Jakarta (Antara Sulsel) - Pemerintah Indonesia mendorong pemerintah Myanmar segera memulihkan stabilitas keamanan di Rakhine State, pascaserangan di pos polisi dan militer di negara bagian yang ditinggali minoritas Muslim Rohingya itu.
"Kami mengharapkan pemerintah Myanmar dapat memberikan perlindungan terhadap semua orang yang berada di Rakhine State, termasuk komunitas Islam, dan akses kemanusiaan juga dapat diberikan agar krisis kemanusiaan tidak memburuk," kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam peluncuran program bantuan kemanusiaan bagi masyarakat Rakhine State, di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis.
Serangan kepada kepolisian Myanmar yang terjadi pada 25 Agustus oleh kelompok pemberontak ARSA dan RSO telah memicu serbuan balasan yang menewaskan lebih dari 100 orang, termasuk warga sipil.
Karena insiden tersebut, ribuan Muslim Rohingya terpaksa menyelamatkan diri ke Bangladesh untuk menghindari konflik kemanusiaan terburuk dalam lima tahun terakhir di Myanmar.
Indonesia sendiri terus membantu membangun Rakhine State dalam proses reformasi dan rekonsiliasi, serta mendorong pembangunan yang sifatnya inklusif termasuk penguatan demokratisasi.
Menlu RI secara khusus telah berkomunikasi dengan Penasihat Keamanan Nasional Myanmar U Thaung Tun dan Menteri Luar Negeri Bangladesh AH Mahmood Ali untuk memonitor kerja sama penanganan situasi kemanusiaan di Rakhine State.
Menlu juga telah berkomunikasi dengan mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, yang baru-baru ini menyerahkan rekomendasi laporan penyelidikan tentang konflik berkepanjangan antara antara komunitas Muslim Rohingya dan komunitas Buddha di Rakhine State, atas permintaan Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi.
Laporan yang dirilis oleh komisi independen pimpinan Kofi Annan tersebut merekomendasikan antara lain gabungan inisiatif politik, keamanan, dan pembangunan, serta menghilangkan diskriminasi atas minoritas Muslim Rohingya untuk memastikan kekerasan di Rakhine State tidak meningkat.
Laporan tersebut juga merekomendasikan tinjauan ulang atas undang-undang kewarganegaraan yang saat ini tidak mengakui Rohingya sebagai warga negara Myanmar, sehingga menjadikan mereka kelompok frustasi yang terpinggirkan dan kehilangan pengaruh politik.
Dalam pembuatan laporan tersebut, kata Menlu Retno, tim komisi Kofi Annan juga melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Bali pada Desember 2016, sehingga Indonesia ikut memastikan perannya dalam mewujudkan perdamaian di Rakhine State.
"Setelah laporan diterima oleh pemerintah Myanmar, Pak Kofi Annan berharap Indonesia dapat membantu Myanmar mengimplementasikan poin-poin rekomendasi dalam laporan tersebut," ujar Menlu.
"Kami mengharapkan pemerintah Myanmar dapat memberikan perlindungan terhadap semua orang yang berada di Rakhine State, termasuk komunitas Islam, dan akses kemanusiaan juga dapat diberikan agar krisis kemanusiaan tidak memburuk," kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam peluncuran program bantuan kemanusiaan bagi masyarakat Rakhine State, di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis.
Serangan kepada kepolisian Myanmar yang terjadi pada 25 Agustus oleh kelompok pemberontak ARSA dan RSO telah memicu serbuan balasan yang menewaskan lebih dari 100 orang, termasuk warga sipil.
Karena insiden tersebut, ribuan Muslim Rohingya terpaksa menyelamatkan diri ke Bangladesh untuk menghindari konflik kemanusiaan terburuk dalam lima tahun terakhir di Myanmar.
Indonesia sendiri terus membantu membangun Rakhine State dalam proses reformasi dan rekonsiliasi, serta mendorong pembangunan yang sifatnya inklusif termasuk penguatan demokratisasi.
Menlu RI secara khusus telah berkomunikasi dengan Penasihat Keamanan Nasional Myanmar U Thaung Tun dan Menteri Luar Negeri Bangladesh AH Mahmood Ali untuk memonitor kerja sama penanganan situasi kemanusiaan di Rakhine State.
Menlu juga telah berkomunikasi dengan mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, yang baru-baru ini menyerahkan rekomendasi laporan penyelidikan tentang konflik berkepanjangan antara antara komunitas Muslim Rohingya dan komunitas Buddha di Rakhine State, atas permintaan Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi.
Laporan yang dirilis oleh komisi independen pimpinan Kofi Annan tersebut merekomendasikan antara lain gabungan inisiatif politik, keamanan, dan pembangunan, serta menghilangkan diskriminasi atas minoritas Muslim Rohingya untuk memastikan kekerasan di Rakhine State tidak meningkat.
Laporan tersebut juga merekomendasikan tinjauan ulang atas undang-undang kewarganegaraan yang saat ini tidak mengakui Rohingya sebagai warga negara Myanmar, sehingga menjadikan mereka kelompok frustasi yang terpinggirkan dan kehilangan pengaruh politik.
Dalam pembuatan laporan tersebut, kata Menlu Retno, tim komisi Kofi Annan juga melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Bali pada Desember 2016, sehingga Indonesia ikut memastikan perannya dalam mewujudkan perdamaian di Rakhine State.
"Setelah laporan diterima oleh pemerintah Myanmar, Pak Kofi Annan berharap Indonesia dapat membantu Myanmar mengimplementasikan poin-poin rekomendasi dalam laporan tersebut," ujar Menlu.