Malili (ANTARA) - Bupati Luwu Timur HM Thoriq Husler mengapresiasi langkah yang dilakukan Bawaslu Luwu Timur untuk menciptakan suasana Pilkada yang aman dan kondusif dengan menggelar sosialisasin undang-undang Pilkada.

"kita berharap sosialisasi ini tidak berhenti disini tapi terus dilakukan utamanya untuk para Aparatur Sipil Negara (ASN), agar kita semua mendapatkan gambaran tentang hal-hal mana saja yang bisa dilakukan sesuai regulasi dan apa yang tidak boleh dilakukan," papar Husler saat menghadiri sosialisasi Penerapan Pasal 71 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas UU nomor 1 tahun 2015 mengenai penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 tahun 2014 terkait pemilihan gubernur, bupati dan walikota menjadi UU, yang digelar Bawaslu Luwu Timur di Malili,  Kamis (13/02).

Menurut dia, dengan memahami regulasi secara baik akan mendorong pelaksanaan Pilkada berjalan aman dan lancar, serta sangat penting baik sebagai Kepala Daerah saat ini maupun sebagai bakal calon peserta Pilkada nantinya.

Sosialisasi tersebut dibuka oleh Ketua Bawaslu Luwu Timur Rahman Atja dengan menghadirkan narasumber Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan Azry Yusuf, selain bupati kegiatan ini juga dihadiri Asisten, Staf Ahli dan beberapa Kepala organisasi perangkat daerah (OPD) Lingkup Pemkab Luwu Timur serta para insan pers.

Ketua Bawaslu Luwu Timur Rahman Atja mengatakan pada 24 Februari 2020 mendatang kembali melakukan sosialisasi terkait netralitas ASN yang akan menghadirkan narasumber dari KASN, Bawaslu Sulsel, Akademisi hingga DKPP.

Pada sosialisasi ini, Bawaslu Sulsel Azry Yusuf menyampaikan bunyi pasal 71 UU nomor 10 tahun 2016 sebagai berikut :

(1) Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

(2) Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.

(3) Gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat gubernur atau penjabat bupati walikota.

(5) Dalam hal gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati dan walikota atau wakil walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.

(6) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) yang bukan petahana diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (*/Adv)

Pewarta : Yul
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024