Makassar (ANTARA Sulsel) - Pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada akhir tahun 2015 di seluruh Indonesia khususnya di 11 kabupaten di Sulawesi Selatan dicemaskan oleh Komisi Pemilihan Umum setempat.

Kecemasan para penyelenggara pemilihan kepala daerah itu cukup beralasan, mengingat kurangnya dukungan anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah di masing-masing daerah.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Selatan beberapa waktu lalu dalam rapat koordinasi dengan 11 penyelenggara pilkada juga membahas mengenai kekurangan anggaran itu. Hingga akhirnya disepakati jika semua KPUD harus membuat kesepakatan bersama (Memorandum of Understanding/MoU) dengan Pemkab.

KPU Sulawesi Selatan bahkan menyatakan, 11 penyelenggara pemilihan kepala daerah membutuhkan kepastian dari Pemerintah Daerah untuk pengalokasian anggaran pilkada.

"Dari 11 kabupaten yang akan menggelar pilkada, tidak ada satupun daerah yang mendapatkan alokasi anggaran sesuai yang diinginkan untuk kebutuhan pilkada," ujar Ketua KPU Sulsel, Muh Iqbal Latief.

Menurut dia, 11 kabupaten yang menyelenggarakan pilkada serentak memang telah didukung penganggaran oleh negara melalui pemerintah daerah setempat. Namun pada kenyataannya, belum ada pemerintah daerah maupun DPRD yang memberikan dukungan penganggaran sesuai dengan yang diusulkan oleh KPU masing-masing daerah.

"Memang kita yang harus proaktif menjelaskan kepada pemerintah daerah mengenai dukungan penganggaran itu karena KPU yang akan menyelenggarakan pilkada ini," katanya.

Mengenai masih adanya beberapa KPU di beberapa kabupaten yang mengaku anggarannya jauh dari kata cukup sehingga tidak bisa menyelenggarakan pilkada, hal itu sangat disayangkannya.

Iqbal meminta kepada 11 KPUD lainnya merancang ulang nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah daerah setempat demi memuluskan pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak.

"Supaya tidak ada lagi tarik ulur persoalan anggaran antara KPU dengan Pemda, makanya perlu dirancang ulang MoU-nya dengan Pemda agar ini tidak berlarut-larut," katanya.

Berdasarkan data yang didapatkan, 11 kabupaten yang mengusulkan anggaran pilkada, yakni Gowa, Bulukumba, Selayar, Maros, Pangkep, Barru, Soppeng, Tana Toraja, Toraja Utara, Luwu Utara dan Luwu Timur.

KPU Gowa mengajukan Rp18 miliar dan disetujui Rp15 miliar. Bulukumba Rp19,4 miliar (Rp9,8 M), Selayar ajukan Rp17,6 miliar (Rp9 M), Maros ajukan Rp15,7 miliar (Rp10 M), Pangkep ajukan Rp21,2 miliar (Rp17 M).

Barru ajukan Rp18,9 miliar (Rp12 M), Soppeng ajukan Rp20,8 miliar (Rp15,8 M), Tana Toraja ajukan Rp19,5 miliar (Rp10 M), Luwu Utara ajukan Rp14,5 miliar (Rp8 M) dan Luwu Timur ajukan Rp20 miliar (Rp18,7 M).

Ketua KPU Toraja Utara, Mery Parura bahkan mengaku jika dirinya tidak diberikan anggaran yang cukup, maka pelaksanaan tahapan tidak akan bisa selesai sesuai dengan yang direncanakan.

Dia mengaku pihaknya hanya mendapatkan anggaran sebesar Rp3,5 miliar dari Rp17,8 miliar anggaran yang diusulkan pada pemilihan kepala daerah akhir tahun ini.

"Hingga saat ini kami belum memiliki anggaran Pilkada karena yang kita usulkan itu sekitar Rp17,8 miliar," kata Ketua KPU Kabupaten Toraja Utara Mery Parura.

Anggaran pilkada yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kemungkinan akan diberikan oleh pemerintah kabupaten setempat pada Agustus mendatang.

Lambatnya anggaran pemilihan yang diberikan oleh pemerintah karena kabupaten ini semula tidak masuk dalam daerah penyelenggara Pilkada.

"APBD Pokok sudah dibahas. Sementara anggaran pemilihan baru kami usulkan. Jika sampai bulan depan anggaran belum juga diberikan, kami terancam tidak akan menggelar pemilihan," katanya.

Bupati Toraja Utara, Frederick Betti Soring yang dihubungi melalui telepon genggamnya, mengatakan anggaran yang diberikan kepada KPU Torut masih bersifat dana awal.

Kepala Dinas PPKAD Kabupaten Toraja Utara, Firdaus Rimbata mengatakan, dana awal pilkada yang diberikan ke KPUD sebanyak Rp3,5 miliar. Dana itu digunakan untuk tahapan pilkada selama lima bulan, yakni dari April-Agustus jika Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) akan disahkan pertengahan April.

"Sisanya kami akan berikan pada saat pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Perubahan pada bulan Agustus nanti yang," tutur Firdaus.

