Kuala Lumpur, (AntaraKL.Com) - Seorang TKI ilegal asal Mamuju, Sulawesi Barat, Mas`ud bin Kamaruddin (37) lolos dari ancaman hukuman gantung setelah Tim Satgas Perlindungan WNI KJRI Kota Kinabalu melalui pengacara dari Messr Farazwin Haxdy, Solicitors & Advocates, berhasil meyakinkan majelis hakim untuk mengalihkan tuntutan Timbalan Pendakwa Raya (JPU) dari dakwaan "membunuh dengan sengaja" (Seksyen 302 Kanun Keseksaan) dengan "kelalaian yang menyebabkan kematian" (Seksyen 304 Kanun Keseksaan).

Informasi dari KJRI Kota Kinabalu, Selasa, dakwaan membunuh dengan sengaja diancam hukuman gantung sampai mati sedangkan kelalaian yang menyebabkan kematian diancam hukuman maksimal 30 tahun penjara.

Pada sidang Mahkamah Tinggi Daerah Sandakan, Sabah, yang dipimpin Hakim Datuk Mairin bin Idang Martin PGDK, Senin (9/10), tertuduh Mas`ud bin Kamaruddin didakwa telah menyerang dengan menggunakan sebilah parang sehingga menyebabkan kematian isterinya atas nama Kartina Binti Sanusi.

Peristiwa penyerangan dilakukan di rumah mereka di Perumahan Pekerja Ladang Pertama, Duta Plantation, Telupid, Sabah pada 11 September 2016 sekitar pukul 05.30 pagi.

Peristiwa diawali pertengkaran setelah korban, sang istri, marah dan kemudian menyerang tertuduh dengan parang karena dituduh selingkuh.

Pada pertengkaran tersebut tertuduh berhasil merebut parang yang dipegang korban dan kemudian balik mengayunkannya ke lehernya sehingga menyebabkannya tewas di tempat. Tertuduh kemudian melarikan diri dan bersembunyi di kebun sawit selama lebih kurang tujuh hari hingga tertangkap pada 18 September 2016 sekitar pukul 07.30 pagi.

Atas kesalahan tersebut JPU Franklin Ganggan Bennet semula menuntut tertuduh berdasarkan Seksyen 302 Kanun Keseksaan, sedangkan pengacara Ms. Farazwin Haxdy meminta tuduhan diturunkan menjadi Seksyen 304 Kanun Keseksaan. Alasannya adalah karena perbuatan tersebut terjadi akibat korban bersikap provokatif kepada tertuduh yang juga suaminya yang menyebabkan tertuduh gagal mengontrol emosi.

Di samping itu berdasarkan pengakuan saksi-saksi dan penyidikan polisi disebutkan bahwa pertengkaran diantara keduanya sudah berlangsung lama akibat dugaan adanya pihak ketiga dalam rumah tangga mereka.

Permohonan untuk pengalihan tuntutan juga disampaikan mengingat tertuduh memiliki seorang anak berusia tiga tahun yang kini dititipkan kepada kakak kandungnya yang juga bekerja di perkebunan yang sama. Tertuduh juga belum pernah melakukan perbuatan melanggar hukum sebelumnya.

Ketua Satgas Perlindungan WNI (PWNI) / Koordinator Fungsi Konsuler KJRI Kota Kinabalu, Hadi Syarifuddin yang ikut hadir dalam persidangan tertuduh menjelaskan bahwa Hakim Martin membuat keputusan mengalihkan tuntutan kepada tertuduh dari Seksyen 302 ke Seksyen 304 setelah meyakini bahwa barang bukti yang diajukan JPU berupa sebilah parang yang dijumpai di kebun belakang TKP memiliki ukuran terlalu besar dan tidak terdapat bukti kuat bahwa tertuduh telah menggunakan parang tersebut untuk menyerang korban.

Hakim juga sepakat dengan argumentasi pengacara bahwa tidak ada bukti kuat bahwa parang tersebut adalah milik tertuduh yang dipersiapkan sebelumnya untuk menyerang korban.

Dihubungi secara terpisah, Konjen RI Kota Kinabalu Akhmad DH Irfan mengatakan bahwa KJRI menyediakan retainer pengacara untuk WNI yang bermasalah dengan hukum, terlebih jika WNI tersebut tersangkut perkara dengan ancaman hukuman mati.

Terhadap kasus Mas'ud bin Kamaruddin ini, walaupun yang bersangkutan terbebas dari ancaman hukuman gantung tetapi ancaman hukuman berat berupa penjara 30 tahun masih perlu menjadi perhatian KJRI.

"Berapa lamapun vonis dari hakim nantinya, KJRI akan terus memberi perhatian. Biarlah yang bersangkutan menjalani hukumannya akibat perbuatannya. Peristiwa ini semoga menjadi pelajaran bagi WNI lainnya bahwa dalam menyelesaikan persoalan agar tidak menggunakan kekerasan, apalagi menyebabkan kematian. Sebab hal ini dapat berakibat pelaku akan dituntut di muka hukum," ujar Irfan.

Saat ini di wilayah kerja KJRI Kota Kinabalu Sabah, terdapat 11 kasus hukuman mati yang sedang ditangani Satgas PWNI, masing-masing tiga orang telah inkracht dan sedang menunggu keputusan pengampunan (pardon) dari Yang Dipertua Negeri Sabah, empat orang sedang dibicarakan di tingkat Mahkamah Tinggi/rayuan/persekutuan dan empat kasus masih dalam proses penyidikan.


Pewarta : Agus Setiawan
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024