Beijing (ANTARA) - Otoritas kesehatan China menyebut negara dan wilayah tetangga yang menjadi penyebab munculnya gelombang terbaru kasus positif COVID-19 yang lebih buruk dalam dua tahun terakhir.
Kasus-kasus impor COVID-19 utamanya berasal dari negara-negara dan wilayah tetangga, seperti Vietnam, Korea Selatan, Myanmar, Laos, Rusia, dan Hong Kong, demikian disebutkan Kepala Epidemiologi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular China (CCDC) Wu Zunyou kepada pers di Beijing, Senin (14/3).
Pada Senin saja, di China ditemukan lebih dari 2.000 kasus positif baru yang menurut Wu merupakan kasus impor, kasus varian Omicron, kasus tanpa gejala, kasus ringan, dan klaster yang meluas.
Namun, pihaknya merasa yakin gelombang terbaru tersebut dapat segera dikendalikan.
Gelombang terakhir itu merupakan yang terparah dalam dua tahun ini yang menyebar hingga ke 16 provinsi, daerah otonomi, dan kota setingkat provinsi di China.
Sejak Januari 2022, klaster lokal di China meningkat signifikan, bahkan jumlah kasus rata-rata bulanan mencapai 10 kali lipat dibandingkan 2021 dan 2020, sebut Wu.
Ia mengemukakan bahwa para epidemiolog tetap menyarankan pemerintah China untuk mempertahankan kebijakan nol COVID-19 secara dinamis agar bisa mendeteksi virus lebih cepat dan lebih akurat.
Wu meminta masyarakat setempat tidak perlu panik dengan adanya gelombang terakhir COVID-19.
Apalagi dalam kasus harian dan jumlah kematian, China telah mencatat keberhasilan besar dibandingkan dengan negara-negara lain di Eropa, Amerika Utara, dan negara-negara tetangga yang juga sama-sama dilanda varian Omicron, kata Wu, menambahkan.
Kasus-kasus impor COVID-19 utamanya berasal dari negara-negara dan wilayah tetangga, seperti Vietnam, Korea Selatan, Myanmar, Laos, Rusia, dan Hong Kong, demikian disebutkan Kepala Epidemiologi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular China (CCDC) Wu Zunyou kepada pers di Beijing, Senin (14/3).
Pada Senin saja, di China ditemukan lebih dari 2.000 kasus positif baru yang menurut Wu merupakan kasus impor, kasus varian Omicron, kasus tanpa gejala, kasus ringan, dan klaster yang meluas.
Namun, pihaknya merasa yakin gelombang terbaru tersebut dapat segera dikendalikan.
Gelombang terakhir itu merupakan yang terparah dalam dua tahun ini yang menyebar hingga ke 16 provinsi, daerah otonomi, dan kota setingkat provinsi di China.
Sejak Januari 2022, klaster lokal di China meningkat signifikan, bahkan jumlah kasus rata-rata bulanan mencapai 10 kali lipat dibandingkan 2021 dan 2020, sebut Wu.
Ia mengemukakan bahwa para epidemiolog tetap menyarankan pemerintah China untuk mempertahankan kebijakan nol COVID-19 secara dinamis agar bisa mendeteksi virus lebih cepat dan lebih akurat.
Wu meminta masyarakat setempat tidak perlu panik dengan adanya gelombang terakhir COVID-19.
Apalagi dalam kasus harian dan jumlah kematian, China telah mencatat keberhasilan besar dibandingkan dengan negara-negara lain di Eropa, Amerika Utara, dan negara-negara tetangga yang juga sama-sama dilanda varian Omicron, kata Wu, menambahkan.