Makassar (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Makassar, Sulawesi Selatan menindaklanjuti dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diduga mendukung pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Makassar tertentu pada Pilkada serentak 2024.
"Ada delapan dugaan kasus pelanggaran. Enam sudah diteruskan ke Komisi ASN dan Badan Kepegawaian Negara atau BKN untuk diberikan saksi, sedangkan dua kasus lainnya dalam penelusuran," kata Ketua Bawaslu Makasar Dede Arwinsyah, Sabtu.
Ia menjelaskan, untuk enam kasus dugaan pelanggaran netralitas tersebut melibatkan beberapa ASN termasuk Kepala Dinas Pendidikan Makassar, Camat Bontoala serta salah seorang lurah.
Bersangkutan di duga terang-terangan mendukung paslon tertentu yang percakapannya viral di media sosial sebelum masa kampanye berlangsung. Kendati demikian, Bawaslu tetap memprosesnya.
Sedangkan dua ASN lainnya juga diduga melanggar netralitasnya masing-masing Lurah Daya serta salah seorang pegawai Rummah Sakit Bayangkara Makassar. Keduanya sengaja memberikan 'like' atau kesukaan pada salah satu video paslon tertentu.
"Untuk dua kasus ini ada satu pelapornya dan satunya dari informasi awal (pantauan medsos). Dua kasus ini sedang dalam penelusuran tim Bawaslu Makassar," tuturnya menegaskan.
Dede menyatakan, pihaknya terus memantau pergerakan di media sosial terkait ASN yang ikut memberi dukungan kepada paslon tertentu selain memberikan like atau menyukai postingan serta komentar-komentar bernada dukungan.
Alasannya, sesuai aturan ASN dilarang menyukai atau memberikan like maupun berkomentar di media sosial milik paslon atau kandidat kepala daerah. Aturan ini disebutkan dalam pasal 11 huruf (c) pada Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2024 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Dalam aturan ini dinyatakan bahwa dalam hal etika, terhadap diri sendiri ASN wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan tertentu.
"Sepaham saya ASN tidak dibolehkan ikut menjempol atau like di medsos paslon, karena aturannya memang begitu tidak bisa sebab dinilai mendukung. Kalau kita temukan bukti-buktinya pasti kami tidak sesuai aturan berlaku karena sudah masuk masa kampanye," ucap Dede menekankan.
"Ada delapan dugaan kasus pelanggaran. Enam sudah diteruskan ke Komisi ASN dan Badan Kepegawaian Negara atau BKN untuk diberikan saksi, sedangkan dua kasus lainnya dalam penelusuran," kata Ketua Bawaslu Makasar Dede Arwinsyah, Sabtu.
Ia menjelaskan, untuk enam kasus dugaan pelanggaran netralitas tersebut melibatkan beberapa ASN termasuk Kepala Dinas Pendidikan Makassar, Camat Bontoala serta salah seorang lurah.
Bersangkutan di duga terang-terangan mendukung paslon tertentu yang percakapannya viral di media sosial sebelum masa kampanye berlangsung. Kendati demikian, Bawaslu tetap memprosesnya.
Sedangkan dua ASN lainnya juga diduga melanggar netralitasnya masing-masing Lurah Daya serta salah seorang pegawai Rummah Sakit Bayangkara Makassar. Keduanya sengaja memberikan 'like' atau kesukaan pada salah satu video paslon tertentu.
"Untuk dua kasus ini ada satu pelapornya dan satunya dari informasi awal (pantauan medsos). Dua kasus ini sedang dalam penelusuran tim Bawaslu Makassar," tuturnya menegaskan.
Dede menyatakan, pihaknya terus memantau pergerakan di media sosial terkait ASN yang ikut memberi dukungan kepada paslon tertentu selain memberikan like atau menyukai postingan serta komentar-komentar bernada dukungan.
Alasannya, sesuai aturan ASN dilarang menyukai atau memberikan like maupun berkomentar di media sosial milik paslon atau kandidat kepala daerah. Aturan ini disebutkan dalam pasal 11 huruf (c) pada Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2024 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Dalam aturan ini dinyatakan bahwa dalam hal etika, terhadap diri sendiri ASN wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan tertentu.
"Sepaham saya ASN tidak dibolehkan ikut menjempol atau like di medsos paslon, karena aturannya memang begitu tidak bisa sebab dinilai mendukung. Kalau kita temukan bukti-buktinya pasti kami tidak sesuai aturan berlaku karena sudah masuk masa kampanye," ucap Dede menekankan.