Risma ingin akhiri masa jabatan wali kota dengan husnulkhatimah
Surabaya (ANTARA) - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada saat membacakan jawaban atau tanggapan atas pandangan umum fraksi-fraksi saat rapat paripurna di Gedung DPRD Kota Surabaya, Kamis, menginginkan akhir masa jabatannya pada 2021 dengan husnulkhatimah atau berakhir dengan baik.
Wali Kota Risma menegaskan bahwa dirinya tidak butuh pencitraan.
"Saya tidak butuh pencitraan. Tidak ada uang yang saya gunakan untuk pencitraan saya," kata Risma.
Meski demikian, Risma mengakui tidak bisa memungkiri banyak informasi yang beredar dan tidak bisa membendungnya.
"Mungkin Bapak/Ibu (anggota DPRD) mendengar ini begini, ini begini. Kadang tidak seperti itu kenyataannya. Jadi, mohon percaya kepada saya," katanya.
Sebaliknya, kata Risma, jika ingin melakukan pencitraan, hal itu sudah dilakukannya sejak tahun-tahun sebelumnya.
Ia pun menolak ketika ditawari jabatan menteri.
"Kalau saya mau, mungkin sudah 4 tahun lalu saya sudah jadi menteri. Kemarin pun saya tolak. Betul itu yang saya jawab. Yang saya sampaikan ke media, saya berani disumpah dengan cara apa pun," katanya.
Akan tetapi, karena dugaan pencitraan itu, Risma mengambil sikap meminta semua pejabat di sekretariat daerah, asisten, dan kepala organisasi perangkat daerah (OPD) tidak berbicara atau memberikan statemen ke media massa.
"Mulai hari ini saya minta, dan kalau memang dibutuhkan, saya, mulai jajaran di bawah saya, sekda, asisten, kepala OPD, dan staf tidak saya perkenankan bicara ke media," ujarnya.
Untuk semua pemberitaan, menurut Risma, akan dikomunikasikan dengan media center Pemkot Surabaya.
"Karena bagi saya, harga diri lebih penting dibandingkan yang lain," katanya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar Arif Fathoni menilai Wali Kota salah menafsirkan pandangan umumnya.
Untuk diketahui, kebetulan memang Fraksi Partai Golkar ini yang menyikapi dan memberi pertanyaan tentang adanya pencitraan.
Menurut Arif Fathoni, pihaknya justru mengapresiasi kinerja Wali Kota/Wakil Wali Kota Surabaya. Hal ini akan menjadi tinta emas bagi masyarakat Surabaya.
"Akan tetapi, karena tahun depan memasuki masa pilkada, kami meminta komitmen Wali Kota akan menjaga APBD tidak digunakan atau jembatan bagi pertarungan kontestasi politik," katanya.
Arif Fathoni menyatakan bahwa pihaknya tidak mengkritik Wali Kota. Namun, ia menerangkan bahwa ada kecenderungan pencitraan terhadap salah satu kepala OPD di Pemkot Surabaya.
"Kami mengingatkan mumpung ini belum terjadi agar tidak terjadi abuse of power di kemudian hari. Yang kami kritisi adalah yang berminat menjadi pengganti Bu Risma, jangan gunakan APBD untuk jembatan citra diri," katanya.
Menanggapi hal itu, Risma mengatakan bahwa pejabatnya juga tidak butuh pencitraan.
Ia menceritakan memilih pejabat sangat sulit. Bahkan, saat dibuka ada pencalonan kepala dinas, tidak ada pejabat yang daftar. Wali Kota yang akhirnya menunjuk mereka.
"Kalau pencalonan kepala dinas, tidak ada yang daftar sehingga saya harus menunjuk. Mereka tahu risikonya berat, tanggung jawabnya tidak hanya di dunia, tetapi sampai di akhirat," katanya.
Wali Kota Risma menegaskan bahwa dirinya tidak butuh pencitraan.
"Saya tidak butuh pencitraan. Tidak ada uang yang saya gunakan untuk pencitraan saya," kata Risma.
Meski demikian, Risma mengakui tidak bisa memungkiri banyak informasi yang beredar dan tidak bisa membendungnya.
"Mungkin Bapak/Ibu (anggota DPRD) mendengar ini begini, ini begini. Kadang tidak seperti itu kenyataannya. Jadi, mohon percaya kepada saya," katanya.
Sebaliknya, kata Risma, jika ingin melakukan pencitraan, hal itu sudah dilakukannya sejak tahun-tahun sebelumnya.
Ia pun menolak ketika ditawari jabatan menteri.
"Kalau saya mau, mungkin sudah 4 tahun lalu saya sudah jadi menteri. Kemarin pun saya tolak. Betul itu yang saya jawab. Yang saya sampaikan ke media, saya berani disumpah dengan cara apa pun," katanya.
Akan tetapi, karena dugaan pencitraan itu, Risma mengambil sikap meminta semua pejabat di sekretariat daerah, asisten, dan kepala organisasi perangkat daerah (OPD) tidak berbicara atau memberikan statemen ke media massa.
"Mulai hari ini saya minta, dan kalau memang dibutuhkan, saya, mulai jajaran di bawah saya, sekda, asisten, kepala OPD, dan staf tidak saya perkenankan bicara ke media," ujarnya.
Untuk semua pemberitaan, menurut Risma, akan dikomunikasikan dengan media center Pemkot Surabaya.
"Karena bagi saya, harga diri lebih penting dibandingkan yang lain," katanya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar Arif Fathoni menilai Wali Kota salah menafsirkan pandangan umumnya.
Untuk diketahui, kebetulan memang Fraksi Partai Golkar ini yang menyikapi dan memberi pertanyaan tentang adanya pencitraan.
Menurut Arif Fathoni, pihaknya justru mengapresiasi kinerja Wali Kota/Wakil Wali Kota Surabaya. Hal ini akan menjadi tinta emas bagi masyarakat Surabaya.
"Akan tetapi, karena tahun depan memasuki masa pilkada, kami meminta komitmen Wali Kota akan menjaga APBD tidak digunakan atau jembatan bagi pertarungan kontestasi politik," katanya.
Arif Fathoni menyatakan bahwa pihaknya tidak mengkritik Wali Kota. Namun, ia menerangkan bahwa ada kecenderungan pencitraan terhadap salah satu kepala OPD di Pemkot Surabaya.
"Kami mengingatkan mumpung ini belum terjadi agar tidak terjadi abuse of power di kemudian hari. Yang kami kritisi adalah yang berminat menjadi pengganti Bu Risma, jangan gunakan APBD untuk jembatan citra diri," katanya.
Menanggapi hal itu, Risma mengatakan bahwa pejabatnya juga tidak butuh pencitraan.
Ia menceritakan memilih pejabat sangat sulit. Bahkan, saat dibuka ada pencalonan kepala dinas, tidak ada pejabat yang daftar. Wali Kota yang akhirnya menunjuk mereka.
"Kalau pencalonan kepala dinas, tidak ada yang daftar sehingga saya harus menunjuk. Mereka tahu risikonya berat, tanggung jawabnya tidak hanya di dunia, tetapi sampai di akhirat," katanya.