Makassar (ANTARA) - Organisasi masyarakat sipil Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Selatan menilai kebocoran pipa minyak PT Vale Indonesia yang mengakibatkan pencemaran lingkungan luar biasa pada area irigasi, sungai dan sawah di lima desa di Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, patut diproses hukum.
"Ini adalah pencemaran lingkungan luar biasa dengan kategori pelanggaran berat dan patut diproses hukum. Pemerintah harus berani dan serius, tidak pandang bulu terhadap perusahaan melakukan pencemaran lingkungan, itu harus diberi sanksi," ujar Direktur Eksekutif Walhi Sulsel Al Amin saat konferensi pers di Makassar, Selasa.
Kebocoran pipa minyak tersebut, kata dia, tidak bisa dianggap sebagai kelalaian biasa, tapi kelalaian luar biasa. Sebab, kejadian ini memiliki konsekwensi hukum pidana hingga perdata. Dampaknya dirasakan langsung masyarakat, terlebih pihak perusahaan telah mengakuinya.
Amin menekankan, pemerintah tidak perlu ragu-ragu menjatuhkan sanksi keras kepada PT Vale Indonesia, seperti pencabutan izin lingkungan, serta pencabutan sertifikat atau Proper Hijau kepada perusahaan pertambangan tersebut atas kasus itu.
Selama ini PT Vale setiap tahun mendapatkan penghargaan Proper Hijau atau Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena kinerja lingkungannya melampaui standar kepatutan.
"Bisa dibayangkan dampaknya, sungai yang selama ini digunakan masyarakat serta lahan persawahan menjadi sumber kehidupan tercemar," ungkap dia.
Amin mengemukakan, permintaan maaf dilayangkan manajemen PT Vale Indonesia kepada masyarakat termasuk mengganti kerugiannya lantas dianggap masalah selesai, menurut dia, tidak seperti itu. "Negara ini negara hukum. Semua harus diproses secara hukum," paparnya menegaskan.
Amin mengungkapkan, ketika rakyat memperjuangkan hak-haknya dengan melakukan aksi untuk melindungi sumber penghidupan, namun dengan mudah dipatahkan aparat. Di sisi lain ketika perusahaan melanggar, tidak ada tindakan tegas apalagi pemberian saksi berat.
"Tidak ada ampun bagi PT Vale Indonesia, harus disanksi oleh negara secara keras. Merujuk Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 dan Undang-Undang Cipta Kerja klaster lingkungan, maka seharusnya perusahaan ini dijatuhi sanksi lebih berat," tegasnya.
"Kami juga meminta dan mendesak secara tegas kepada Kementerian LKH, Gakkum KLHK, dan Polri untuk menindak tegas PT Vale Indonesia yang sudah nyata melakukan pencemaran lingkungan dan mencemari aset masyarakat," ucapnya menekankan.
Tanggapan PT Vale Indonesia
Sebelumnya, Head of External Relations PT Vale Indonesia Endra Kusuma melalui siaran persnya, membenarkan insiden kebocoran pipa minyak di Desa Lioka, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur terjadi pada Sabtu, 23 Agustus 2025.
Sejak pagi, pihaknya mengaktifkan prosedur tanggap darurat dan menurunkan Emergency Response Group (ERG) ke lokasi serta berkoordinasi dengan Pemerintah Kecamatan Towuti, BPBD, DLH Luwu Timur, aparat kepolisian, dan TNI.
"Kami melihat kekuatan luar biasa ketika pemerintah, PT Vale dan pemangku kepentingan bekerja sebagai satu tim. Tindakan teknis di lapangan hingga dukungan ibu-ibu memanfaatkan dapur memasak untuk petugas dan relawan di lapangan. Hal ini adalah bagian dari energi pemulihan,” ujarnya.

