gerbang bagi Jakarta untuk menjadi kota global. Kegiatan ini bisa menjadi pemanis bagi investor untuk masuk menanamkan modalnya ke Jakarta.
Bagi pemerintah, untuk mewujudkan Jakarta sebagai lokasi MICE bertaraf internasional, maka sejak saat ini sudah mulai memosisikan dan melakukan perubahan merek (rebranding) karena siap atau tidak siap, dalam waktu dua tahun lagi ibu kota akan segera pindah.
Citra harus segera diubah apabila ingin menjadikan Jakarta sebagai kota bisnis dan industri. Lewat kegiatan MICE berskala internasional, membuat Indonesia dikenal di mata dunia yang akhirnya menumbuhkan aktivitas bisnis dan industri.
Tiru
Sepatutnya banyak keuntungan yang bisa didulang dengan banyaknya kegiatan berstandar internasional yang diselenggarakan di Jakarta. Selain citra dan MICE, sebenarnya masih ada hal penting lagi yang bisa dimanfaatkan bagi pengusaha Indonesia.
Sebagai contoh, pameran, meskipun di dalamnya minim pengusaha Indonesia yang terlibat, seharusnya ini menjadi momentum untuk mempelajari inovasi dan teknologi agar bisa diadopsi di dalam negeri. Mungkin, sebagai langkah awal bisa menjadi mitra, tetapi setelah menguasai, segera bisa mandiri.
Pemerintah sendiri mengenalkan kepada pelaku usaha mengenai prinsip ATM yang merupakan singkatan dari "amati, tiru, dan modifikasi". Tujuannya agar kita tidak hanya menjadi pasar dari negara lain, tetapi dengan kemandirian bisa menghasilkan sesuatu yang tidak kalah dengan pesaing.
Dengan demikian, setiap penyelenggaraan pameran atau ekspo tidak sekadar transaksi bisnis, tetapi juga memberikan inspirasi bagi peserta untuk lebih kreatif, kolaboratif, dan inovatif.
Kekayaan budaya dan seni di dalam negeri seharusnya bisa menjadi keunggulan. Tatkala banyak bertebaran karakter (tokoh) fiksi yang mendunia sehingga kerap dipakai untuk alat tulis, fesyen, interior, dan sebagainya, seharusnya dengan kreativitas, masyarakat juga bisa menciptakan karakter Indonesia yang bisa mendunia.
Kuncinya ya itu, ATM. Memang bukan perkara mudah agar bisa mencapai standar internasional, namun percayalah, pemerintah memiliki perangkat yang siap untuk membantu pelaku usaha yang kreatif agar bisa berkiprah di luar negeri.
Pemerintah Provinsi Jakarta terus menciptakan iklim yang mendukung terselenggaranya kegiatan berstandar internasional. Kegiatan ini sudah barang tentu menciptakan lapangan pekerjaan besar yang pada akhirnya mendorong tumbuhnya ekonomi.
Sektor Meeting, Incentive, Conference, dan Exhibition (MICE) selama ini memang memberikan kontribusi sebesar 30 persen bagi sektor pariwisata per tahun, sedangkan sektor pariwisata sendiri memberikan kontribusi 3,6-3,8 persen terhadap PDB nasional.
Artinya, MICE memiliki peranan penting dalam menyerap lapangan pekerjaan. Sebagai gambaran, konferensi berstandar internasional di JI Expo Kemayoran Jakarta Pusat tentunya membutuhkan pengadaan sistem suara, sistem pencahayaan, interior, penyelenggara acara (event organizer), sewa kursi, katering, suvenir, dan sebagainya.
Belum lagi efek pengganda dari kegiatan ini. Sebagai contoh, katering, tentunya ikut menumbuhkan petani dan peternak. Bahkan, sektor UMKM di sekitar kegiatan juga ikut berkembang, seperti warung makan karena kegiatan itu tentunya menyertakan tenaga kebersihan, satpam, pelayan, dan sebagainya yang tidak mungkin untuk makan dan minumnya bergabung dengan tamu.
Kemudian, juga sektor akomodasi yang akan menampung para pembicara dan peserta asing dan jasa transportasi untuk membawa mereka berpergian. Lantas, sebelum kembali ke negara masing-masing, biasanya para tamu ini berbelanja suvenir atau cenderamata, sehingga kegiatan MICE ini memang membuat berbagai sektor bergerak, yang pada akhirnya memberikan kontribusi luar biasa terhadap ekonomi.
Sektor MICE ini merebak bak jamur di musim hujan, usai pandemi COVID-19. Seperti diketahui, saat pandemi, sektor ini yang paling merasakan imbasnya. Meski dimungkinkan untuk kegiatan secara online, namun tidak memberikan dampak ekonomi yang signifikan dibandingkan kalau diselenggarakan secara langsung (offline). Bahkan, pada 2021, pasca-pandemi, sektor ini langsung melesat di atas 20 persen, yang tentunya disambut para penyelenggara MICE dengan suka cita.
Potensi MICE yang begitu besar, tidak hanya pemerintah saja yang berkepentingan, sektor swasta juga tidak mau kalah ingin ikut menjadi motor penggerak. Beberapa kegiatan, bahkan hasil kolaborasi pemerintah dengan swasta, seperti perhelatan rutin pameran mobil yang tidak hanya memberikan dampak bagi industri, tetapi juga sektor lain ikut merasakan "kue" dari perhelatan tersebut.
