Makassar (ANTARA Sulsel) - Sekitar seribu muslim Syiah mengenang tragedi kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Husain bin Ali Bin Abi Thalib, di Padang Karbala, Irak pada 10 Muharram tahun 61 Hijriah.
"Tragedi kematian cucu Nabi Muhammad saw di tanah Karbala, Irak, merupakan refleksi kekejaman penguasa pada zaman itu yang tega membunuh cucu kesayangan nabi," kata Prof Habib Umar Ibrahim Assegaff saat membawakan ceramah Aasyura 10 Muharram di Makassar, Minggu.
Ia mengatakan, muslim Syiah Indonesia menggelar peringatan Hari Asyura untuk mengenang terbunuhnya cucu Nabi Muhamamad SAW, Husain bin Ali Bin Abi Thalib, di padang Karbala oleh penguasa kejam, Yazid Bin Muawiyah.
Menurutnya, para Nabi mengajarkan umat tentang keberadaan Allah, kenabian, dan akhirat. Mengenang kematian Imam Husain, mengingatkan manusia pada keberadaan Allah, kenabian dan akhirat, serta menjauhkan diri dari jurang ketidakadilan dan penindasan.
Perlawanan Imam ketiga muslim Syiah tersebut adalah bentuk perlawanan terhadap rezim tiran dan kejam pada zaman itu.
Perlawanan itu juga menjadi semangat hingga kini dan menjadi inspirasi bagi tentara Hizbullah di Libanon dan Hamas di Palestina.
Ia menegaskan tragedi Karbala 10 Muharram bukanlah masalah khas Syiah, tetapi masalah Islami. Sebab, Imam Husain tokoh utama di balik tragedi tersebut bukanlah pelita bagi orang-orang Syiah saja, tetapi juga adalah lentera hati setiap mukmin, apapun mazhabnya.
Maka, kata dia, dari sini ia menyimpulkan bahwa apa saja yang berkaitan dengan peristiwa Karbala pada hakikatnya adalah fenomena dan tradisi Islami.
"Gerakan Imam Husein yang dilakukan tahun ke 61 Hijriyah menjadi bara semangat hingga kini dan semangat itupula yang membuat para raja-raja Arab tidak tunduk pada kekuasaan Israel," katanya.
Ia menambahkan, peringatan Asyura bukan hanya dilakukan di Makassar, tetapi hampir seluruh dunia dan provinsi yang mempunyai pengikut keluarga nabi (Ahlul Bayt) memperingatinya. (T.PK-MH/S016)
"Tragedi kematian cucu Nabi Muhammad saw di tanah Karbala, Irak, merupakan refleksi kekejaman penguasa pada zaman itu yang tega membunuh cucu kesayangan nabi," kata Prof Habib Umar Ibrahim Assegaff saat membawakan ceramah Aasyura 10 Muharram di Makassar, Minggu.
Ia mengatakan, muslim Syiah Indonesia menggelar peringatan Hari Asyura untuk mengenang terbunuhnya cucu Nabi Muhamamad SAW, Husain bin Ali Bin Abi Thalib, di padang Karbala oleh penguasa kejam, Yazid Bin Muawiyah.
Menurutnya, para Nabi mengajarkan umat tentang keberadaan Allah, kenabian, dan akhirat. Mengenang kematian Imam Husain, mengingatkan manusia pada keberadaan Allah, kenabian dan akhirat, serta menjauhkan diri dari jurang ketidakadilan dan penindasan.
Perlawanan Imam ketiga muslim Syiah tersebut adalah bentuk perlawanan terhadap rezim tiran dan kejam pada zaman itu.
Perlawanan itu juga menjadi semangat hingga kini dan menjadi inspirasi bagi tentara Hizbullah di Libanon dan Hamas di Palestina.
Ia menegaskan tragedi Karbala 10 Muharram bukanlah masalah khas Syiah, tetapi masalah Islami. Sebab, Imam Husain tokoh utama di balik tragedi tersebut bukanlah pelita bagi orang-orang Syiah saja, tetapi juga adalah lentera hati setiap mukmin, apapun mazhabnya.
Maka, kata dia, dari sini ia menyimpulkan bahwa apa saja yang berkaitan dengan peristiwa Karbala pada hakikatnya adalah fenomena dan tradisi Islami.
"Gerakan Imam Husein yang dilakukan tahun ke 61 Hijriyah menjadi bara semangat hingga kini dan semangat itupula yang membuat para raja-raja Arab tidak tunduk pada kekuasaan Israel," katanya.
Ia menambahkan, peringatan Asyura bukan hanya dilakukan di Makassar, tetapi hampir seluruh dunia dan provinsi yang mempunyai pengikut keluarga nabi (Ahlul Bayt) memperingatinya. (T.PK-MH/S016)