Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah menegaskan penempatan dana oleh LPS sebagaimana yang diamanatkan dalam PP Nomor 33 Tahun 2020 bukan untuk menyelamatkan bank.
"Penempatan dana ini sifatnya sementara, tidak untuk menyelamatkan bank. Sekali lagi jangan sampai ini disalah-artikan kalau penempatan dana ini untuk menyelamatkan bank, tidak. Ini hanya untuk sementara, sementara dalam konteks untuk mengatasi gangguan yang terdapat di sistem keuangan," ujar Halim saat jumpa pers secara daring di Jakarta, Jumat.
Halim mencontohkan bank-bank yang sebetulnya masih sanggup membayar utang (solvent) tetapi tidak likuid karena terkendala Pasar Uang Antar-Bank (PUAB) yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. LPS mengambil peran di sini.
"Karena berbagai hal, pasar uang antar-bank tidak bisa memberikan money market line kepada bank tersebut, sementara akses terhadap BI juga terbatas. Di situlah peran dari LPS untuk menempatkan dananya secara sementara, selama-selamanya hanya enam bulan," kata Halim.
Adapun persyaratan bagi bank agar bisa mendapatkan dana dari LPS yaitu pertama adalah surat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyatakan Pemegang Saham Pengendali (PSP) tidak dapat membantu likuiditas bank.
Kedua, bank berada dalam status pengawasan baik itu Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) mengarah ke Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) atau bank sudah dalam status BDPK.
Ketiga, bank kesulitan likuiditas bukan disebabkan oleh suatu tindakan yang dilakukan pegawai, pengurus, dan/atau pemegang saham secara tidak wajar (fraud).
Keempat, bank tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) dari Bank Indonesia.
Kelima, ada surat permintaan dari OJK yang disertai analisis kelayakan permohonan bank.
"Ada analisis kelayakan yang dilakukan OJK dan akan diserahkan dari OJK ke LPS, yang akan digunakan rekomendasi tersebut sebagai salah satu dasar LPS menempatkan dana ke bank," ujar Halim.
Bank yang memenuhi persyaratan dapat mengajukan permohonan kepada OJK untuk mendapatkan penempatan dana dari LPS dengan melampirkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan LPS.
Halim menambahkan untuk memitigasi risiko terkait penempatan dana ke bank, LPS akan meminta penjaminan baik dari aset pemegang saham pengendali ataupun aset dari bank yang bisa berwujud surat berharga, kredit, maupun aktiva tetap.
Penggunaan dana oleh bank, lanjut Halim, tentunya harus diawasi agar sesuai dengan tujuan. Karena bank masih dalam pengawasan OJK, tentunya penggunaan dana tersebut juga hari per hari akan dipantau oleh OJK. LPS dapat melakukan pemeriksaan, tapi tidak bisa sendirian melainkan harus bersama OJK.
"Dengan demikian kita berharap, mulai dari penempatan, penggunaan, serta pengawasannya, kita beharap bank ini bisa dapat keluar dari kesulitan likuiditas tersebut," kata Halim.
"Penempatan dana ini sifatnya sementara, tidak untuk menyelamatkan bank. Sekali lagi jangan sampai ini disalah-artikan kalau penempatan dana ini untuk menyelamatkan bank, tidak. Ini hanya untuk sementara, sementara dalam konteks untuk mengatasi gangguan yang terdapat di sistem keuangan," ujar Halim saat jumpa pers secara daring di Jakarta, Jumat.
Halim mencontohkan bank-bank yang sebetulnya masih sanggup membayar utang (solvent) tetapi tidak likuid karena terkendala Pasar Uang Antar-Bank (PUAB) yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. LPS mengambil peran di sini.
"Karena berbagai hal, pasar uang antar-bank tidak bisa memberikan money market line kepada bank tersebut, sementara akses terhadap BI juga terbatas. Di situlah peran dari LPS untuk menempatkan dananya secara sementara, selama-selamanya hanya enam bulan," kata Halim.
Adapun persyaratan bagi bank agar bisa mendapatkan dana dari LPS yaitu pertama adalah surat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyatakan Pemegang Saham Pengendali (PSP) tidak dapat membantu likuiditas bank.
Kedua, bank berada dalam status pengawasan baik itu Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) mengarah ke Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK) atau bank sudah dalam status BDPK.
Ketiga, bank kesulitan likuiditas bukan disebabkan oleh suatu tindakan yang dilakukan pegawai, pengurus, dan/atau pemegang saham secara tidak wajar (fraud).
Keempat, bank tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) dari Bank Indonesia.
Kelima, ada surat permintaan dari OJK yang disertai analisis kelayakan permohonan bank.
"Ada analisis kelayakan yang dilakukan OJK dan akan diserahkan dari OJK ke LPS, yang akan digunakan rekomendasi tersebut sebagai salah satu dasar LPS menempatkan dana ke bank," ujar Halim.
Bank yang memenuhi persyaratan dapat mengajukan permohonan kepada OJK untuk mendapatkan penempatan dana dari LPS dengan melampirkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan LPS.
Halim menambahkan untuk memitigasi risiko terkait penempatan dana ke bank, LPS akan meminta penjaminan baik dari aset pemegang saham pengendali ataupun aset dari bank yang bisa berwujud surat berharga, kredit, maupun aktiva tetap.
Penggunaan dana oleh bank, lanjut Halim, tentunya harus diawasi agar sesuai dengan tujuan. Karena bank masih dalam pengawasan OJK, tentunya penggunaan dana tersebut juga hari per hari akan dipantau oleh OJK. LPS dapat melakukan pemeriksaan, tapi tidak bisa sendirian melainkan harus bersama OJK.
"Dengan demikian kita berharap, mulai dari penempatan, penggunaan, serta pengawasannya, kita beharap bank ini bisa dapat keluar dari kesulitan likuiditas tersebut," kata Halim.