Makassar (ANTARA Sulsel) - Rapat tentang Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Hutan Rakyat di Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Senin, berlangsung alot.
Ketua DPRD Sulsel HM Roem beberapa kali memberikan kesempatan kepada anggota untuk menjelaskan pandangan terkait Ranperda tersebut dari tiap fraksi namun selalu diinterupsi oleh anggota dewan lainnya.
Padahal agenda rapat tersebut terjadwal sebagai rapat paripurna yang mekanismenya hanya mendengarkan jawaban dari setiap fraksi untuk nantinya diteruskan dalam pembahasan di Badan Musyawarah (Bamus).
Namun faktanya terjadi pembahasan ulang padahal Ranperda tersebut sudah dibuatkan naskah akademik dan telah dilakukan konsultasi publik serta sudah melalui pembahasan pada Badan Legislasi.
Setelah menemui jalan tengah dan beberapa diantaranya menjelaskan mekanisme rapat paripurna, akhirnya para anggota sepakat kemudian diserahkan ke Bamus untuk dibahas selanjutnya di tetapkan menjadi Perda.
Ketua inisiator Ranperda Pengelolaan Hutan Rakyat Yusran Paris sebelumnya menyebutkan, potensi hutan rakyat di Sulsel sangat besar dan dapat dikelola secara baik dan benar.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Sulsel 2013 terdapat hutan rakyat seluas 295.926 hektare tersebar di 24 kabupaten kota di seluruh Sulsel.
Hutan rakyat tersebut, kata dia, telah dimanfaatkan secara turun termurun olah masyarakat guna mengembangkan komunitas tradisional seperti pohon bambu, kemiri, jambu mente, aren, sagu dan lainnya.
"Apabila ini dikelola dengan baik didukung sat kebijakan dalam bentuk perda, kontribusi komuditas hutan rakyat ini terhadap pendapatan petani perkebunan dan pendapatan daerah akan meningkat," katanya.
Namun komentar berbeda disampaikan anggota lain yakni Selle KS Dalle dengan mengatakan raperda ini harus lebih akurat mengingat kewenangan daerah terkait potensi Sumber Daya Alam, Kehutanan dan Perikanan.
"Ranperda ini harus diperkuat, karena kewenangan daerah tentang pengawasan tidak lagi seperti dulu mengingat Undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membatasi peranan kabupaten kota dalam pengambilan sumber daya alam, semua diserahkan ke provinsi" tambahnya. Agus Setiawan
Ketua DPRD Sulsel HM Roem beberapa kali memberikan kesempatan kepada anggota untuk menjelaskan pandangan terkait Ranperda tersebut dari tiap fraksi namun selalu diinterupsi oleh anggota dewan lainnya.
Padahal agenda rapat tersebut terjadwal sebagai rapat paripurna yang mekanismenya hanya mendengarkan jawaban dari setiap fraksi untuk nantinya diteruskan dalam pembahasan di Badan Musyawarah (Bamus).
Namun faktanya terjadi pembahasan ulang padahal Ranperda tersebut sudah dibuatkan naskah akademik dan telah dilakukan konsultasi publik serta sudah melalui pembahasan pada Badan Legislasi.
Setelah menemui jalan tengah dan beberapa diantaranya menjelaskan mekanisme rapat paripurna, akhirnya para anggota sepakat kemudian diserahkan ke Bamus untuk dibahas selanjutnya di tetapkan menjadi Perda.
Ketua inisiator Ranperda Pengelolaan Hutan Rakyat Yusran Paris sebelumnya menyebutkan, potensi hutan rakyat di Sulsel sangat besar dan dapat dikelola secara baik dan benar.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Sulsel 2013 terdapat hutan rakyat seluas 295.926 hektare tersebar di 24 kabupaten kota di seluruh Sulsel.
Hutan rakyat tersebut, kata dia, telah dimanfaatkan secara turun termurun olah masyarakat guna mengembangkan komunitas tradisional seperti pohon bambu, kemiri, jambu mente, aren, sagu dan lainnya.
"Apabila ini dikelola dengan baik didukung sat kebijakan dalam bentuk perda, kontribusi komuditas hutan rakyat ini terhadap pendapatan petani perkebunan dan pendapatan daerah akan meningkat," katanya.
Namun komentar berbeda disampaikan anggota lain yakni Selle KS Dalle dengan mengatakan raperda ini harus lebih akurat mengingat kewenangan daerah terkait potensi Sumber Daya Alam, Kehutanan dan Perikanan.
"Ranperda ini harus diperkuat, karena kewenangan daerah tentang pengawasan tidak lagi seperti dulu mengingat Undang-undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah membatasi peranan kabupaten kota dalam pengambilan sumber daya alam, semua diserahkan ke provinsi" tambahnya. Agus Setiawan