Direksi PLN Sulselrabar menjelaskan alasan pemadaman bergilir
Makassar (ANTARA) - General Manager PT PLN Unit Induk Distribusi Wilayah Sulawesi Selatan Tenggara dan Barat (Sulselrabar) Moch Andy Adchaminoerdin menjelaskan alasan pemadaman bergilir yang berlangsung di sejumlah wilayah selama dua bulan terakhir.
"Kalau pemadaman terjadi karena kebutuhan itu lebih banyak daripada kekuatan kita. Jadi demand (keinginan konsumen) lebih besar dari pada daya tampung pasok," ujarnya kepada wartawan usai mengikuti Rapat Dengar Pendapart di Kantor DPRD Sulsel, Makassar, Kamis.
Ia menjelaskan mengapa daya tampung pasok berkurang, karena ada pemain kordit besar yang di kelola oleh PLN, baik itu milik PLN sendiri maupun milik pembangkit swasta atau Mobile Power Plant (MPP) yang tidak bisa berjalan maksimal.
Selain itu MPP yang paling besar yakni Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso Energy milik PT Kalla yang mempunyai 515 Mega Watt (MW) juga tidak mampu memasok dan hanya dapat mensuplai 200 MW. Bahkan kalau pun dimaksimalkan, air yang ditampung akan habis.
"Kalau dimaksimalkan, mereka akan habis airnya dan bisa terjadi Blackout (pemadaman total), ini lebih parah. Sehingga yang dilakukan PLN untuk meningkatkan manajemen adalah pembuat peraturan (pemadaman bergilir), tuturnya menjelaskan.
Selain itu, PLN juga melakukan upaya-upaya seperti normalisasi pembangkit yang ada, penambah pembangkit yang sifatnya cepat masuk, kata dia, untuk sementara waktu saja sembari menunggu proyek di bawah PLN termasuk RBT dapat masuk setelah kondisi normal .
Andy menyebutkan, saat ini penggunaan beban puncak normalnya mencapai 1.800 MW. Kalau kondisi PLN normal sebelumnya mampu memasok 2.300 MW. Sedangkan kondisi sekarang dari PLTA milik PLN sudah kehilangan kurang dari 650 MW.
"Saat ini di maksimalkan pembangkit yang ada itu, alhamdulillah sampai dengan hari ini kita tidak terjadi padam total, namun yang kita bisa lakukan adalah manajemen perubahan antara 200 MW sampai 250 MW, yah diaturlah pokoknya agar tidak terjadi pemadaman total," tuturnya.
Saat ditanyakan sampai kapan pemadaman bergilir ini dilakukan, kata dia, meminta dukungan dan doa masyarakat agar semuanya bisa teratasi. Sebab, bila hanya mengandalkan dari air mungkin ke depan akan susah.
"Jadi kita lagi melakukan relokasi-relokasi mesin masuk ke Sulsel. Ini nanti pasokan akan masuk di Desember sebesar 50 Megawatt. Harapannya, di situ sudah mulai pulihlah begitu. Namun Kami memohon doa restunya, kalau hujan turun deras di daerah Poso, di sana karena debit air di sana bisa memenuhi waduk, secepat mungkin bisa normal," harapnya.
Andi mengemukakan, kendalanya suplai listrik paling dominan berada di PLTA Poso Energy dengan kekuatan sampai 515 MW yang distribusi listriknya sampai di Kendari, Sulawesi Tenggara. Kemudian daerah Palu, Poso, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan juga didistribusi.
Mengenai kondisi pembangkit listrik yang ada di Sulsel, kata Andy, sudah ada beberapa beroperasi, namun untuk Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) atau angin milik swasta di Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Sidrap per hari ini nol, atau tidak ada daya dihasilkan karena kincirnya tidak berputar disebabkan faktor cuaca hujan.
"Jadi, pada saat berputar, itu bisa produksi (listrik) tapi ini tidak bisa berputar. Kalau Pembangkit di bendungan Bili-bili, sebenarnya kapasitasnya 20 MW. Karena kekeringan tidak jalan. Kabar baiknya, sudah bisa masuk operasi, sudah mulai ada airnya, tapi baru empat MW yang bisa masuk. Sampai akhir Desember nanti 80 MW kita bisa masuk, minimal bisa mengurangi pemadaman," ujarnya.
Terkait dengan pemberian kompensasi dampak pemadaman bergilir ini, telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 13 tahun 2021 sudah dijalankan PLN. Regulasi adalah untuk tarif adjustment adalah 35 persen dari rekening minimum dan kalau non tarif adjustment sebesar 20 persen dari rekening minimum.
Untuk pembayaran kompensasi tersebut, sebut dia, dibayakan di Oktober 2023 sebesar Rp39 miliar lebih, dan untuk November masih dihitung berapa akumulasi kompensasi dibayarkan karena bulan November belum habis.
"Kondisi PLN saat ini sulit, ada regulasinya semua. Mengadakan mesin pembangkit juga tidak semudah seperti itu, harus masuk rencana umum penyediaan alat listrik, dan prosesnya panjang. Kondisi di Sulselbar dalam keadaan defisit (listrik). Kita minta tolong bantuan masyarakat hemat penggunaan listrik 30 persen per rumah tangga, Insya Allah kalau kita kompak maka tidak ada pemadaman," katanya menyarankan.