Seperti di salah satu lokasi pameran terbesar Indonesia di Kabupaten Tangerang, yang kerap menjadi perhelatan akbar bersifat internasional. Siapa sangka di tengah kafe dan restoran berstandar internasional yang ada di atas, terdapat pengusaha UMKM yang ada di bagian bawah gedung yang ikut mendulang keuntungan.
Betul, di bagian bawah terdapat warung-warung makan dengan aneka makanan dan minuman dengan harga terjangkau. Sasarannya tentunya peserta pameran yang tidak mungkin terus menerus makan di restoran atau kafe, petugas keamanan, petugas kebersihan, sopir, bahkan kru media.
Omzet dari seorang pedagang bisa di atas Rp10 juta per hari kalau sedang ada kegiatan, sehingga tidak mengherankan banyak dari pemilik warung yang berlokasi di basemen gedung sudah punya mobil dan rumah yang dibiayai dari jerih payah berjualan makanan dan minuman.
Mengenalkan
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Vinsensius Jemadu mengatakan dalam penyelenggaraan MICE tidak hanya mendorong ekonomi, tetapi yang lebih penting lagi adalah mengenalkan provinsi, kabupaten/ kota, dimana kegiatan itu berlangsung.
Dengan demikian, apabila Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin menjadi kota global, setelah tidak lagi berpredikat sebagai ibu kota, maka yang harus dilakukan adalah mengenalkan kepada semua negara di dunia bahwasanya Jakarta cocok untuk menyandang predikat tersebut.
Dengan memperbanyak kegiatan (event) bersifat global, baik konferensi, pameran, rapat, dan kunjungan bisnis, maka akan membuat Jakarta dikenal sebagai lokasi yang memiliki standar internasional karena kesanggupan dan keberhasilannya menyelenggarakan kegiatan semacam itu.
Jangan khawatir, kalau pameran tersebut hanya menyajikan produk-produk impor (bukan dari Indonesia) yang tujuannya mencari mitra bisnis. Justru ajang tersebut bisa terselenggara, artinya produsen atau pengusaha di luar negeri percaya bahwasanya Jakarta adalah tempat yang aman, transportasi banyak tersedia, hotel memenuhi syarat, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, pola pikirnya yang diubah. Jangan beranggapan, dengan adanya pameran impor atau produk asal luar negeri akan membuat Indonesia kebanjiran produk asing. Justru kehadiran para pebisnis di Jakarta menunjukkan kepercayaan atas kota itu sudah setara dengan kota global lain di dunia.
Singapura menjadi contoh sebagai kota global yang diminati negara-negara lain untuk berbisnis. Singapura tidak punya sumber daya alam, tetapi bisa menghadirkan perusahaan-perusahaan raksasa untuk membuka cabang di negara itu. Hal tersebut karena negara itu dikenal memiliki infrastruktur yang sudah berstandar global. Hal ini juga ditandai dengan banyaknya ajang internasional yang diselenggarakan di negara itu.
Belajar dari Singapura, kegiatan MICE yang berskala internasional bisa menjadi gerbang bagi Jakarta untuk menjadi kota global. Kegiatan ini bisa menjadi pemanis bagi investor untuk masuk menanamkan modalnya ke Jakarta.
Bagi pemerintah, untuk mewujudkan Jakarta sebagai lokasi MICE bertaraf internasional, maka sejak saat ini sudah mulai memosisikan dan melakukan perubahan merek (rebranding) karena siap atau tidak siap, dalam waktu dua tahun lagi ibu kota akan segera pindah.
Citra harus segera diubah apabila ingin menjadikan Jakarta sebagai kota bisnis dan industri. Lewat kegiatan MICE berskala internasional, membuat Indonesia dikenal di mata dunia yang akhirnya menumbuhkan aktivitas bisnis dan industri.
Tiru
Sepatutnya banyak keuntungan yang bisa didulang dengan banyaknya kegiatan berstandar internasional yang diselenggarakan di Jakarta. Selain citra dan MICE, sebenarnya masih ada hal penting lagi yang bisa dimanfaatkan bagi pengusaha Indonesia.
Sebagai contoh, pameran, meskipun di dalamnya minim pengusaha Indonesia yang terlibat, seharusnya ini menjadi momentum untuk mempelajari inovasi dan teknologi agar bisa diadopsi di dalam negeri. Mungkin, sebagai langkah awal bisa menjadi mitra, tetapi setelah menguasai, segera bisa mandiri.
Pemerintah sendiri mengenalkan kepada pelaku usaha mengenai prinsip ATM yang merupakan singkatan dari "amati, tiru, dan modifikasi". Tujuannya agar kita tidak hanya menjadi pasar dari negara lain, tetapi dengan kemandirian bisa menghasilkan sesuatu yang tidak kalah dengan pesaing.
Dengan demikian, setiap penyelenggaraan pameran atau ekspo tidak sekadar transaksi bisnis, tetapi juga memberikan inspirasi bagi peserta untuk lebih kreatif, kolaboratif, dan inovatif.
Kekayaan budaya dan seni di dalam negeri seharusnya bisa menjadi keunggulan. Tatkala banyak bertebaran karakter (tokoh) fiksi yang mendunia sehingga kerap dipakai untuk alat tulis, fesyen, interior, dan sebagainya, seharusnya dengan kreativitas, masyarakat juga bisa menciptakan karakter Indonesia yang bisa mendunia.
Kuncinya ya itu, ATM. Memang bukan perkara mudah agar bisa mencapai standar internasional, namun percayalah, pemerintah memiliki perangkat yang siap untuk membantu pelaku usaha yang kreatif agar bisa berkiprah di luar negeri.