Jakarta (ANTARA) - Densus 88 Antiteror Polri mengatakan bahwa dua tersangka dugaan terorisme yang ditangkap di Jakarta Barat tidak berkaitan dengan tersangka terorisme berinisial HOK yang ditangkap di Batu, Malang, pada 31 Juli 2024.
“Keduanya tidak memiliki keterkaitan. Jadi, termasuk grup media sosial dan laman yang diakses keduanya juga berbeda,” kata Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol. Aswin Siregar dalam konferensi pers di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta, Rabu.
Diketahui, Densus 88 pada Selasa (6/8) menangkap dua tersangka dugaan terorisme yang berinisial RJ dan AM di Jakarta Barat. Aswin menyebut, keduanya merupakan pendukung Daulah Islamiyah atau ISIS, sedangkan tersangka HOK yang ditangkap di Batu, Malang, juga merupakan seorang simpatisan.
Ia menjelaskan, para tersangka memang bergabung dalam grup media sosial yang berisi ajakan-ajakan atau propaganda Daulah Islamiyah. Akan tetapi, kata dia, hanya RJ dan AM yang sengaja mengunggah propaganda.
“Perbedaannya adalah kalau dua orang ini (RJ dan AM) memang sengaja mengunggah dukungan. Jadi, yang bersangkutan bukan hanya menjadi simpatisan, tapi juga aktif menyebarkan atau melakukan propaganda dukungan terhadap Daulah Islamiyah atau ISIS tersebut,” ucapnya.
Perbedaan lainnya yang ditemukan adalah dari bahan peledak yang diamankan penyidik. Aswin menyebut bahwa bahan peledak yang digunakan oleh pelaku di Jakarta Barat dan Batu, jenisnya berbeda.
“Kemungkinan besar tutorialnya ataupun sumber pembelajarannya berbeda,” ucapnya.
Ia menambahkan, ditangkapnya tersangka RJ dan AM berawal dari proses skrining atau monitoring pihak Densus 88 terhadap grup media sosial dan laman-laman yang memiliki aktivitas terkait propaganda, khususnya propaganda ISIS.
Berbedanya sumber grup dan laman yang diakses oleh keduanya menunjukkan bahwa ada banyak grup-grup yang melakukan perekrutan anggota tanpa bertemu secara fisik.
Sebagai langkah lanjut, kata dia, Densus 88 telah bekerja sama dengan Mabes Polri serta Menkominfo untuk men-takedown atau menghapus grup maupun laman berisi propaganda yang mereka laporkan.
“Secara teknis, penyidik Densus 88 itu terus melakukan monitoring, baik jaringan-jaringan yang secara fisik sudah kita kenal dan juga konten-konten di internet,” ujarnya.
“Keduanya tidak memiliki keterkaitan. Jadi, termasuk grup media sosial dan laman yang diakses keduanya juga berbeda,” kata Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol. Aswin Siregar dalam konferensi pers di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta, Rabu.
Diketahui, Densus 88 pada Selasa (6/8) menangkap dua tersangka dugaan terorisme yang berinisial RJ dan AM di Jakarta Barat. Aswin menyebut, keduanya merupakan pendukung Daulah Islamiyah atau ISIS, sedangkan tersangka HOK yang ditangkap di Batu, Malang, juga merupakan seorang simpatisan.
Ia menjelaskan, para tersangka memang bergabung dalam grup media sosial yang berisi ajakan-ajakan atau propaganda Daulah Islamiyah. Akan tetapi, kata dia, hanya RJ dan AM yang sengaja mengunggah propaganda.
“Perbedaannya adalah kalau dua orang ini (RJ dan AM) memang sengaja mengunggah dukungan. Jadi, yang bersangkutan bukan hanya menjadi simpatisan, tapi juga aktif menyebarkan atau melakukan propaganda dukungan terhadap Daulah Islamiyah atau ISIS tersebut,” ucapnya.
Perbedaan lainnya yang ditemukan adalah dari bahan peledak yang diamankan penyidik. Aswin menyebut bahwa bahan peledak yang digunakan oleh pelaku di Jakarta Barat dan Batu, jenisnya berbeda.
“Kemungkinan besar tutorialnya ataupun sumber pembelajarannya berbeda,” ucapnya.
Ia menambahkan, ditangkapnya tersangka RJ dan AM berawal dari proses skrining atau monitoring pihak Densus 88 terhadap grup media sosial dan laman-laman yang memiliki aktivitas terkait propaganda, khususnya propaganda ISIS.
Berbedanya sumber grup dan laman yang diakses oleh keduanya menunjukkan bahwa ada banyak grup-grup yang melakukan perekrutan anggota tanpa bertemu secara fisik.
Sebagai langkah lanjut, kata dia, Densus 88 telah bekerja sama dengan Mabes Polri serta Menkominfo untuk men-takedown atau menghapus grup maupun laman berisi propaganda yang mereka laporkan.
“Secara teknis, penyidik Densus 88 itu terus melakukan monitoring, baik jaringan-jaringan yang secara fisik sudah kita kenal dan juga konten-konten di internet,” ujarnya.