Makassar (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Agus Salim menginisiasi pembentukan Satuan Tugas Percepatan Investasi tingkat kabupaten/kota guna mengurai hambatan investasi, seperti birokrasi berbelit-belit, ego sektoral antarinstansi, tumpang tindih lahan, dan masalah mafia tanah.

"Dengan gagasan ini, saya mencoba meyakinkan Pemerintah Provinsi Sulsel untuk mendorong investasi agar tantangan ini bisa kita terobos," tutur Kajati saat kegiatan bincang-bincang "Jaksa Menyapa" dalam rangkaian Hari Bakti Adhyaksa 2025 yang disiarkan langsung RRI di Kantor Kejati Sulsel, Makassar, Selasa.

Menurut Kajati, tantangan Kejati Sulsel dalam memberikan kepastian hukum masih terkendala karena Satgas Percepatan Investasi yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden hanya ada di tingkat pusat dan belum menjangkau daerah.

Oleh karena itu, Agus berinisiatif membentuk satgas serupa di daerah demi memberikan kepastian hukum bagi investor agar dapat menanamkan investasinya secara aman dengan harapan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Sulsel.

Terkait gagasan presiden untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen di Sulsel, dia mengatakan sejauh ini masih menghadapi beberapa kendala, terutama kepastian hukum bagi para investor.

"Para investor, baik di pusat maupun daerah, tentu membutuhkan kepastian hukum agar pelaku usaha memiliki jaminan. Maka kami mendorong investasi itu untuk memicu pertumbuhan ekonomi," katanya lagi.

Mengenai cara kerja Satgas Percepatan Investasi, tutur Agus, bahwa satgas ini berupaya mempersingkat birokrasi dengan tagline one stop solution atau solusi yang menyediakan semua kebutuhan dalam satu tempat atau satu titik akses

Ia mencontohkan penanganan proyek pembangunan Bendungan Jenelata sebelumnya terkendala pembebasan lahan. Namun setelah Satgas turun tangan, progres pengerjaan proyek meningkat signifikan dari 3 persen menjadi 14 persen.

Dalam bincang tersebut, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang Suryadarma Hasyim membenarkan kinerja Satgas Percepatan Investasi sangat membantu dan berperan besar pada proyek tersebut.

Suryadarma mengemukakan perjuangan pembangunan Bendungan Jenelata senilai Rp4,1 triliun lebih itu mengalami hambatan masalah pembebasan lahan, termasuk lahan kawasan hutan dan tumpang tindih kepemilikan.

"Setelah bertemu dengan Pak Kajati Sulsel, kami berkoordinasi terkait penyelesaian masalah lahan. Dari sini dibuat sebuah langkah terobosan dengan melibatkan Pemprov Sulsel, BPN, dan instansi lainnya," katanya.

Melalui pendampingan dari Kejaksaan, ATR/BPN lebih berani melakukan pembebasan lahan karena telah mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum karena sudah jelas arahannya. Ia mencontohkan, kasus lahan PTPN diklaim masyarakat pada proyek Bendungan Jenelata, berhasil diselesaikan setelah dilakukan mediasi.

"Terus terang, saya sekarang merasa optimis dengan adanya satgas ini untuk mempercepat proses penyelesaian Bendungan Jenelata. Kami berharap target selesai pada Juni 2028 bisa kita selesaikan pembangunan bendungan itu," katanya.


Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2025