Makassar (ANTARA) - Jajaran Polrestabes Makassar Sulawesi Selatan sedang menelusuri dugaan tindak pidana korupsi terkait jual beli aset negara yakni tanah milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dikelola PT Kawasan Industri Makassar (KIMA) kepada PT Primasetia Anugrah Jaya (PJA).
"Ada dugaan tindak pidana korupsi atau penyimpangan jual beli aset negara berupa tanah milik BUMN PT KIMA kepada PT PAJ dengan kerugian negara senilai Rp2,6 miliar lebih," kata Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan Wibisono di Mapolrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.
Ia menjelaskan pada tahun 2007 Direktur Umum (Dirut) PT KIMA diduga menyalahgunakan kewenangan dengan menerbitkan surat pengantar kepengurusan sertipikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak sesuai dengan perjanjian penggunaan tanah industri (PPTI).
Kejadian tersebut bermula pada Agustus 2007, di mana PT KIMA menjual kavling tanah industri kepada PT PAJ seluas 19.000 meter persegi seharga Rp4,3 miliar lebih dengan pembayaran cicil sampai 2010.
Dalam perjanjian, penggunaan tanah industri antara PT KIMA dan PT PAJ. Kala itu PT PAJ memohon pengajuan Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) kepada PT KIMA namun pembayarannya belum lunas sesuai perjanjian.
Namun, belakangan Direktur PT KIMA saat itu yang berinisial AR malah memberikan persetujuan pengantar sertipikat ke BPN untuk menerbitkan setipikat atas nama PT PAJ, walaupun pembayarannya belum lunas.
Usai mendapatkan surat pengantar untuk penerbitan sertipikat selanjutnya diurus di BPN. Saat sertipikat terbit, Direktur PT PAJ inisial HH menggunakannya sebagai agunan atau jaminan kredit di bank dengan nilai Rp7,4 miliar.
Dalam perjalanannya, tahun 2011 kredit HH pada bank macet, sehingga tanah serta bangunan dilelang pihak bank, dan pembayaran tanah PT PAJ kepada KIMA tidak lunas sampai sekarang.
Akibat dari perbuatan bersangkutan PT KIMA mengalami kerugian sebesar Rp2,6 miliar lebih sesuai hasil Penghitungan Kerugian Negara (PKN) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI).
"Jadi, niat jahatnya sudah ada. Walaupun belum selesai, dia mengajukan ke bank. Ternyata setelah itu tidak bisa bayar, maka pihak bank harus melelang.
Mengenai dengan rencana tindak lanjut, penyidik telah berkoordinasi dengan PPATK untuk menelusuri aset tergugat termasuk pengembalian kerugian negara. Selain itu, akan diminta rekening terafiliasi dengan PT PAJ termasuk rekening pribadi direkturnya.
"Biasanya seperti ini disamarkan, di simpan (uang) di saudaranya dan sebagainya atau juga membeli aset supaya untuk disamarkan, termasuk juga disamarkan di dalam perusahaan. Misalkan, seolah-olah perusahaan bergerak di bidang lain. Jadi disamarkan di situ," ujarnya.
Saat ditanyakan apakah kepolisian akan menetapkan tersangka dalam kasus ini, kata mantan Kapolrestabes Makassar ini menyatakan masih akan melakukan penyidikan dulu terkait dengan koorporasinya agar mudah diketahui.
"Kita lidik dulu supaya bisa ketahuan, ini yang punya niat jahatnya dia sendiri atau berdasarkan rapat pemegang saham. Ini akan ketahuan bahwa mereka sendiri, maka tanggungjawab sendiri. Kalau ramai-ramai dalam perusahaan itu, semua jadi tersangka," ujarnya.
"Ada dugaan tindak pidana korupsi atau penyimpangan jual beli aset negara berupa tanah milik BUMN PT KIMA kepada PT PAJ dengan kerugian negara senilai Rp2,6 miliar lebih," kata Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan Wibisono di Mapolrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.
Ia menjelaskan pada tahun 2007 Direktur Umum (Dirut) PT KIMA diduga menyalahgunakan kewenangan dengan menerbitkan surat pengantar kepengurusan sertipikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak sesuai dengan perjanjian penggunaan tanah industri (PPTI).
Kejadian tersebut bermula pada Agustus 2007, di mana PT KIMA menjual kavling tanah industri kepada PT PAJ seluas 19.000 meter persegi seharga Rp4,3 miliar lebih dengan pembayaran cicil sampai 2010.
Dalam perjanjian, penggunaan tanah industri antara PT KIMA dan PT PAJ. Kala itu PT PAJ memohon pengajuan Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) kepada PT KIMA namun pembayarannya belum lunas sesuai perjanjian.
Namun, belakangan Direktur PT KIMA saat itu yang berinisial AR malah memberikan persetujuan pengantar sertipikat ke BPN untuk menerbitkan setipikat atas nama PT PAJ, walaupun pembayarannya belum lunas.
Usai mendapatkan surat pengantar untuk penerbitan sertipikat selanjutnya diurus di BPN. Saat sertipikat terbit, Direktur PT PAJ inisial HH menggunakannya sebagai agunan atau jaminan kredit di bank dengan nilai Rp7,4 miliar.
Dalam perjalanannya, tahun 2011 kredit HH pada bank macet, sehingga tanah serta bangunan dilelang pihak bank, dan pembayaran tanah PT PAJ kepada KIMA tidak lunas sampai sekarang.
Akibat dari perbuatan bersangkutan PT KIMA mengalami kerugian sebesar Rp2,6 miliar lebih sesuai hasil Penghitungan Kerugian Negara (PKN) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI).
"Jadi, niat jahatnya sudah ada. Walaupun belum selesai, dia mengajukan ke bank. Ternyata setelah itu tidak bisa bayar, maka pihak bank harus melelang.
Mengenai dengan rencana tindak lanjut, penyidik telah berkoordinasi dengan PPATK untuk menelusuri aset tergugat termasuk pengembalian kerugian negara. Selain itu, akan diminta rekening terafiliasi dengan PT PAJ termasuk rekening pribadi direkturnya.
"Biasanya seperti ini disamarkan, di simpan (uang) di saudaranya dan sebagainya atau juga membeli aset supaya untuk disamarkan, termasuk juga disamarkan di dalam perusahaan. Misalkan, seolah-olah perusahaan bergerak di bidang lain. Jadi disamarkan di situ," ujarnya.
Saat ditanyakan apakah kepolisian akan menetapkan tersangka dalam kasus ini, kata mantan Kapolrestabes Makassar ini menyatakan masih akan melakukan penyidikan dulu terkait dengan koorporasinya agar mudah diketahui.
"Kita lidik dulu supaya bisa ketahuan, ini yang punya niat jahatnya dia sendiri atau berdasarkan rapat pemegang saham. Ini akan ketahuan bahwa mereka sendiri, maka tanggungjawab sendiri. Kalau ramai-ramai dalam perusahaan itu, semua jadi tersangka," ujarnya.