Makassar (ANTARA) - Psikolog yang juga Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Prof Dr Seto Mulyadi mengatakan, dalam menyikapi kasus anak perlu sinergitas semua pihak dan membangun seksi perlindungan anak di level bawah.
Hal itu dikemukakan Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto disela peringatan Hari Anak Nasional yang dipusatkan di Makassar, Selasa.
Menurut dia, pentingnya sinergitas itu dibangun agar semua persoalan anak dapat disikapi bersama, salah satu upaya itu melalui pemberdayaan masyarakat di lapangan.
"Salah satu contoh dengan memasukkan Seksi Perlindungan Anak dalam program di tingkat kelurahan dan dibawahnya, karena ini biasanya terlupakan," katanya.
Mengenai masih maraknya kasus kekerasan anak ataupun yang menjadi korban dengan status Orang dengan HIV/Aids (ODHA), Kak Seto mengatakan, anak tersebut tidak boleh dikucilkan, malah harus dirangkul agar memiliki kepercayaan diri untuk berada di lingkungan sosial.
"Dan di sini peran keluarga sangatlah penting, karena kasus yang menimpa anak itu kembalinya pasti ke keluarga. Apalagi keluarga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat yang harus menjaga dan melindungi anak," katanya.
Berkaitan dengan hal tersebut, lanjut psikolog yang juga diketahui pertama kali memperkenalkan 'home schooling' atau sekolah di rumah ini, pemerintah selaku pengambil kebijakan dan yang bertanggung jawab dalam pemenuhan hak dasar anak sebagai bagian dari hak asasi anak, tentu harus bersinergi dengan lembaga terkait lainnya.
Hal lain yang harus dilakukan dengan menyiapkan kota/kabupaten layak anak, sehingga anak-anak melakukan tumbuh kembang dengan sehat jasmani dan rohani.
"Kota/Kabupaten Layak Anak adalah sistem pembangunan yang berbasis pada hak anak sesuai dengan regulasi yang ada untuk pemenuhan hak anak," katanya.
Hal itu dikemukakan Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto disela peringatan Hari Anak Nasional yang dipusatkan di Makassar, Selasa.
Menurut dia, pentingnya sinergitas itu dibangun agar semua persoalan anak dapat disikapi bersama, salah satu upaya itu melalui pemberdayaan masyarakat di lapangan.
"Salah satu contoh dengan memasukkan Seksi Perlindungan Anak dalam program di tingkat kelurahan dan dibawahnya, karena ini biasanya terlupakan," katanya.
Mengenai masih maraknya kasus kekerasan anak ataupun yang menjadi korban dengan status Orang dengan HIV/Aids (ODHA), Kak Seto mengatakan, anak tersebut tidak boleh dikucilkan, malah harus dirangkul agar memiliki kepercayaan diri untuk berada di lingkungan sosial.
"Dan di sini peran keluarga sangatlah penting, karena kasus yang menimpa anak itu kembalinya pasti ke keluarga. Apalagi keluarga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat yang harus menjaga dan melindungi anak," katanya.
Berkaitan dengan hal tersebut, lanjut psikolog yang juga diketahui pertama kali memperkenalkan 'home schooling' atau sekolah di rumah ini, pemerintah selaku pengambil kebijakan dan yang bertanggung jawab dalam pemenuhan hak dasar anak sebagai bagian dari hak asasi anak, tentu harus bersinergi dengan lembaga terkait lainnya.
Hal lain yang harus dilakukan dengan menyiapkan kota/kabupaten layak anak, sehingga anak-anak melakukan tumbuh kembang dengan sehat jasmani dan rohani.
"Kota/Kabupaten Layak Anak adalah sistem pembangunan yang berbasis pada hak anak sesuai dengan regulasi yang ada untuk pemenuhan hak anak," katanya.