Makassar (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Selatan terus berkomitmen untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana kekeringan di wilayah itu.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Sulsel Amson Padolo di Makassar, Kamis, mengatakan pihaknya menggelar diskusi publik dan lokakarya yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam rangka penyusunan Dokumen Rencana Kontingensi (Renkon) Bencana Kekeringan Tahun 2024-2027.
Ia menjelaskan Renkon merupakan bagian dari konsep manajemen resiko bencana sebagai upaya mitigasi berupa dokumen rencana penanggulangan kedaruratan bencana.
"Renkon merupakan upaya sistematis yang dimaksudkan sebagai penyiapan landasan operasional, strategi, dan pedoman dalam melakukan penanganan kondisi darurat bencana kekeringan yang melibatkan pemangku kebijakan, sehingga lebih terkoordinasi dan terpadu sesuai syarat, kriteria, dan aturan yang telah ditetapkan," ujarnya.
Ia menambahkan dokumen Renkon penting untuk disusun, khususnya di Provinsi Sulsel sebagai bentuk kesiapsiagaan, karena wilayah ini mempunyai potensi bencana yang besar dan beragam.
Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2023 yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Provinsi Sulsel memiliki kelas risiko tinggi dengan nilai 144,47 dengan ancaman bencana gempa, banjir, banjir bandang, tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, gelombang ekstrem, dan abrasi.
"Dengan adanya dokumen Renkon yang telah kita susun bersama diharapkan apabila terjadi tanggap darurat bencana, seluruh komponen yang telah menandatangani komitmen dokumen Renkon akan mengerahkan sumber daya, logistik, dan peralatan dalam penanganan bencana yang terjadi," tambahnya.
Ia berharap dengan keterlibatan aktif unsur-unsur pentahelix kebencanaan dalam kegiatan tersebut, dapat dihasilkan output berupa pengorganisasian kebijakan dan strategi yang efektif, baik dalam aspek teknis maupun non-teknis.
Hal ini mencakup kapasitas atau daya dukung, serta sumber daya yang dimiliki oleh unsur-unsur pentahelix kebencanaan tersebut, sehingga kebijakan dan strategi tersebut dapat diterapkan secara efektif dan efisien dalam menghadapi situasi darurat bencana kekeringan.
"Jadi, besar harapan saya kepada peserta dapat mengikuti secara serius dan berperan aktif dalam kegiatan ini. Berikan masukan dan data, serta sharing ilmu sebanyak-banyaknya untuk memperkaya khazanah dokumen Renkon bencana kekeringan yang akan kita susun, sehingga menghasilkan dokumen yang baik," ucapnya.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini menghadirkan narasumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Selain itu, Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Sulsel, Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel, serta akademisi dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Sulsel Amson Padolo di Makassar, Kamis, mengatakan pihaknya menggelar diskusi publik dan lokakarya yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam rangka penyusunan Dokumen Rencana Kontingensi (Renkon) Bencana Kekeringan Tahun 2024-2027.
Ia menjelaskan Renkon merupakan bagian dari konsep manajemen resiko bencana sebagai upaya mitigasi berupa dokumen rencana penanggulangan kedaruratan bencana.
"Renkon merupakan upaya sistematis yang dimaksudkan sebagai penyiapan landasan operasional, strategi, dan pedoman dalam melakukan penanganan kondisi darurat bencana kekeringan yang melibatkan pemangku kebijakan, sehingga lebih terkoordinasi dan terpadu sesuai syarat, kriteria, dan aturan yang telah ditetapkan," ujarnya.
Ia menambahkan dokumen Renkon penting untuk disusun, khususnya di Provinsi Sulsel sebagai bentuk kesiapsiagaan, karena wilayah ini mempunyai potensi bencana yang besar dan beragam.
Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2023 yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Provinsi Sulsel memiliki kelas risiko tinggi dengan nilai 144,47 dengan ancaman bencana gempa, banjir, banjir bandang, tanah longsor, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, gelombang ekstrem, dan abrasi.
"Dengan adanya dokumen Renkon yang telah kita susun bersama diharapkan apabila terjadi tanggap darurat bencana, seluruh komponen yang telah menandatangani komitmen dokumen Renkon akan mengerahkan sumber daya, logistik, dan peralatan dalam penanganan bencana yang terjadi," tambahnya.
Ia berharap dengan keterlibatan aktif unsur-unsur pentahelix kebencanaan dalam kegiatan tersebut, dapat dihasilkan output berupa pengorganisasian kebijakan dan strategi yang efektif, baik dalam aspek teknis maupun non-teknis.
Hal ini mencakup kapasitas atau daya dukung, serta sumber daya yang dimiliki oleh unsur-unsur pentahelix kebencanaan tersebut, sehingga kebijakan dan strategi tersebut dapat diterapkan secara efektif dan efisien dalam menghadapi situasi darurat bencana kekeringan.
"Jadi, besar harapan saya kepada peserta dapat mengikuti secara serius dan berperan aktif dalam kegiatan ini. Berikan masukan dan data, serta sharing ilmu sebanyak-banyaknya untuk memperkaya khazanah dokumen Renkon bencana kekeringan yang akan kita susun, sehingga menghasilkan dokumen yang baik," ucapnya.
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari ini menghadirkan narasumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Selain itu, Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Sulsel, Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sulsel, serta akademisi dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.