Dia berharap, KPUD Toraja Utara segera menyusun anggaran yang diusulkan. Tetapi dia meminta usulan tersebut tidak terlalu besar karena harus disesuaikan dengan APBD.

"APBD kami memang kecil, hanya Rp700 miliar. Kami hanya sanggup memberikan sisanya sekitar Rp5,5 miliar saja," katanya.

Kabupaten Toraja Utara merupakan satu di antara 11 daerah yang akan menggelar pilkada secara serentak pada Desember tahun ini. Namun ternyata belum memiliki anggaran padahal PKPU sudah akan disahkan pada pertengan April nanti.

"Hingga saat ini kami belum memiliki anggaran Pilkada," kata Ketua KPU Kabupaten Toraja Utara Mery Parura ketika dihubungi terpisah.

Anggaran pilkada yang dialokasikan dalam APBD kemungkinan akan diberikan oleh pemerintah kabupaten setempat pada Agustus mendatang. Lambatnya anggaran pemilihan yang diberikan oleh pemerintah karena kabupaten ini semula tidak masuk dalam daerah penyelenggara Pilkada.

"APBD Pokok sudah dibahas. Sementara anggaran pemilihan baru kami usulkan. Jika sampai bulan depan anggaran belum juga diberikan, kami terancam tidak akan menggelar pemilihan," katanya.

Dalam anggaran itu, KPU Toraja Utara mengusulkan anggaran Rp17,8 miliar.

Seleksi

Di tengah keterbatasan anggaran yang mendera sejumlah penyelenggara pilkada, masih ada secercah harapan dengan sikap optimismenya para komisioner dalam menjalankan tahapan. Salah satunya perekrutan anggota badan adhoc seperti Panitia Penerimaan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Bahkan Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga telah melakukan seleksi ketat hingga akhirnya dilantik 33 komisioner Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).

KPU Sulawesi Selatan meminta kepada seluruh KPUD untuk mengawasi adanya tim sukses bakal calon kepala daerah pada penerimaan badan adhoc.

"Semua potensi kecurangan pasti ada, tetapi kita juga harus mengawasi itu semua agar tidak kecolongan. Harapan kita sih, agar ini semua berjalan lancar dan aman tanpa ada masalah," ujar Komisioner KPU Sulsel Divisi Hukum, Khaerul Mannan

Langkah awal KPU yang akan dilakukan, yakni perekrutan badan ad hoc Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Petugas Pemungutan Suara (PPS) yang direncanakan pada 19 April-18 Mei.

Pada penerimaan badan ad hoc ini, semua komisioner harus teliti karena bukan tidak mungkin, tim sukses akan menyusup dan mendaftar menjadi anggota PPS ataupun PPK.

"Ini harus diperketat supaya tidak ada celah mereka bisa masuk lewat PPK dan PPS. Makanya, KPUD harus betul-betul selektif dan menggali informasi dari para calon tersebut," katanya.

Khaerul menyebutkan, calon panitia harus memenuhi sejumlah persyaratan umum, yakni merupakan Warga Negara Indonesia (WNI), berusia 25 tahun.

Calon juga harus berpendidikan minimal SMA, serta tidak terlibat kasus hukum. Aturan lainnya menyebutkan bahwa yang bersangkutan tidak terlibat atau menjadi anggota partai politik minimal lima tahun terakhir.

Pilkada serentak tahun ini diharapkan tidak tercemari lagi oknum-oknum penyelenggara yang mencoreng nama baik KPU sebagai lembaga independen. Mengingat pada pemilu lalu beberapa oknum KPU terbukti bermain mata pada peserta pemilu.

Independensi

Komisioner KPU Sulawesi Selatan, Mardiana Rusli menegaskan, independensi dari seorang komisioner dan anggota ad hoc adalah harga mati yang harus dipertahankan untuk menghasilkan pemilihan kepala daerah berkualitas.

"Independensi adalah harga mati dan ini yang harus menjadi perhatian bagi semua komisioner termasuk anggota adhoc yang baru akan direkrut nanti," ujarnya.

Mardiana Rusli mengatakan, pertanyaan masyarakat mengenai independensi seorang anggota KPU merupakan hal yang wajar mengingat adanya pengalaman sebelumnya.

Namun dia menegaskan KPU dari waktu ke waktu selalu berbenah dan semakin diperketat dengan sejumlah aturan-aturan yang bersifat tegas dan mengikat.

"Kita selalu ada evaluasi-evaluasi dari setiap apa yang akan dan telah dilakukan. Kita juga berharap kepada masyarakat untuk memberikan masukan jika memang melihat dan mengetahui adanya penyimpangan," katanya.

Mantan jurnalis itu menyatakan, dalam setiap momentum pemilihan umum, apakah tingkat kepala daerah kabupaten, kota maupun pemilihan legislatif selalu meninggalkan kesan yang menjadi pengalaman.

"Kita ingin menciptakan pemilu yang berkualitas, jujur dan adil. Semuanya bisa dilakukan jika semua pihak tetap menjunjung tinggi independensinya. Makanya, itu juga menjadi perhatian," katanya. S Muryono

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024