Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ana Setyastuti mengungkapkan masyarakat Indonesia jarang mengonsumsi teripang atau timun laut meski binatang laut berkulit duri ini memiliki manfaat untuk mencegah stunting atau kekerdilan.
Sebagian besar teripang yang dipanen oleh nelayan Indonesia dari perairan Nusantara, Ana Setyastuti di Kantor P2O LIPI, Ancol, Jakarta Utara, Selasa, untuk ekspor ke Hong Kong, Cina, dan Singapura.
"(Teripang) lebih tepat digemari masyarakat Cina karena penduduk lokal kita sebenarnya tidak makan hanya sesekali saja. Akan tetapi, kalau bagi masyarakat Cina 'kan seperti makanan mewah, terutama untuk acara khusus, seperti Imlek," kata Ana.
Berdasarkan sebuah studi antropologi, lanjut dia, teripang diminati masyarakat Cina sejak abad ke-16, atau pada era Dinasti Ming sudah memulai eksploitasi teripang untuk dikonsumsi.
"Mengapa? Karena menurut mereka (teripang) seperti ginseng laut yang membuat stamina tubuh makin tinggi dan meningkatkan vitalitas. Pengetahuan terkini menyatakan bahwa mereka memiliki kandungan antikanker, anti-HIV, antibakteri, dan kolagen yang tinggi," tuturnya.
Pada saat ini, kata dia, apa yang dilakukan LIPI masih tahap mengeksplorasi kandungan anti-stunting itu tadi. Setelah tahap eksplorasi, pihaknya akan meminta kepada teman-temannya yang bisa membudidayakan jenis tersebut."Setelah dibudidayakan, akan di-scale up ke skala industri. Selanjutnya, kami akan berdiskusi dengan kementerian terkait untuk menyuplai daerah rawan stunting dengan itu," tuturnya.
Hasil penelitian LIPI tersebut sejalan dengan pidato "Visi Indonesia" yang disampaikan Jokowi pada tanggal 14 Juli 2019.
Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia telah memasuki lingkungan global yang sangat dinamis, penuh perubahan, penuh kecepatan, penuh risiko, penuh kompleksitas, dan penuh kejutan, yang sering jauh dari kalkulasi, sering jauh dari hitungan manusia.
Jokowi menegaskan bahwa pembangunan SDM akan menjadi salah satu prioritas pembangunan yang akan menjadi kunci Indonesia ke depan.
"Titik dimulainya pembangunan SDM adalah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak usia sekolah. Ini merupakan umur emas untuk mencetak manusia Indonesia unggul ke depan. Itu harus dijaga betul. Jangan sampai ada anak tumbuh kerdil, kematian ibu, atau kematian bayi meningkat. Tugas besar kita di situ," katanya.