Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyebutkan sejauh ini ketahanan perbankan di Indonesia masih cukup kuat di tengah COVID-19 yang belum benar-benar berakhir.

"Ini didukung oleh tingkat permodalan yang cukup tinggi di level 25,8 persen dan likuiditas yang longgar di tengah meningkatnya tekanan eksternal yang bersumber dari ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina dan percepatan normalisasi kebijakan moneter bank sentral dunia," kata Purbaya dalam Silaturahmi LPS di Jakarta, Selasa.

Ia menyebutkan total aset perbankan tumbuh 10,3 persen year on year per Februari 2022 ditopang oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 11,1 persen year on year.

Pada saat yang sama penyaluran kredit perbankan tumbuh 6,3 persen year on year atau jauh membaik dibandingkan sepanjang tahun 2020 saat awal pandemi COVID-19 dengan penyaluran kredit terkontraksi minus 2,4 persen yoy.

"Pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dari pertumbuhan kredit per Februari 2022, membuat likuiditas perbankan masih longgar dengan rasio kredit terhadap simpanan (LDR) di level 78 persen," katanya.

Longgarnya likuiditas tersebut juga tampak dari aset likuid bank yang tinggi, yang didominasi oleh penempatan aset pada Surat Berharga Negara (SBN) dan pada Bank Indonesia.

Dari sisi kualitas aset, Gross NPL terjaga di level 3,1 persen, tapi masih dibayangi potensi peningkatan risiko dari kredit yang direstrukturisasi dengan rasio Loan at Risk sebesar 19,8 persen dan rasio kredit restrukturisasi sebesar 16,4 persen.

Namun apabila dibandingkan dengan tahun 2020, rasio kredit berisiko tersebut menunjukkan tren perbaikan.

"Sebagai bentuk mitigasi risiko kredit tersebut, perbankan terus memupuk CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) secara bertahap yang telah mencapai Rp353,7 triliun per Februari 2022. Sehingga rasio coverage CKPN terhadap NPL sudah relatif tinggi mencapai 199,4 persen," ucapnya.


Pewarta : Sanya Dinda Susanti
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024