Makassar (ANTARA) - Seorang tersangka inisial MI alias Kibal (25) akhirnya mendapat pengampunan hukuman melalui proses Restoratif Justice (RJ) atau keadilan restoratif usai mencuri sapi pamannya T alias Papa Rahim, di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
"Dengan adanya perdamaian diharapkan bisa memulihkan keadaan jadi seperti semula. Hal ini telah memenuhi ketentuan Perja (peraturan jaksa) nomor 15. Atas nama pimpinan, kami menyetujui permohonan RJ yang diajukan," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Didik Farkhan Alisyah di di Makassar, Selasa.
Usulan penghentian penuntutan dalam perkara ini diajukan Kepala Kejaksaan Negeri Enrekang Andi Fajar Anugrah Setiawan saat ekspos perkara RJ secara virtual dihadiri Kejati Sulsel, Wakajati Sulsel Prihatin, Aspidum Teguh Suhendro, Koordinator Koko Erwinto Danarko dan jajaran Pidum.
Persetujuan permohonan RJ tersebut dengan pertimbangan bahwa penyelesaian melalui perdamaian akan memulihkan kembali hubungan kekeluargaan yang sempat terpecah.
Kajati Didik menegaskan, kepada jajaran Kejari Enrekang segera menyelesaikan seluruh administrasi perkara dan membebaskan tersangka. Selain itu, penyelesaian perkara ini tanpa transaksional sebagai bentuk menjaga integritas proses penerapan RJ.
"Saya berharap penyelesaian perkara zero transaksional untuk menjaga kepercayaan pimpinan dan publik," papar mantan Kepala Kejaksaan Negeri Kota Surabaya ini menekankan.
Peristiwa pencurian hewan ternak tersebut terjadi pada Kamis, 11 September 2025, sekitar pukul 00.30 WITA. Tersangka MI merupakan keponakan korban yang dipercayakan membantu memberi makan sapi milik pamannya.
Namun belakangan, terlintas niat dipikirannya untuk mencuri sapi itu agar bisa memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Tersangka kemudian melepaskan ikatan sapi milik pamannya berada di area kebun.
Ia kemudian menariknya, lalu memindahkannya ke tempat persembunyian untuk diamankan sementara. Rencananya, sapi pamannya ini akan dijual seharga Rp12 juta.
Apes, saat tersangka mengecek posisi sapi yang disembunyikan itu, hewan ternak ini sudah tidak berada di tempatnya. Perbuatannya terbongkar setelah dipanggil di kantor desa untuk memberi klarifikasi.
Akhirnya, ia mengakui perbuatannya setelah salah seorang saksi mata sempat melihatnya menarik dan mengikat sapi tersebut di tempat persembunyiannya.
Penghentian penuntutan melalui Keadilan Restoratif disetujui setelah dipastikan terpenuhinya syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020.
Yakni, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Telah terjadi perdamaian antara tersangka dan korban yang diinisiasi oleh keluarga korban tanpa adanya kerugian material yang belum dipulihkan serta ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun.

