Makassar (ANTARA) - Dua orang tersangka kasus illegal logging atau pembalakan liar kayu asal Provinsi Papua masing-masing Sutarmi dan Toto Salehuddin yang kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) segera disidangkan secara In absentia (tanpa kehadiran tersangka) setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap atau P21. 

"Hari ini tahap kedua (pelimpahan), kami menyerahkan barang bukti tanpa kehadiran tersangka, maka dilaksanakan penegakan hukum In absentia," ujar Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani saat ekspos penyerahan barang bukti di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis. 

Untuk berkas perkara tersangka DPO atas nama Sutarmi selaku Direktur CV Rizki Mandiri Timber yang menguasai kayu ilegal jenis Merbau dengan barang bukti sebanyak 597 meter kubik, dan Toto Salehuddin selaku Direktur CV Mevan Jaya yang menguasai kayu ilegal jenis Merbau sebanyak 59,96 meter kubik.

Berkas perkara kedua tersangka telah dilimpahkan penyidik Gakkum KLHK ke Kejaksaan Tinggi Sulsel usai dinyatakan lengkap pada 19 Juni 2022 dan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Makassar untuk proses sidang di pengadilan. 

"Mudah-mudah ini memberi efek jera. Kami memastikan tidak akan berhenti terhadap para pelaku kejahatan lingkungan dan kehutanan. Penanganan perkara In absentia ini baru pertama kali dilakukan sebagai bentuk komitmen dan keseriusan kami," ujarnya menegaskan. 

Penyidik Gakkum KLHK bahkan sudah memanggil secara patut, bahkan menerbitkan DPO, mencari kedua tersangka sesuai alamat bersangkutan, serta mengumumkan di surat kabar nasional dan media sosial. Tetapi, kedua tersangka tidak kooperatif hadir dan penyidik belum menemukan keberadaannya. 

Saat ditanyakan, mengapa baru sekarang dirilis dan tanpa kehadiran pelaku setelah operasi tim gabungan Gakkum KLHK, Lantamal IV dan Polda Sulsel menyita barang bukti kayu Ilegal itu di Pelabuhan Kontainer Makassar pada 5 Januari 2019, ia mengatakan ada prinsip kehati-hatian. 

"Dua tersangka ini juga pelaku di Surabaya (kasus serupa). Warga Papua. Kenapa sekarang, karena kami mencari inovasi-inovasi maka kami mengapresiasi Kejati Sulsel, Kejari. Karena ini pendekatan pertama kita lakukan. Pendekatan hukum itu mengenal prinsip kehati-hatian. Setelah dicari orang ini dan tidak ditemukan," kata Rasio Ridho Sani. 
  Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani (kiri) menunjukkan barang bukti sitaan kayu ilegal kepada Kepala Kejaksaan Negeri Makassar Andi Sundari (dua kanan) didampingi Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Sulawesi, Dodi Kurniawan (kiri) saat ekspos kasus di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Kelas I Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis. ANTARA/Darwin Fatir.

Kepala Kejari Makassar Andi Sundari pada kesempatan itu mengatakan setelah penyerahan berkas tahap dua ini, akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk disidangkan secara In absentia. 

Hal itu dilakukan setelah penelitian berkas oleh tim Kejaksaan Tinggi Sulsel dilihat secara formil dan materil sudah dinyatakan lengkap. Sebagaimana dalam pasal 51 ayat (1) Undang-Undang nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. 

"Ini bisa dilaksanakan sidang In abensia. Dengan tahap dua ini akan dilimpahkan ke persidangan untuk disidangkan dengan syarat-syarat yang ada di Undang-undang nomor 18. Apabila dipanggil secara patut sebanyak tiga kali tetap tidak datang, maka peradilan dilaksanakan tanpa kehadiran tersangka," ucapnya.

Kedua tersangka terancam pidana penjara maksimum 5 tahun dan denda maksimum Rp2,5 miliar. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 Ayat 1 huruf b Jo. Pasal 12 huruf e, dan/atau pasal 88 ayat 1 huruf c Jo. pasal 15 dan/atau pasal 88 ayat 1 huruf a Jo. pasal 16 Undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024