Makassar (Antara Sulsel) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Selatan menyatakan pengusulan anggaran untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur dan Wakil Gubernur 2018 sebesar Rp470,5 miliar lebih sudah sesuai kebutuhan.

"Anggaran ini sudah sesuai dan rasional, mengingat Pilkada Gubernur kali ini berbeda dengan Pilkada Gubernur pada 2013 lalu," kata Ketua KPUD Sulsel Muh Iqbal Latief usai Uji Publik Rencana Anggaran Pilkada di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.

Anggaran yang diusulkan sudah rasional, meski ada kenaikan anggaran dari Pilgub lalu sekitar Rp105 miliar, mengingat regulasi dan aturan saat ini berbeda dengan beberapa tahun lalu saat Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel.

Selain itu, Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel pada 2018 berbeda dengan lalu. Penyediaan alat peraga sampai perwawatan hingga honorarium tenaga Ad hoc seperti penyediaan Tempat Pemungutan Suara (TPS) anggota KPPS, PPK serta PPS juga bertambah.

"Alokasi anggaran sharing juga tetap diberikan. Sebab dari seluruh daerah tentu berbeda-beda mulai dari jumlah pemilih, tipografi dan geografis daerahnya, tentu anggarannya tidak sama sehingga pengajuan anggaran ini kami anggap sudah rasional," ujar dia.

Rencana anggaran tersebut, lanjutnya, separuh akan dibagi ke KPUD di 12 kabupaten dan kota yang menggelar Pilkada sebesar Rp86,2 miliar. Sedangkan KPUD yang tidak melaksanakan Pilkada di 12 kabupaten dan kota juga mendapat dana dari KPUD Sulsel sebesar Rp256,7 miliar.

Jadi sesuai rencana anggaran yang dibagi KPUD Sulsel sebesar Rp391,9 dengan persentase perkirakan 80 persen dari rencana anggaran yang diusulkan KPUD provinsi Rp470,5 miliar.

Dana yang dibagi tersebut akan banyak terserap pada honorarium pemilihan, yakni perjalanan dinas PPS sebesar Rp26,5 miliar, pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan dan penghitungan suara Rp32,3 miliar.

Selanjutnya, pemutakhiran data pemilih dan daftar Pemilih Rp10,6 miliar. Hanya saja Iqbal menyebut, masih ada 600 ribu warga di Sulsel yang belum terdata karena tidak terekam elektronik KTP.

"Seperti saya sebutkan tadi, ditanggung KPUD provinsi yakni honor penyelenggara Ad hoc. Lalu, pengadaan alat peraga kampanye dan perawatannya termasuk alat kelengkapan TPS serta biaya perjalanan dinas 18 ribu PPS kita tanggung," ungkap dia.

Sedangkan daerah yang tidak menggelar Pilkada serentak, kata Iqbal, seluruhnya menggunakan dana sharing dari KPU provinsi sehingga angka pengusulan anggaran menjadi cukup besar yang dibutuhkan.

Pengamat politik Unhas Adi Suryadi Culla pada kesempatan itu mengatakan, memang seharusnya anggaran itu dirasionalisasi dahulu mengingat anggaran tersebut cukup besar.

"Memang semestinya dirasionalisasi dulu, tapi kalau memang sudah dihitung besaran penggunaannya, maka bisa disampaikan kepada pemerintah dan DPRD Sulsel sebagai hasil evaluasi karena anggarannya hibah diambil dari APBD. Koreksi anggaran memang diperlukan sebagai bagian efisiensi," kata Adi.

Hal senada juga disampaikan dosen magister ekonomi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Dr Muslim yang mengemukakan melihat perhitungan rasional KPUD provinsi tentu ada perincian dan item anggaran yang akan digunakan, inilah yang harus dijelaskan kepada publik.

"Berkaitan dengan anggaran tentu diperlukan rasionalisasi serta verifikasi. Penyampaian secara rinci perlu dilakukan agar masyarakat tahu kondisi objektifnya dengan harapan anggaran bisa diefisiensikan tentu didasari dengan kebutuhan," ungkapnya.

Mengenai dengan tidak berkesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Provisi sekitar Rp370 miliar, dengan anggaran diusulkan Rp470,5 miliar, menurut Muslim, tentu KPUD harus memberikan keyakinan kepada pemerintah dan DPRD secara terperinci dengan alasan tepat.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024