"Kalau pemadaman terjadi karena kebutuhan itu lebih banyak daripada kekuatan kita. Jadi demand (keinginan konsumen) lebih besar dari pada daya tampung pasok," ujarnya kepada wartawan usai mengikuti Rapat Dengar Pendapart di Kantor DPRD Sulsel, Makassar, Kamis.
Ia menjelaskan mengapa daya tampung pasok berkurang, karena ada pemain kordit besar yang di kelola oleh PLN, baik itu milik PLN sendiri maupun milik pembangkit swasta atau Mobile Power Plant (MPP) yang tidak bisa berjalan maksimal.
Selain itu MPP yang paling besar yakni Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso Energy milik PT Kalla yang mempunyai 515 Mega Watt (MW) juga tidak mampu memasok dan hanya dapat mensuplai 200 MW. Bahkan kalau pun dimaksimalkan, air yang ditampung akan habis.
"Kalau dimaksimalkan, mereka akan habis airnya dan bisa terjadi Blackout (pemadaman total), ini lebih parah. Sehingga yang dilakukan PLN untuk meningkatkan manajemen adalah pembuat peraturan (pemadaman bergilir), tuturnya menjelaskan.
Selain itu, PLN juga melakukan upaya-upaya seperti normalisasi pembangkit yang ada, penambah pembangkit yang sifatnya cepat masuk, kata dia, untuk sementara waktu saja sembari menunggu proyek di bawah PLN termasuk RBT dapat masuk setelah kondisi normal .
Andy menyebutkan, saat ini penggunaan beban puncak normalnya mencapai 1.800 MW. Kalau kondisi PLN normal sebelumnya mampu memasok 2.300 MW. Sedangkan kondisi sekarang dari PLTA milik PLN sudah kehilangan kurang dari 650 MW.
"Saat ini di maksimalkan pembangkit yang ada itu, alhamdulillah sampai dengan hari ini kita tidak terjadi padam total, namun yang kita bisa lakukan adalah manajemen perubahan antara 200 MW sampai 250 MW, yah diaturlah pokoknya agar tidak terjadi pemadaman total," tuturnya.
Saat ditanyakan sampai kapan pemadaman bergilir ini dilakukan, kata dia, meminta dukungan dan doa masyarakat agar semuanya bisa teratasi. Sebab, bila hanya mengandalkan dari air mungkin ke depan akan susah.
"Jadi kita lagi melakukan relokasi-relokasi mesin masuk ke Sulsel. Ini nanti pasokan akan masuk di Desember sebesar 50 Megawatt. Harapannya, di situ sudah mulai pulihlah begitu. Namun Kami memohon doa restunya, kalau hujan turun deras di daerah Poso, di sana karena debit air di sana bisa memenuhi waduk, secepat mungkin bisa normal," harapnya.
Andi mengemukakan, kendalanya suplai listrik paling dominan berada di PLTA Poso Energy dengan kekuatan sampai 515 MW yang distribusi listriknya sampai di Kendari, Sulawesi Tenggara. Kemudian daerah Palu, Poso, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan juga didistribusi.
Mengenai kondisi pembangkit listrik yang ada di Sulsel, kata Andy, sudah ada beberapa beroperasi, namun untuk Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) atau angin milik swasta di Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Sidrap per hari ini nol, atau tidak ada daya dihasilkan karena kincirnya tidak berputar disebabkan faktor cuaca hujan.
"Jadi, pada saat berputar, itu bisa produksi (listrik) tapi ini tidak bisa berputar. Kalau Pembangkit di bendungan Bili-bili, sebenarnya kapasitasnya 20 MW. Karena kekeringan tidak jalan. Kabar baiknya, sudah bisa masuk operasi, sudah mulai ada airnya, tapi baru empat MW yang bisa masuk. Sampai akhir Desember nanti 80 MW kita bisa masuk, minimal bisa mengurangi pemadaman," ujarnya.
Terkait dengan pemberian kompensasi dampak pemadaman bergilir ini, telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 13 tahun 2021 sudah dijalankan PLN. Regulasi adalah untuk tarif adjustment adalah 35 persen dari rekening minimum dan kalau non tarif adjustment sebesar 20 persen dari rekening minimum.
Untuk pembayaran kompensasi tersebut, sebut dia, dibayakan di Oktober 2023 sebesar Rp39 miliar lebih, dan untuk November masih dihitung berapa akumulasi kompensasi dibayarkan karena bulan November belum habis.
"Kondisi PLN saat ini sulit, ada regulasinya semua. Mengadakan mesin pembangkit juga tidak semudah seperti itu, harus masuk rencana umum penyediaan alat listrik, dan prosesnya panjang. Kondisi di Sulselbar dalam keadaan defisit (listrik). Kita minta tolong bantuan masyarakat hemat penggunaan listrik 30 persen per rumah tangga, Insya Allah kalau kita kompak maka tidak ada pemadaman," katanya menyarankan.