Makassar (Antara Sulsel) - Wakil Wali Kota Makassar Syamsu Rizal menyatakan jika masyarakat urban tidak masuk dalam skema pengambilan kebijakan pemerintah karena meledaknya jumlah penduduk di ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan itu.

"Dalam pengambilan kebijakan itu berdasarkan data jumlah penduduk dan masyarakat urban ini kan tidak masuk dalam pendataan Pemerintah Kota Makassar, sehingga tidak dilibatkan dalam pengambilan kebijakan," ujar Deng Ical sapaan akrab Syamsu Rizal di Makassar Kamis.

Deng Ical menyebutkan data penduduk Makassar pada 2014 sebanyak 1,4 juta jiwa, namun setahun kemudian jumlahnya meningkat drastis sekitar 400 ribu menjadi 1,8 juta jiwa pada 2015.

Tingginya peningkatan jumlah penduduk selama satu tahun terakhir ini disebabkan karena banyak warga dari daerah lain yang mencari keberuntungan di Kota Makassar.

Sedangkan Pemerintah Kota Makassar dalam pengabilan kebiijakan hanya memperhitungkan jumlah penduduk daerah ini sebanyak 1,4 juta jiwa, sedangkan sisa jumlah penduduk itu tidak diperhitungkan dalam pengambilan kebijakan.

"Pengambilan kebijakan oleh pemerintah itu berdasarkan jumlah penduduk dan rasionya, sedangkan masyarakat urban ini tidak dilibatkan karena memang mereka masuk Makassar untuk mencari peruntungan lebih baik lagi," ujarnya.

Wawali Kota Makassar mengatakan salah satu dampak dari tidak dilibatkannya masyarakat urban dalam pengambilan kebijakan pemerintah itu yakni pada pemenuhan hak kesehatan berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai lembaga penjamin kesehatan masyarakat yang diatur dalam undang-undang.

"Ini menjadi dilema bagi pemerintah, kita mengambil kebijakan untuk masyarakat sesuai dalam KTP yang tinggal di Makassar, sedangkan warga urban ini kan ber-KTP di daerahnya masing-masing. Hal ini memang perlu solusi agar mereka juga masuk kebijakan pemerintah," ujarnya.

Pewarta : Muh Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024