Makassar (ANTARA Sulsel) - Jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus dana Bantuan Sosial (Bansos) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan senilai Rp8,8 miliar menyebut jika pledoi (pembelaan) terdakwa Andi Muallim itu tidak berdasar hukum.

"Pledoi yang dibacakan oleh kuasa hukum dari terdakwa pekan lalu itu tidak berdasar hukum dan justru jika replik atau tanggapan dari kami itu sudah sangat jelas mempunyai nilai positif," ujar Jaksa Greafik Loserte didampingi Muh Yusuf di Makassar, Senin.

Pada persidangan yang digelar di ruang sidang Sultan Hasanuddin atau ruang sidang Utama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar, yang diketuai oleh M Damis didampingi oleh Frangki Tambuwun dan Rostansar, jaksa secara bergantian membacakan tanggapan atas pledoi kuasa hukum terdakwa, Tajuddin Rahman.

Dalam membacakan repliknya, jaksa Greafik mengatakan bahwa nota pembelaan yang diajukan oleh Penasehat Hukum (PH) terdakwa merupakan alat uji dakawaan dan tuntutan jaksa.

Bahkan dengan adanya pledoi yang diajukan oleh pihak Muallim, justru menyakinkan jaksa bahwa dakwaan dan tuntutannya sudah sesuai dengan azas dan ketentuan hukum.

"Tuntutan jaksa sudah menyentuh aspek kebenaran dan keadlilan dengan berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap pada persidangan. Tuntutan jaksa sudah berdasarkan alat bukti berupa keterangan saksi, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa pada persidangan," ujar Greafik.

Greafik menerangkan, perbuatan terdakwa yang mengakibatkan pengeluaran beban keuangan daerah pada lingkup sekretariat daerah adalah menandatangani kwitansi pembayaran serta surat perintah membayar (SPM) yang menjadi syarat formil pencairan uang daerah kepada pihak pengaju.

Dengan adanya hal itu, pembayaran dilakukan oleh bendahara pengeluaran yang selanjutnya berakibat pembayaran tersebut telah diterima oleh lembaga, ormas dan yayasan yang tidak jelas keberadaannya atau fiktif.

Adapun penyalahgunaan wewenang yang dilakukan terdakwa menurut jaksa, perbuatan yang dilakukan dengan cara melakukan pembayaran bansos terhadap 202 proposal lembaga yang tidak terdaftar di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) dengan nilai Rp8,8 miliar lebih.

Sebelumnya, dalam kasus itu juga, Sekprov Andi Muallim ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Sulsel karena dianggap bersama-sama dengan Bendahara Pengeluaran Anwar Beddu yang telah divonis dua tahun penjara itu melakukan upaya melawan hukum dengan cara memperkaya orang lain maupun korporasi.

Penetapan Muallim yang merupakan pamong senior di Sulawesi Selatan bertindak selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dinilainya turut bertanggungjawab dalam setiap pencairan anggaran dana Bansos yang telah merugikan negara itu.

Sejak kasus ini bergulir di kejaksaan, Anwar Beddu dan Andi Muallim dinilainya telah memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi yang diperkuat dalam fakta-fakta penyidikan maupun persidangan.

Peranan Muallim yang sebagai kuasa pengguna anggaran itu terbukti telah menyetujui setiap pencairan maupun pemberian dana bantuan sosial kepada lembaga penerima diaman lembaga penerima itu tidak berbadan hukum alias fiktif.

Persetujuan pemberian dana bansos kepada setiap penerima itu dilakukan tanpa didasari verifikasi terhadap 202 lembaga penerima guna memastikan kebenaran dan keberadaan lembaga penerima tersebut.

Andi Muallim yang telah menyetujui semua lembaga penerima itu kemudian langsung diteruskan kepada bendahara dengan mengeluarkan dana bansos tersebut.

Bendahara sendiri saat mencairkan dan menyerahkan kepada 202 lembaga penerima itu dinilai lalai karena tidak melakukan penelitian dan pemeriksaan sehingga merugikan keuangan negara. Agus Setiawan

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor :
Copyright © ANTARA 2024