Penjabat gubernur Sulsel pertajam program-program prioritas nasional
Makassar (ANTARA) - Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Bahtiar Baharuddin mengatakan pihaknya mempertajam program-program prioritas pembangunan nasional di Sulsel, seperti untuk mengatasi kemiskinan ekstrem dan penurunan stunting (gangguan pertumbuhan pada anak).
"Ini sebenarnya peluang ya, karena kan RPJMD lima tahun sudah selesai dari 2018-2023 sesuai dengan masa jabatan gubernur," kata Bahtiar usai pemaparan bersama Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP), di Makassar, Kamis.
"Kita ini kan memang di transisi ya, ini setahun ke depan tugas kita adalah kembali menajamkan program-program prioritas nasional terutama soal kemiskinan ekstrim. Jadi tadi sudah disampaikan yang bereorientasi hasil," katanya.
Menurut dia, keberhasilan pemerintah adalah keberhasilan masyarakat. Apabila masih ada kemiskinan ekstrem, pemerintah butuh kerja-kerja keras untuk menuju kesejahteraan masyarakat.
"Sebenarnya apa yang disampaikan tadi itulah yang saya lakukan selama ini. Hasilnya apa kita di pemerintahan ini. Kehidupan masyarakat kita di Sulsel ini seperti apa," katanya.
Apalagi, kemiskinan ekstrem di Sulsel saat ini masih delapan persen, kemudian stunting sendiri masih di angka 27 persen. Untuk mengatasi dua hal tersebut, harus dengan menciptakan pendapatan baru masyarakat agar keluar dari kemiskinan ekstrem.
"Bagaimana kita menyelesaikan, ternyata stuntingnya masih 27 persen. Lalu bagaimana untuk atasi inflasi dan berbagai macam," kata Bahtiar Baharuddin.
"Kemudian masih ada gizi buruk. Kata kunci dari semua itu adalah kemiskinan, apa obatnya kemiskinan?. Iya harus diberikan pendapatan, orang miskin karena tidak memiliki pendapatan intinya," katanya.
Bahtiar Baharuddin menjelaskan, kemiskinan ada dua. Ada yang secara kultural, kemudian penyebab struktural. Sebagai pemerintah, tidak boleh pasrah melihat masyarakat malas, bagaimana memotivasi masyarakat dari malas menjadi rajin.
Hadir dalam acara tersebut perwakilan dari Kemenpan RB, Kepala BKAD Setda Pemprov Sulsel, Kepala Dinas Sosial, Kepala Balitbangda Sulsel, Dinas Kesehatan Sulsel, dan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya.
"Ini sebenarnya peluang ya, karena kan RPJMD lima tahun sudah selesai dari 2018-2023 sesuai dengan masa jabatan gubernur," kata Bahtiar usai pemaparan bersama Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP), di Makassar, Kamis.
"Kita ini kan memang di transisi ya, ini setahun ke depan tugas kita adalah kembali menajamkan program-program prioritas nasional terutama soal kemiskinan ekstrim. Jadi tadi sudah disampaikan yang bereorientasi hasil," katanya.
Menurut dia, keberhasilan pemerintah adalah keberhasilan masyarakat. Apabila masih ada kemiskinan ekstrem, pemerintah butuh kerja-kerja keras untuk menuju kesejahteraan masyarakat.
"Sebenarnya apa yang disampaikan tadi itulah yang saya lakukan selama ini. Hasilnya apa kita di pemerintahan ini. Kehidupan masyarakat kita di Sulsel ini seperti apa," katanya.
Apalagi, kemiskinan ekstrem di Sulsel saat ini masih delapan persen, kemudian stunting sendiri masih di angka 27 persen. Untuk mengatasi dua hal tersebut, harus dengan menciptakan pendapatan baru masyarakat agar keluar dari kemiskinan ekstrem.
"Bagaimana kita menyelesaikan, ternyata stuntingnya masih 27 persen. Lalu bagaimana untuk atasi inflasi dan berbagai macam," kata Bahtiar Baharuddin.
"Kemudian masih ada gizi buruk. Kata kunci dari semua itu adalah kemiskinan, apa obatnya kemiskinan?. Iya harus diberikan pendapatan, orang miskin karena tidak memiliki pendapatan intinya," katanya.
Bahtiar Baharuddin menjelaskan, kemiskinan ada dua. Ada yang secara kultural, kemudian penyebab struktural. Sebagai pemerintah, tidak boleh pasrah melihat masyarakat malas, bagaimana memotivasi masyarakat dari malas menjadi rajin.
Hadir dalam acara tersebut perwakilan dari Kemenpan RB, Kepala BKAD Setda Pemprov Sulsel, Kepala Dinas Sosial, Kepala Balitbangda Sulsel, Dinas Kesehatan Sulsel, dan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya.