Makassar (ANTARA) - Universitas Kyoto mengajak Universitas Hasanuddin (Unhas) terlibat aktif dalam Program bertajuk “International Program on Resilient Society Development under Climate Change (RSDC)” yang merupakan konsorsium riset dan pendidikan untuk pengembangan ketahanan masyarakat akibat perubahan iklim.
Pakar perguruan tinggi Jepang itu menyampaikan pembekalan terhadap daya tanggap masyarakat akibat dari dampak perubahan iklim (RSDC) dalam Simposium Pengembangan Fakultas (Faculty Development Symposium) sebagai bagian dari Proyek Pertukaran antar Universitas (Inter-University Exchange Project) yang diselenggarakan di Bangkok, Thailand, Senin.
Dosen Teknik Sipil Unhas, Suharman Hamzah, Ph.D, dipercaya sebagai wakil Unhas dalam konsorsium ini mengemukakan bahwa salah satu alasan bergabungnya Unhas dalam konsorsium adalah kuatnya basis sumber daya manusia yang dimiliki Unhas dalam bidang kebencanaan.
“Selain itu, Unhas merupakan mitra Kyoto University sejak lama, yang telah bersama terlibat dalam berbagai kegiatan kolaboratif,” kata alumni Universitas Kyoto itu.
Kegiatan ini menghadirkan seluruh perwakilan konsorsium dari delapan negara yaitu: Jepang, Thailand, Taiwan, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja dan Indonesia.
Sebanyak 27 universitas dari delapan negara bergabung dalam konsorsium ini. Setiap perguruan tinggi memiliki keunggulan dalam bidang yang terkait dengan misi RSDC.
Simposium yang meliputi pula kunjungan lapangan itu, membahas tiga program utama yaitu program magang untuk peserta bergelar sarjana, kursus di musim panas, serta program sekolah di musim dingin untuk tingkat magister dan doktoral.
Selain, peserta simposium juga mengevaluasi hasil program khususnya mengenai mahasiswa program ini, proses seleksi dan latar belakang pendidikan, konten dan kurikulum, program magang, kunjungan lapangan dan diskusi kelompok, jelas Suharman.
Keterlibatan Unhas dalam konsorsium ini diharapkan akan mendorong peran Unhas dalam mewujudkan misinya sebagai "humaniversity".
"Bencana bisa terjadi kapan saja dan beberapa tidak bisa diprediksi, tapi dengan kemampuan daya tanggap yang dimiliki masyarakat pada saatnya akan berguna meminimalkan dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim,” kata Suharman.
Sementara ketua proyek dari Universitas Kyoto Prof Hiroyasu Ohtsu menyampaikan bahwa memberikan pengetahuan mengenai bencana lebih banyak kepada masyarakat merupakan misi utama konsorsium.
Menurutnya, bencana dapat diminimalisasi, salah satunya dengan pendidikan. Konsorsium ini menyelenggarakan program pascasarjana, magister dan doktoral.
"Pertemuan ini diharapkan dapat merumuskan atau mempersiapkan mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan dalam menciptakan sistem sosial dan lingkungan dalam menghadapi perubahan iklim,” kata Prof. Ohtsu.
Sementara itu, Wakil Presiden untuk Strategi Internasional dari Universitas Kyoto, Prof. Yasuyuki Kono mengatakan kampusnya memandang pentingnya internasionalisasi dalam berbagai kegiatan. Oleh karena itu, Universitas Kyoto sangat terbuka mendorong kerjasama keilmuan dan konsorsium seperti RSDC ini.
“Kami berharap dapat terus mendukung kegaitan RSDC di masa akan datang. Selain itu, koneksi dengan generasi yang lebih muda penting untuk lebih memberikan ruang lebih besar bagi mereka untuk terlibat langsung pada program seperti ini,” kata Prof Kono.
Pada sesi terakhir dilakukan pembahasan rencana kegiatan mendatang, yang tetap menekankan pada aspek pendidikan program sarjana, magister dan doktoral.
Pakar perguruan tinggi Jepang itu menyampaikan pembekalan terhadap daya tanggap masyarakat akibat dari dampak perubahan iklim (RSDC) dalam Simposium Pengembangan Fakultas (Faculty Development Symposium) sebagai bagian dari Proyek Pertukaran antar Universitas (Inter-University Exchange Project) yang diselenggarakan di Bangkok, Thailand, Senin.
Dosen Teknik Sipil Unhas, Suharman Hamzah, Ph.D, dipercaya sebagai wakil Unhas dalam konsorsium ini mengemukakan bahwa salah satu alasan bergabungnya Unhas dalam konsorsium adalah kuatnya basis sumber daya manusia yang dimiliki Unhas dalam bidang kebencanaan.
“Selain itu, Unhas merupakan mitra Kyoto University sejak lama, yang telah bersama terlibat dalam berbagai kegiatan kolaboratif,” kata alumni Universitas Kyoto itu.
Kegiatan ini menghadirkan seluruh perwakilan konsorsium dari delapan negara yaitu: Jepang, Thailand, Taiwan, Vietnam, Laos, Myanmar, Kamboja dan Indonesia.
Sebanyak 27 universitas dari delapan negara bergabung dalam konsorsium ini. Setiap perguruan tinggi memiliki keunggulan dalam bidang yang terkait dengan misi RSDC.
Simposium yang meliputi pula kunjungan lapangan itu, membahas tiga program utama yaitu program magang untuk peserta bergelar sarjana, kursus di musim panas, serta program sekolah di musim dingin untuk tingkat magister dan doktoral.
Selain, peserta simposium juga mengevaluasi hasil program khususnya mengenai mahasiswa program ini, proses seleksi dan latar belakang pendidikan, konten dan kurikulum, program magang, kunjungan lapangan dan diskusi kelompok, jelas Suharman.
Keterlibatan Unhas dalam konsorsium ini diharapkan akan mendorong peran Unhas dalam mewujudkan misinya sebagai "humaniversity".
"Bencana bisa terjadi kapan saja dan beberapa tidak bisa diprediksi, tapi dengan kemampuan daya tanggap yang dimiliki masyarakat pada saatnya akan berguna meminimalkan dampak yang diakibatkan oleh perubahan iklim,” kata Suharman.
Sementara ketua proyek dari Universitas Kyoto Prof Hiroyasu Ohtsu menyampaikan bahwa memberikan pengetahuan mengenai bencana lebih banyak kepada masyarakat merupakan misi utama konsorsium.
Menurutnya, bencana dapat diminimalisasi, salah satunya dengan pendidikan. Konsorsium ini menyelenggarakan program pascasarjana, magister dan doktoral.
"Pertemuan ini diharapkan dapat merumuskan atau mempersiapkan mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan dalam menciptakan sistem sosial dan lingkungan dalam menghadapi perubahan iklim,” kata Prof. Ohtsu.
Sementara itu, Wakil Presiden untuk Strategi Internasional dari Universitas Kyoto, Prof. Yasuyuki Kono mengatakan kampusnya memandang pentingnya internasionalisasi dalam berbagai kegiatan. Oleh karena itu, Universitas Kyoto sangat terbuka mendorong kerjasama keilmuan dan konsorsium seperti RSDC ini.
“Kami berharap dapat terus mendukung kegaitan RSDC di masa akan datang. Selain itu, koneksi dengan generasi yang lebih muda penting untuk lebih memberikan ruang lebih besar bagi mereka untuk terlibat langsung pada program seperti ini,” kata Prof Kono.
Pada sesi terakhir dilakukan pembahasan rencana kegiatan mendatang, yang tetap menekankan pada aspek pendidikan program sarjana, magister dan doktoral.