Cirebon (ANTARA) - Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang terletak di kawasan Kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, mempunyai tradisi unik yaitu 'azan pitu' atau azan tujuh pada setiap shalat jumat.
Seorang muazin 'azan pitu' yang juga pengurus DKM Masjid Agung Sang Cipta Rasa Moh Ismail di Cirebon, Sabtu, menceritakan awal mula dikumandangkannya azan tujuh itu merupakan siasat Nyi Mas Pakung Wati yang merupakan istri dari Sunan Gunung JJati.
"Di mana saat itu Masjid Agung Sang Cipta Rasa mendapat serangan dari Menjangan Wulu," kata Ismail.
Ismail menuturkan Menjangan Wulu merupakan tokoh sakti yang cemburu karena banyak masyarakat Cirebon berbondong-bondong memeluk Islam.
Menurutnya ornamen masjid yang kental dengan agama Hindu membuat masyarakat penasaran untuk datang ke masjid, terlebih lagi saat azan dikumandangkan, masyarakat yang saat itu belum memeluk Islam ditambah penasaran.
"Menjangan Wulu ini tidak suka dengan banyaknya masyarakat yang masuk Islam dan akhirnya mencari tahu kenapa banyak orang datang ke masjid, kesimpulannya ternyata karena azan," ujarnya.
Menjangan Wulu lanjut Ismail, kemudian melancarkan siasat liciknya, agar azan tidak berkumandang di masjid, melalui kesaktiannya dia menaruh racun di atas masjid.
Racun itu kata Ismail, bereaksi ketika ada orang azan dan menyerang muazin yang mengakibatkan sakit akhirnya tidak bisa azan.
"Kemudian Nyi Mas Pakung Wati memerintahkan agar muazinnya itu jangan satu," tuturnya.
Instruksi Nyi Mas Pakung Wati pun langsung dilaksanakan oleh para muazin dan azan pun dikumandangkan oleh dua orang akan tetapi masih terkena serangan racun.
Dan muazinnya terus ditambah untuk menangkal serangan racun itu sampai enam orang yang azan, akan tetapi masih juga terkena serangan racun.
"Kemudian di tambah lagi, di mana yang azan jadi tujuh orang, ternyata sampai selesai azan tidak ada serangan racun," katanya.
Saat azan dikumandangkan oleh tujuh muazin, dikatakan Ismail, tiba-tiba dari atap masjid terdengar ledakan keras dari racun milik Menjangan Wulu itu. Azan tujuh pun berlanjut setiap kali shalat lima waktu yang ujuannya untuk mengantisipasi serangan susulan.
Setelah dirasa sudah kondusif, azan tujuh dialihkan hanya untuk shalat jumat dan itu berlanjut ampai sekarang masih di kumandangkan.
Seorang muazin 'azan pitu' yang juga pengurus DKM Masjid Agung Sang Cipta Rasa Moh Ismail di Cirebon, Sabtu, menceritakan awal mula dikumandangkannya azan tujuh itu merupakan siasat Nyi Mas Pakung Wati yang merupakan istri dari Sunan Gunung JJati.
"Di mana saat itu Masjid Agung Sang Cipta Rasa mendapat serangan dari Menjangan Wulu," kata Ismail.
Ismail menuturkan Menjangan Wulu merupakan tokoh sakti yang cemburu karena banyak masyarakat Cirebon berbondong-bondong memeluk Islam.
Menurutnya ornamen masjid yang kental dengan agama Hindu membuat masyarakat penasaran untuk datang ke masjid, terlebih lagi saat azan dikumandangkan, masyarakat yang saat itu belum memeluk Islam ditambah penasaran.
"Menjangan Wulu ini tidak suka dengan banyaknya masyarakat yang masuk Islam dan akhirnya mencari tahu kenapa banyak orang datang ke masjid, kesimpulannya ternyata karena azan," ujarnya.
Menjangan Wulu lanjut Ismail, kemudian melancarkan siasat liciknya, agar azan tidak berkumandang di masjid, melalui kesaktiannya dia menaruh racun di atas masjid.
Racun itu kata Ismail, bereaksi ketika ada orang azan dan menyerang muazin yang mengakibatkan sakit akhirnya tidak bisa azan.
"Kemudian Nyi Mas Pakung Wati memerintahkan agar muazinnya itu jangan satu," tuturnya.
Instruksi Nyi Mas Pakung Wati pun langsung dilaksanakan oleh para muazin dan azan pun dikumandangkan oleh dua orang akan tetapi masih terkena serangan racun.
Dan muazinnya terus ditambah untuk menangkal serangan racun itu sampai enam orang yang azan, akan tetapi masih juga terkena serangan racun.
"Kemudian di tambah lagi, di mana yang azan jadi tujuh orang, ternyata sampai selesai azan tidak ada serangan racun," katanya.
Saat azan dikumandangkan oleh tujuh muazin, dikatakan Ismail, tiba-tiba dari atap masjid terdengar ledakan keras dari racun milik Menjangan Wulu itu. Azan tujuh pun berlanjut setiap kali shalat lima waktu yang ujuannya untuk mengantisipasi serangan susulan.
Setelah dirasa sudah kondusif, azan tujuh dialihkan hanya untuk shalat jumat dan itu berlanjut ampai sekarang masih di kumandangkan.