Wakajati Sulsel menyetujui empat perkara melalui keadilan restoratif
Makassar (ANTARA) - Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Teuku Rahman menyetujui empat perkara untuk diselesaikan melalui Keadilan Restoratif atau RJ dari satuan kerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Palopo, Kejari Takalar dan Kejari Tana Toraja.
"Keadilan restoratif menjadi solusi dimana kepentingan korban diutamakan dalam penyelesaian perkara. Dalam hal ini pemberian maaf dari korban menjadi faktor penentu penyelesaian perkara," katanya di sela ekspos perkara melalui daring di Makassar, Kamis
Teuku mengatakan penyelesaian sebuah perkara lewat RJ memberikan solusi untuk memperbaiki keadaan, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat dengan tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku.
"Di sisi lain tetap memperhatikan kondisi tertentu dari pelaku kejahatan sebagai bahan pertimbangan penyelesaian perkaranya," ujarnya saat ekspose didampingi Asisten Tindak Pidana Umum, Rizal Syah Nyaman di Kantor Kejati Sulsel .
Kasus yang disetujui dari Kejari Kota Palopo atas nama tersangka Muh Arfah Mukmin (28) disangka melanggar pasal 406 ayat (1) KUHPidana (kasus pengrusakan barang) terhadap korbannya Franssiska (48).
Kejadian pada 24 Agustus 2024 di Jalan Lembu, Kelurahan Temmalebba, Kecamatan Bara, Kota Palopo. Kasus ini bermula adanya kesalahpahaman antara tersangka dengan lelaki Simon Tandiara (suami pelapor) mengira korban membuang sampah di dekat rumah kos tersangka.
Tersangka langsung mengamuk di rumah korban, marah-marah sambil memegang sebilah parang dan merusak pagar, sepeda dan kaca jendela yang mengakibatkan korban Franssiska mengalami kerugian yang ditaksir Rp5 juta.
Sedangkan untuk perkara Kejari Tana Toraja, atas nama tersangka Simon Ganti (42) yang disangka melanggar pasal 335 ayat (1) KUHPidana (kasus pemaksaan dengan kekerasan) terhadap korban Mikael Dage (40).
Kejadian pada Sabtu 30 Maret 2024 di Lingkungan Danglu, Kelurahan Rantekalua, Kecamatan Mangkendek. Kasus ini berawal dari tersangka menyewa kontrakan korban dengan biaya Rp350 ribu tiap bulan.
Setelah empat hari tinggal, saksi korban meminta tersangka keluar dari kontrakannya. Terjadi cekcok saat tersangka meminta uang kosnya dikembalikan hingga mengancam menggunakan pisau. Diketahui tersangka sudah bercerai dan tinggal bersama ibunya serta berprofesi petani.
Sementara di Kejari Takalar ada dua perkara RJ yakni tindak pidana penganiayaan yang melanggar pasal 351 Ayat (1) KUHP dengan tersangka Bara Daeng Tayang (45) terhadap korban Lawati (42). Permasalahan berkaitan patok sawah milik tersangka dicabut.
Selanjutnya, tersangka atas nama Sompo Wandi (38) terhadap korban Haris (47). Pemasalahan ketersinggungan hingga terjadi pemukulan terhadap korban lalu terkapar di jalanan.
Alasan pemberian RJ, pertama para tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan bukan residivis, diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun dan saksi korban telah memaafkan perbuatan tersangka dan telah ada perdamaian kedua belah pihak serta masyarakat merespons positif.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wakajati Sulsel setujui empat perkara melalui keadilan restoratif
"Keadilan restoratif menjadi solusi dimana kepentingan korban diutamakan dalam penyelesaian perkara. Dalam hal ini pemberian maaf dari korban menjadi faktor penentu penyelesaian perkara," katanya di sela ekspos perkara melalui daring di Makassar, Kamis
Teuku mengatakan penyelesaian sebuah perkara lewat RJ memberikan solusi untuk memperbaiki keadaan, merekonsiliasi para pihak dan mengembalikan harmoni pada masyarakat dengan tetap menuntut pertanggungjawaban pelaku.
"Di sisi lain tetap memperhatikan kondisi tertentu dari pelaku kejahatan sebagai bahan pertimbangan penyelesaian perkaranya," ujarnya saat ekspose didampingi Asisten Tindak Pidana Umum, Rizal Syah Nyaman di Kantor Kejati Sulsel .
Kasus yang disetujui dari Kejari Kota Palopo atas nama tersangka Muh Arfah Mukmin (28) disangka melanggar pasal 406 ayat (1) KUHPidana (kasus pengrusakan barang) terhadap korbannya Franssiska (48).
Kejadian pada 24 Agustus 2024 di Jalan Lembu, Kelurahan Temmalebba, Kecamatan Bara, Kota Palopo. Kasus ini bermula adanya kesalahpahaman antara tersangka dengan lelaki Simon Tandiara (suami pelapor) mengira korban membuang sampah di dekat rumah kos tersangka.
Tersangka langsung mengamuk di rumah korban, marah-marah sambil memegang sebilah parang dan merusak pagar, sepeda dan kaca jendela yang mengakibatkan korban Franssiska mengalami kerugian yang ditaksir Rp5 juta.
Sedangkan untuk perkara Kejari Tana Toraja, atas nama tersangka Simon Ganti (42) yang disangka melanggar pasal 335 ayat (1) KUHPidana (kasus pemaksaan dengan kekerasan) terhadap korban Mikael Dage (40).
Kejadian pada Sabtu 30 Maret 2024 di Lingkungan Danglu, Kelurahan Rantekalua, Kecamatan Mangkendek. Kasus ini berawal dari tersangka menyewa kontrakan korban dengan biaya Rp350 ribu tiap bulan.
Setelah empat hari tinggal, saksi korban meminta tersangka keluar dari kontrakannya. Terjadi cekcok saat tersangka meminta uang kosnya dikembalikan hingga mengancam menggunakan pisau. Diketahui tersangka sudah bercerai dan tinggal bersama ibunya serta berprofesi petani.
Sementara di Kejari Takalar ada dua perkara RJ yakni tindak pidana penganiayaan yang melanggar pasal 351 Ayat (1) KUHP dengan tersangka Bara Daeng Tayang (45) terhadap korban Lawati (42). Permasalahan berkaitan patok sawah milik tersangka dicabut.
Selanjutnya, tersangka atas nama Sompo Wandi (38) terhadap korban Haris (47). Pemasalahan ketersinggungan hingga terjadi pemukulan terhadap korban lalu terkapar di jalanan.
Alasan pemberian RJ, pertama para tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan bukan residivis, diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun dan saksi korban telah memaafkan perbuatan tersangka dan telah ada perdamaian kedua belah pihak serta masyarakat merespons positif.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Wakajati Sulsel setujui empat perkara melalui keadilan restoratif