DPRD Sulsel ungkap APBD 2023 defisit sekitar Rp600 miliar
Makassar (ANTARA) - DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mengungkapkan target anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2023 oleh pemerintah provinsi (Pemprov) setempat tidak tercapai atau mengalami defisit sekitar Rp600 miliar dari target yang diproyeksikan.
Ketua Komisi C DPRD Sulsel Andi Januar Jaury Dharwis di Makassar, Jumat, mengatakan target APBD tahun 2023 sekitar Rp10,1 triliun lebih, termasuk dalam postur anggaran itu sudah ada beban carry over (pengalihan pembahasan), sehingga membuat defisit.
Menurut dia, dengan tidak tercapainya target pendapatan tersebut maka terjadi defisit kemudian menjadi beban utang dari masa pemerintahan sebelumnya. Selain itu, utang tersebut merupakan akumulasi carry over pada tahun lalu.
Dai mengatakan sejak tahun 2021 sampai 2022 dan berlanjut pada 2023 selalu ada carry over sekitar Rp500 miliar menjadi beban.
Padahal, kata dia, proyeksi APBD tahun 2023 telah dialokasikan untuk pendapatan sebesar Rp10,1 triliun lebih dan anggaran belanja Rp9,9 triliun lebih, namun tidak memenuhi target atau minus Rp600 miliar.
Oleh karena itu, kata dia, diperlukan keseimbangan penerimaan pemerintah dikurangi belanja Pemprov di luar pembayaran bunga utang.
Ia meminta Pemprov Sulsel agar lebih berhati-hati dalam perencanaan belanja, sehingga tidak menimbulkan beban utang maka langkahnya harus mengurangi jumlah belanja.
"Ke depan perencanaan belanja dikurangi, tetapi tidak mengurangi kualitas pelayanan masyarakat agar fiskal kita ke depan kembali sehat," katanya.
Menurut Januar, hal ini sudah diantisipasi oleh DPRD dan Pemprov Sulsel untuk APBD tahun 2024 dengan mendekatkan target pendapatan ke realisasi tahun 2023. Apapun program dan kegiatan yang telah termuat di Peraturan Daerah APBD 2024 mengikat secara hukum.
"Jadi, apabila sudah dilaksanakan itu menjadi kewajiban pemerintah untuk menyelesaikan pada tahun anggaran berikutnya. Tahun ini kita sudah ditetapkan pos belanja sebesar Rp10,028 triliun," katanya.
Secara terpisah, Ketua Komisi B DPRD Sulsel Fermina Tallulembang mengemukakan target Rp10,1 triliun yang tidak tercapai tersebut tentu tidak bisa melunasi beban utang dan kini menjadi pekerjaan rumah.
Menurut dia, beban Rp600 miliar ini bagian dari defisit, karena beban belanja terlalu tinggi di Pemprov yang kemudian menyisakan utang.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Sulsel Arfandy Idris meminta agar perlu dicari datanya, apa saja yang tidak terbayarkan sehingga bisa diketahui apa saja yang menjadi utang dengan angka Rp600 miliar tersebut.
"Perlu dicari tahu apa penyebab. Kalau saya, tidak mau terjebak bahwa realisasi pendapatan yang tidak tercapai, itu belum tentu. Jangan sampai memang berlebih belanja, mungkin ada kegiatan yang dibayarkan tetapi tidak dianggarkan di APBD," ungkap Arfandy.
Ketua Komisi C DPRD Sulsel Andi Januar Jaury Dharwis di Makassar, Jumat, mengatakan target APBD tahun 2023 sekitar Rp10,1 triliun lebih, termasuk dalam postur anggaran itu sudah ada beban carry over (pengalihan pembahasan), sehingga membuat defisit.
Menurut dia, dengan tidak tercapainya target pendapatan tersebut maka terjadi defisit kemudian menjadi beban utang dari masa pemerintahan sebelumnya. Selain itu, utang tersebut merupakan akumulasi carry over pada tahun lalu.
Dai mengatakan sejak tahun 2021 sampai 2022 dan berlanjut pada 2023 selalu ada carry over sekitar Rp500 miliar menjadi beban.
Padahal, kata dia, proyeksi APBD tahun 2023 telah dialokasikan untuk pendapatan sebesar Rp10,1 triliun lebih dan anggaran belanja Rp9,9 triliun lebih, namun tidak memenuhi target atau minus Rp600 miliar.
Oleh karena itu, kata dia, diperlukan keseimbangan penerimaan pemerintah dikurangi belanja Pemprov di luar pembayaran bunga utang.
Ia meminta Pemprov Sulsel agar lebih berhati-hati dalam perencanaan belanja, sehingga tidak menimbulkan beban utang maka langkahnya harus mengurangi jumlah belanja.
"Ke depan perencanaan belanja dikurangi, tetapi tidak mengurangi kualitas pelayanan masyarakat agar fiskal kita ke depan kembali sehat," katanya.
Menurut Januar, hal ini sudah diantisipasi oleh DPRD dan Pemprov Sulsel untuk APBD tahun 2024 dengan mendekatkan target pendapatan ke realisasi tahun 2023. Apapun program dan kegiatan yang telah termuat di Peraturan Daerah APBD 2024 mengikat secara hukum.
"Jadi, apabila sudah dilaksanakan itu menjadi kewajiban pemerintah untuk menyelesaikan pada tahun anggaran berikutnya. Tahun ini kita sudah ditetapkan pos belanja sebesar Rp10,028 triliun," katanya.
Secara terpisah, Ketua Komisi B DPRD Sulsel Fermina Tallulembang mengemukakan target Rp10,1 triliun yang tidak tercapai tersebut tentu tidak bisa melunasi beban utang dan kini menjadi pekerjaan rumah.
Menurut dia, beban Rp600 miliar ini bagian dari defisit, karena beban belanja terlalu tinggi di Pemprov yang kemudian menyisakan utang.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Sulsel Arfandy Idris meminta agar perlu dicari datanya, apa saja yang tidak terbayarkan sehingga bisa diketahui apa saja yang menjadi utang dengan angka Rp600 miliar tersebut.
"Perlu dicari tahu apa penyebab. Kalau saya, tidak mau terjebak bahwa realisasi pendapatan yang tidak tercapai, itu belum tentu. Jangan sampai memang berlebih belanja, mungkin ada kegiatan yang dibayarkan tetapi tidak dianggarkan di APBD," ungkap Arfandy.