Makassar (ANTARA) - Rencana pembangunan Markas Batalyon TNI AD yang masuk wilayah konsesi tambang PT Vale Indonesia mendapat respons dari petani merica yang mengelola kebun lada di Blok Tanamalia PT Vale Indonesia di Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

"Kami tidak diberi tahu, tidak ada juga sosialisasi atau pemberitahuan akan dibangun Markas Batalyon TNI di lokasi. Warga menolak itu. Kami sudah menyampaikan ke bupati. Katanya milik Pemda, bukan tanah masyarakat," ujar Muhammad Risal perwakilan warga saat konferensi pers melalui virtual, Selasa.

Masyarakat merasa khawatir apakah nanti setelah pembangunan Markas Batalyon itu mereka akan tergusur, atau ada pemberian ganti rugi, maupun dispensasi lahan perkebunannya, tetapi belum diketahui ujungnya.

Warga lainnya, Radit menyebutkan pihak terkait sudah memasang spanduk rencana area pembangunan markas batalyon tersebut, namun dilepaskan warga karena tidak ada pemberitahuan di awal. Rencananya, area batalyon ini meliputi wilayah Desa Mahalona, dan Rante Angin di Kecamatan Towuti.

"Kami menolak pemasangan baliho itu karena di tengah kebun merica yang sudah siap panen. Belum ada keterangan resmi dari perangkat dusun dan desa," katanya menuturkan.

Sementara itu, Kepala Divisi Hukum dan Politik Hijau Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel Arfandi Anas dalam konferensi pers tersebut menyampaikan, ada dugaan intimidasi warga setempat yang memberikan lahan konsesi dengan memperbolehkan TNI membangun markas batalyonnya.

Kendati revisi Undang-undang TNI yang baru, mengatur kewenangannya untuk diperbantukan atas kepentingan pembangunan negara, salah satunya memperluas 100 Batalyon di seluruh Indonesia, ungkap dia, diharapkan tidak menyeret dan membenturkan tugasnya sebagai pertahanan keamanan negara dengan masyarakat.

"Kami menyayangkan bila rencana itu berjalan. Alasannya, konflik antara warga dengan pihak perusahaan tambang ini masih berlangsung. Kami berharap, jangan menjadikan alat negara sebagai bentuk intimidasi dalam konflik tersebut," tuturnya.

Tangkapan layar - Lokasi persiapan rencana pembangunan Markas Batalyon TNI-AD di wilayah konsesi PT Vale Indonesia di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, saat konferensi pers melalui virtual, Selasa (18/11/2025). ANTARA/HO-Dok Walhi Sulsel/Darwin Fatir.

Direktur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin menambahkan, rencana pembangunan Markas Batalyon TNI AD di lokasi dimaksud dinilai belum pas, karena tidak ada ancaman stabilitas keamanan negara maupun potensi terorisme.

Pihaknya sebagai organisasi pendampingan warga mengharapkan agar rencana tersebut dihentikan atau ditinjau ulang. Selain itu, lokasi perkebunan lada warga perlu pengakuan dari negara, sebab mereka turut membayar pajak serta menggerakkan ekonomi pedesaan.

"Kami mendorong agar penyelesaian konflik yang ada diselesaikan, bukan menambah persoalan baru. Satu-satunya jalan menyelesaikan masalah ini dengan memberikan kepastian hukum, pengakuan pengelolaan lahan kepada masyarakat," paparnya menyarankan.

Selain itu, upaya dilakukan berkaitan dengan rencana pembangunan markas TNI di lokasi tersebut, kata Amin, akan menyurati Panglima TNI termasuk Pangdam XIV Hasanuddin berkaitan permasalahan yang ada. Sebab, status lahan hutan lindung izin dimiliki Kementerian Kehutanan, dan bukan milik Pemda.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XIV/Hasanuddin Kolonel Kav Budi Wirman mengatakan, berkaitan rencana pembangunan Batalyon TNI di lokasi tersebut, pihaknya masih mencari informasi berkaitan hal itu. "Bentar, saya konfirmasi ke bagian terkait dulu," katanya singkat.

 


Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Riski Maruto
Copyright © ANTARA 2025