Jakarta, (Antara Sulsel) - Anggota Komisi X dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera Tamsil Linrung memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan (Departemen Kehutanan/Dephut) pada 2006-2007.

"Iya diperiksa. Tapi nanti ya, saya diperiksa dulu," kata Tamsil saat tiba di gedung KPK Jakarta, Senin.

Wakil ketua badan anggaran DPR tersebut seharusnya diperiksa pada Senin (17/3) pekan lalu, tapi ia tidak dapat memenuhi panggilan tersebut.

Saat anggaran proyek SKRT diajukan ke DPR sekitar 2007, Tamsil duduk di Komisi IV yang bermitra dengan Kementerian Kehutanan. Tamsil juga pernah diperiksa sebagai saksi dalam persidangan Yusuf Erwin Faishal, anggota DPR yang menjadi terdakwa kasus SKRT ketika itu.

Saat bersaksi dalam persidangan, Tamsil mengaku sempat menerima uang berupa cek perjalanan dari Yusuf terkait alih fungsi hutan lindung di Tanjung Api-api, namun uang itu menurut Tamsil telah dikembalikan.        
Tamsil pun mengaku pernah disodori uang dalam amplop oleh Anggoro terkait SKRT tapi Tamsil juga mengaku telah menolak pemberian uang tersebut.

Menurut Tamsil saat itu, anggaran untuk SKRT sebenarnya sudah diusulkan agar dibatalkan di DPR, tapi karena Anggoro menyadari kemungkinan anggaran proyek itu ditolak DPR Anggoro pun mengajak Tamsil bertemu.

Pada pertemuan itu Anggoro menjelaskan bahwa SKRT merupakan program "government to government" sehingga DPR tidak bisa memutuskan kerja sama itu karena merupakan bantuan pinjaman dari Amerika Serikat.

Anggoro yang menjadi tersangka pemberi suap kepada sejumlah anggota Komisi IV DPR dalam kasus ini sebelumnya buron. Anggoro ditangkap oleh petugas imigrasi di Shenzhen China pada 29 Januari 2014 lalu dan tiba di KPK pada 30 Januari malam.

Proyek SKRT sesungguhnya sudah dihentikan pada 2004 ketika M Prakoso menjabat sebagai Menteri Kehutanan. Namun, diduga atas upaya Anggoro, proyek tersebut dihidupkan kembali saat MS Kaban menjabat sebagai Menhut.

Komisi IV akhirnya mengabulkan permintaan Anggoro dengan mengeluarkan rekomendasi pada 12 Februari 2007 dengan nilai proyek Rp180 miliar yang dialokasikan dari anggaran Departemen Kehutanan, padahal dana itu seharusnya digunakan sebagai dana Reboisasi dan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Sejumlah anggota DPR Komisi IV terjerat kasus tersebut yaitu ketua Komisi IV Yusuf Erwin Faisal dipidana penjara empat tahun enam bulan ditambah denda Rp250 juta sedangkan anggota Komisi IV Azwar Chesputra, Hilman Indra dari Partai Bulan Bintang, dan AM Fahri dari Partai Golkar dihukum penjara empat tahun dan denda Rp200 juta.

Kemudian pejabat di Kemhut yaitu Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Departemen Kehutanan Wandoyo Siswanto dihukum penjara 3 tahun dan denda Rp100 juta sedangkan direktur PT Masaro Radiocom Putranevo A Prayuga divonis enam tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Dalam persidangan, mantan Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan Boen Mochtar Purnama mengaku menerima uang 20.000 dolar AS dari Anggoro atas persetujuan Menhut saat itu MS Kaban. (E.S. Syafei)

Pewarta : Desca Lidya Natalia
Editor : Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024