Makassar (ANTARA Sulsel) - Sekretaris Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Selatan, Annas GS menyarankan seleksi panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan panitia pemungutan suara (PPS) di setiap pelaksanaan pilkada dihapus.
"Sebaiknya seleksi PPK dan PPS itu ditiadakan saja. Ini juga sebagai bentuk penghematan anggaran jika RUU Pilkada tetap dilaksanakan secara langsung," ujarnya di Makassar, Kamis.
Annas GS mengatakan, peniadaan atau penghapusan PPK dan PPS itu punya dua alasan yang mendasar yakni penghematan anggaran negara yang sering menjadi sorotan publik serta tidak sedikitnya masalah yang terjadi berawal dari PPK dan PPS.
Langkah itu juga dinilainya sebagai bentuk tanggungjawab KPU karena banyaknya sorotan publik yang menyatakan jika anggaran yang digelontorkan negara untuk pemilihan kepala daerah itu sangat besar.
"Kita bisa bekerja maksimal, meski tanpa mereka (PPK dan PPS), itu kalau RUU Pilkadanya disahkan oleh DPR RI," katanya.
Dia mengatakan, alasan lain dari peniadaan PPK dan PPS berdasarkan pengalaman-pengalaman pemilihan kepala daerah, baik bupati, wali kota, gubernur dan legislatif tidak sedikit PPK dan PPS yang terlibat dalam politik praktis.
Harusnya, mereka sebaia bagian dari penyelenggara negara itu tidak bisa ikut dalam sistem perpolitikan dengan memihak salah satu kandidat atau ikut bermain dalam politik.
"Mereka juga ikut berpolitik praktis dengan kandidat atau calon kepala daerah maupun tim sukses dengan menerima imbalan. Tujuannya untuk memuluskan langkah mereka. Jadi jika ini semua dihapuskan, maka tidak akan ada lagi konflik yang ditimbulkan ditiap pelaksanaan Pilkada secara langsung," katanya.
Selain permintaan penghapusan seleksi PPK dan PPS, mantan Kabag Humas Pemprov Sulsel ini juga meminta agar proses perhitungan suara di TPS hingga kecamatan sebaiknya ditiadakan.
Usulan tersebut demi menghindari konflik, baik antara penyelenggara pemilu maupun peserta pilkada. Biasanya, lanjut Annas, kisruh itu timbul karena adanya pembentukan opini mengenai hasil perolehan suara yang dilaporkan tim sukses kepada calon yang diusung.
"Makanya sistem yang paling bagus dan tidak menimbulkan konflik horizontal yaitu sistem penghitungan suara langsung saja di KPU. Tidak usah melalui tingkat bawah," katanya.
"Sebaiknya seleksi PPK dan PPS itu ditiadakan saja. Ini juga sebagai bentuk penghematan anggaran jika RUU Pilkada tetap dilaksanakan secara langsung," ujarnya di Makassar, Kamis.
Annas GS mengatakan, peniadaan atau penghapusan PPK dan PPS itu punya dua alasan yang mendasar yakni penghematan anggaran negara yang sering menjadi sorotan publik serta tidak sedikitnya masalah yang terjadi berawal dari PPK dan PPS.
Langkah itu juga dinilainya sebagai bentuk tanggungjawab KPU karena banyaknya sorotan publik yang menyatakan jika anggaran yang digelontorkan negara untuk pemilihan kepala daerah itu sangat besar.
"Kita bisa bekerja maksimal, meski tanpa mereka (PPK dan PPS), itu kalau RUU Pilkadanya disahkan oleh DPR RI," katanya.
Dia mengatakan, alasan lain dari peniadaan PPK dan PPS berdasarkan pengalaman-pengalaman pemilihan kepala daerah, baik bupati, wali kota, gubernur dan legislatif tidak sedikit PPK dan PPS yang terlibat dalam politik praktis.
Harusnya, mereka sebaia bagian dari penyelenggara negara itu tidak bisa ikut dalam sistem perpolitikan dengan memihak salah satu kandidat atau ikut bermain dalam politik.
"Mereka juga ikut berpolitik praktis dengan kandidat atau calon kepala daerah maupun tim sukses dengan menerima imbalan. Tujuannya untuk memuluskan langkah mereka. Jadi jika ini semua dihapuskan, maka tidak akan ada lagi konflik yang ditimbulkan ditiap pelaksanaan Pilkada secara langsung," katanya.
Selain permintaan penghapusan seleksi PPK dan PPS, mantan Kabag Humas Pemprov Sulsel ini juga meminta agar proses perhitungan suara di TPS hingga kecamatan sebaiknya ditiadakan.
Usulan tersebut demi menghindari konflik, baik antara penyelenggara pemilu maupun peserta pilkada. Biasanya, lanjut Annas, kisruh itu timbul karena adanya pembentukan opini mengenai hasil perolehan suara yang dilaporkan tim sukses kepada calon yang diusung.
"Makanya sistem yang paling bagus dan tidak menimbulkan konflik horizontal yaitu sistem penghitungan suara langsung saja di KPU. Tidak usah melalui tingkat bawah," katanya.