Airlangga resmikan pengoperasian smelter PT Freeport Indonesia di Gresik
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meresmikan pengoperasian smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Gresik, Jawa Timur.
Smelter PTFI merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain jalur tunggal terbesar di dunia berkapasitas pemurnian mencapai 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun.
“Kita beri applause kepada manajemen yang extraordinary. Dan yang dibangun pun pabrik yang extraordinary, luar biasa. Jadi ini sangat tepat waktu, karena saat sekarang renewable energy menjadi tren. Dan tren renewable energy butuh critical mineral. Dan salah satunya adalah copper,” kata Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Airlangga menjelaskan, proyek yang menempati lahan seluas 100 hektar itu memiliki nilai investasi kumulatif mencapai 3,7 miliar dolar AS atau Rp58 triliun.
Investasi tersebut tidak hanya akan memberikan manfaat bagi perusahaan konstruksi dalam negeri, tetapi juga akan menciptakan efek berganda (multiplier effects) kepada masyarakat di Kabupaten Gresik.
Bersama dengan smelter yang dioperasikan PT Smelting, keduanya akan memurnikan 3 juta ton konsentrat tembaga per tahun dengan produksi sekitar 600.000 ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 200 ton perak per tahun.
Dengan beroperasinya smelter ini, seluruh kosentrat tembaga yang diproduksi oleh PTFI dapat semuanya diproses dan dimurnikan di dalam negeri, demikian juga lumpur anoda dari PT Smelting.
“Dan ini yang pertama integrasi tambang sampai dengan produk akhir. Dan dengan integrasi ini, maka produksi emas nanti yang 50 ton bayar royalti. Karena ini terintegrasi dari tambang sampai ke hilir. Demikian pula untuk perak juga bayar royalti. Jadi tentu banyak pendapatan yang didapatkan pemerintah,” ujarnya.
Kehadiran PTFI di KEK Gresik diharapkan dapat menjadi salah satu penarik dalam membentuk kawasan dengan ekosistem yang mendukung hilirisasi, khususnya kendaraan listrik (EV). Hingga Maret 2024, KEK Gresik telah mencatatkan nilai investasi sebesar Rp75,2 triliun dan menyerap lebih dari 35.000 orang tenaga kerja.
“Tentu ke depan Indonesia akan mampu untuk meningkatkan ekspornya. Kalau ekspor kita kuat, maka rupiah kita bisa stabil. Sebagai contoh, dari nikel itu dan dari kelapa sawit ekspor kita 55 miliar dolar AS. Nah impor minyaknya 40 miliar dolar AS. Jadi sebetulnya natural hedging itu terjadi,” terang Airlangga.
Selain melakukan prosesi peresmian operasional smelter PTFI, Airlangga beserta rombongan juga berkesempatan meninjau kawasan smelter PTFI dengan mengunjungi area jetty, anode casting, dan central control building.
Airlangga juga menyampaikan kepada awak media terkait peran operasional smelter PTFI dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Adapun, pemerintah menggagas kebijakan hilirisasi industri yang diharapkan mampu mendukung peningkatan nilai tambah perekonomian nasional sekaligus menjadi salah satu kunci dalam menjaga resiliensi ekonomi nasional.
Untuk mendukung kebijakan hilirisasi tersebut, peran off-takers domestik menjadi sangat penting termasuk pengguna bahan baku tembaga.
Lebih lanjut, pasokan produk hilirisasi tembaga yang dibutuhkan Indonesia saat ini masih mengandalkan produk impor seperti copper tube, copper tape, evaporator tembaga, serta komponen-komponen yang dibutuhkan dalam produksi EV seperti kabel, inverter, hingga baterai. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, Pemerintah terus mendorong industri pengolahan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk melakukan hilirisasi.
Smelter PTFI merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain jalur tunggal terbesar di dunia berkapasitas pemurnian mencapai 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun.
“Kita beri applause kepada manajemen yang extraordinary. Dan yang dibangun pun pabrik yang extraordinary, luar biasa. Jadi ini sangat tepat waktu, karena saat sekarang renewable energy menjadi tren. Dan tren renewable energy butuh critical mineral. Dan salah satunya adalah copper,” kata Airlangga dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Airlangga menjelaskan, proyek yang menempati lahan seluas 100 hektar itu memiliki nilai investasi kumulatif mencapai 3,7 miliar dolar AS atau Rp58 triliun.
Investasi tersebut tidak hanya akan memberikan manfaat bagi perusahaan konstruksi dalam negeri, tetapi juga akan menciptakan efek berganda (multiplier effects) kepada masyarakat di Kabupaten Gresik.
Bersama dengan smelter yang dioperasikan PT Smelting, keduanya akan memurnikan 3 juta ton konsentrat tembaga per tahun dengan produksi sekitar 600.000 ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 200 ton perak per tahun.
Dengan beroperasinya smelter ini, seluruh kosentrat tembaga yang diproduksi oleh PTFI dapat semuanya diproses dan dimurnikan di dalam negeri, demikian juga lumpur anoda dari PT Smelting.
“Dan ini yang pertama integrasi tambang sampai dengan produk akhir. Dan dengan integrasi ini, maka produksi emas nanti yang 50 ton bayar royalti. Karena ini terintegrasi dari tambang sampai ke hilir. Demikian pula untuk perak juga bayar royalti. Jadi tentu banyak pendapatan yang didapatkan pemerintah,” ujarnya.
Kehadiran PTFI di KEK Gresik diharapkan dapat menjadi salah satu penarik dalam membentuk kawasan dengan ekosistem yang mendukung hilirisasi, khususnya kendaraan listrik (EV). Hingga Maret 2024, KEK Gresik telah mencatatkan nilai investasi sebesar Rp75,2 triliun dan menyerap lebih dari 35.000 orang tenaga kerja.
“Tentu ke depan Indonesia akan mampu untuk meningkatkan ekspornya. Kalau ekspor kita kuat, maka rupiah kita bisa stabil. Sebagai contoh, dari nikel itu dan dari kelapa sawit ekspor kita 55 miliar dolar AS. Nah impor minyaknya 40 miliar dolar AS. Jadi sebetulnya natural hedging itu terjadi,” terang Airlangga.
Selain melakukan prosesi peresmian operasional smelter PTFI, Airlangga beserta rombongan juga berkesempatan meninjau kawasan smelter PTFI dengan mengunjungi area jetty, anode casting, dan central control building.
Airlangga juga menyampaikan kepada awak media terkait peran operasional smelter PTFI dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Adapun, pemerintah menggagas kebijakan hilirisasi industri yang diharapkan mampu mendukung peningkatan nilai tambah perekonomian nasional sekaligus menjadi salah satu kunci dalam menjaga resiliensi ekonomi nasional.
Untuk mendukung kebijakan hilirisasi tersebut, peran off-takers domestik menjadi sangat penting termasuk pengguna bahan baku tembaga.
Lebih lanjut, pasokan produk hilirisasi tembaga yang dibutuhkan Indonesia saat ini masih mengandalkan produk impor seperti copper tube, copper tape, evaporator tembaga, serta komponen-komponen yang dibutuhkan dalam produksi EV seperti kabel, inverter, hingga baterai. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, Pemerintah terus mendorong industri pengolahan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk melakukan hilirisasi.