KPK mempelajari opsi hukum tagih kerugian negara ke perusahan asing
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mempersiapkan opsi hukum untuk menagih kerugian keuangan negara terhadap perusahaan asal Amerika Serikat (AS) Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC terkait dengan perkara korupsi dalam pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero).
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengatakan bahwa pihaknya harus terlebih dahulu mempelajari sistem hukum dan yurisdiksi yang berlaku di negara asal perusahaan tersebut.
"Harus ada kesepakatan atau kesepahaman bahwa memang perbuatan tersebut juga di sana itu dinyatakan sebagai perbuatan pidana korupsi. Kalau di sana legal, ya lain. Itu tentunya akan kami tempuh," kata Asep saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat
Asep juga mengatakan bahwa KPK punya pengalaman menangani perkara korupsi lintas negara menggunakan prosedur kerja sama sistem bantuan timbal balik dalam masalah pidana (mutual legal assistance/MLA). Namun, dia mengatakan bahwa prosesnya tidak bisa cepat.
"KPK pernah berkoordinasi khususnya kalau tidak salah ini perkaranya, Garuda, perkara KTP-el, akhirnya kami komunikasi melalui mutual legal assistant, itu memang prosesnya cukup lama," ujarnya.
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan divonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti korupsi dalam pengadaan gas alam cair (LNG) di Pertamina.
"Karen Agustiawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata Hakim Ketua Maryono pada sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta (24/6).
Dengan demikian, Maryono menuturkan Karen melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Majelis hakim juga menetapkan pidana yang dijatuhkan kepada Karen dikurangi dengan masa penangkapan dan penahanan serta membebankan biaya perkara Rp7.500,00 kepada terdakwa.
Maryono menyebutkan terdapat beberapa hal yang meringankan vonis Karen sehingga lebih rendah daripada tuntutan, yakni terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak memperoleh hasil tindak pidana korupsi, memiliki tanggungan keluarga, serta mengabdikan diri untuk Pertamina walaupun telah mengundurkan diri.
Sementara itu, beberapa hal yang memberatkan vonis, yakni perbuatan Karen dinilai tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi serta merugikan keuangan negara.
Sebelumnya, Dirut Pertamina periode 2009—2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan dituntut pidana 11 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan terkait dengan dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada tahun 2011 hingga 2014.
Selain pidana utama, jaksa penuntut umum KPK turut meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Karen untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan 104.000 dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.
Jaksa KPK juga meminta majelis hakim untuk membebankan pembayaran uang pengganti kepada perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL), sebesar 113,83 juta dolar AS.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengatakan bahwa pihaknya harus terlebih dahulu mempelajari sistem hukum dan yurisdiksi yang berlaku di negara asal perusahaan tersebut.
"Harus ada kesepakatan atau kesepahaman bahwa memang perbuatan tersebut juga di sana itu dinyatakan sebagai perbuatan pidana korupsi. Kalau di sana legal, ya lain. Itu tentunya akan kami tempuh," kata Asep saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat
Asep juga mengatakan bahwa KPK punya pengalaman menangani perkara korupsi lintas negara menggunakan prosedur kerja sama sistem bantuan timbal balik dalam masalah pidana (mutual legal assistance/MLA). Namun, dia mengatakan bahwa prosesnya tidak bisa cepat.
"KPK pernah berkoordinasi khususnya kalau tidak salah ini perkaranya, Garuda, perkara KTP-el, akhirnya kami komunikasi melalui mutual legal assistant, itu memang prosesnya cukup lama," ujarnya.
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan divonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti korupsi dalam pengadaan gas alam cair (LNG) di Pertamina.
"Karen Agustiawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata Hakim Ketua Maryono pada sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta (24/6).
Dengan demikian, Maryono menuturkan Karen melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Majelis hakim juga menetapkan pidana yang dijatuhkan kepada Karen dikurangi dengan masa penangkapan dan penahanan serta membebankan biaya perkara Rp7.500,00 kepada terdakwa.
Maryono menyebutkan terdapat beberapa hal yang meringankan vonis Karen sehingga lebih rendah daripada tuntutan, yakni terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak memperoleh hasil tindak pidana korupsi, memiliki tanggungan keluarga, serta mengabdikan diri untuk Pertamina walaupun telah mengundurkan diri.
Sementara itu, beberapa hal yang memberatkan vonis, yakni perbuatan Karen dinilai tidak mendukung program pemerintah yang sedang gencar melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi serta merugikan keuangan negara.
Sebelumnya, Dirut Pertamina periode 2009—2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan dituntut pidana 11 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan terkait dengan dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada tahun 2011 hingga 2014.
Selain pidana utama, jaksa penuntut umum KPK turut meminta majelis hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Karen untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan 104.000 dolar Amerika Serikat subsider 2 tahun penjara.
Jaksa KPK juga meminta majelis hakim untuk membebankan pembayaran uang pengganti kepada perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL), sebesar 113,83 juta dolar AS.