Makassar (ANTARA) - Kantor Wilayah (Kanwil) Derektorat Jenderal Bea Cukai Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) melansir capaian penerimaan negara serta prestasi penindakan kepabeanan cukai pada kuartal III (Q3) 2024 yang menunjukkan kontribusi sangat baik dan meningkat secara signifikan.
"Salah satu upaya kami berkontribusi kepada negara adalah mengelola pemungutan pajak internasional dan cukai atau revenue collector. Kami ada tiga jenis pajak, yang menjadi fungsi utama bea cukai yakni, penerimaan bea keluar, bea masuk dan cukai," kata Kepala Kanwil DJBC Sulbagsel Djaka Kusmartata saat media gathering di aula kantor bea cukai setempat Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis.
Djaka menyebutkan total penerimaan negara di wilayah Sulbagsel yang sudah realisasi hingga 31 Oktober 2024 senilai Rp548,1 miliar lebih atau 87,52 persen dari target sampai akhir tahun sebesar Rp626,3 miliar lebih.
Untuk penerimaan melampaui target, sebutnya, adalah Bea Keluar dengan realisasi sebesar Rp68,6 miliar lebih atau 102,91 persen dari target Rp66,7 miliar lebih.
Sedangkan untuk penerimaan Bea Masuk realisasinya telah mencapai Rp400,9 miliar lebih atau 86,27 persen dari target sebesar Rp94,9 miliar lebih. Penerimaan untuk Cukai, realisasi sebesar Rp78,6 miliar lebih atau 82,81 persen dari target Rp94,9 miliar lebih.
"Penerimaan ini adalah merupakan sumbangan nyata bagi negara dalam APBN kita. Semakin ekonomi kita menggelinding, harapannya potensi penerimaannya semakin besar. Dan ternyata sumbangan penerimaan dari Sulsel untuk pembangunan kita cukup optimis, dibandingkan tahun lalu. Penerimaan kita (yoy) tiap tahun terus bertumbuh," ujarnya.
Menurut dia penerimaan negara dari hasil pajak tersebut merupakan kerja keras semua pihak yang terkait sehingga harapannya target penerimaan pada akhir tahun dapat direalisasikan sesuai target yang ditentukan.
Di sisi penindakan, kata Djaka, dalam rangka Community Protector atau perlindungan masyarakat dari barang berbahaya dan dilarang oleh aturan Bea Cukai Sulbagsel, dari Januari - 31 Oktober 2024 telah melakukan penindakan tegas terhadap empat komuditas utama yang menjadi atensi Bea Cukai pada barang ilegal.
Untuk barang hasil penindakan (BHP) sektor tembakau, terutama peredaran rokok ilegal, sebut Djaka, ditindak sebanyak 16.495.764 juta batang. Jumlah ini cukup besar di wilayah Sulsel, dengan nilai barang Rp23,4 miliar lebih. Potensi kerugian negara presentase atas pembayaran cukai tembakau apabila dibayar yakni sebesar Rp15,8 miliar lebih.
"Kita sudah lakukan penindakan dan penyelidikan terkait rokok ilegal dan terus mengalami peningkatan, dari tahun 2022 ke Oktober 2024 ini sudah hampir tiga kali lipat," kata mantan Kepala Kantor Wilayah DJBC Maluku ini
Penindakan terhadap hasil tembakau, ungkap dia, cenderung mengalami kenaikan. Ia merinci, di tahun 2022 angkanya sebanyak 620 penindakan dengan jumlah 12,4 juta batang rokok ilegal disita, potensi kerugian negara mencapai Rp9,4 miliar lebih.
Pada 2023, kembali naik 1.188 penindakan dengan jumlah 13,09 juta batang rokok disita. Potensi kerugian negara senilai Rp12,7 miliar lebih.
Untuk Januari sampai Oktober 2024 sebanyak 1.169 penindakan rokok ilegal yang disita 16,4 juta batang dengan potensi kerugian negara Rp23,4 miliar lebih .
Sedangkan untuk Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA), penindakan ada sebanyak 4.515 liter dengan nilai barang Rp1,4 miliar lebih. Potensi kerugian negara sebesar Rp507,4 juta lebih. Mengenai kegiatan impor melalui bandara atau pengiriman sesuai surat bukti penindakan (SBP), ada 37 penindakan dengan nilai barang Rp92,3 miliar lebih. Potensi kerugian negara senilai Rp4,3 miliar lebih.
"Kemudian, untuk narkotik, psikotropika dan prekusor atau NPP, ada 80 kali penindakan, kita tentu prihatin. Tapi, terus kita bersinergi bersama aparat penegak hukum dari BNN, aparat kepolisian, TNI untuk memutus peredarannya. Ada pil, ganja, metamfetamin (sabu) obat berbahaya dan lainnya," paparnya.
Djaka tidak memungkiri bahwa terjadi peningkatan NPP setiap tahun. Oleh karena itu, pihaknya tetap bekerja keras turut membantu bekerja sama, bersinergi dengan aparat penegak hukum di lapangan dengan menindak tegas, menindaklanjuti sesuai dengan kewenangan masing-masing instansi terkait.
Sejumah jurnalis beserta pejabat Kanwil DJBC Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) meninjau aktivitas Pelabuhan Internasional Peti Kemas, Makassar New Port (MNP) PT Pelindo di Jalan Sultan Abdul Raya, Kecamatan Tallo, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (14/11/2024). ANTARA/Darwin Fatir.
Wilayah pengawasan dan penindakan
Lulusan Doktor Manajemen di STIM LPMI ini menjelaskan wilayah kerja pengawasan dan penindakan Kanwil DJBC Sulbagsel berada di tiga provinsi yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara.
Karena cakupan wilayah menghampiri 100 ribu kilometer persegi, dengan panjang garis pantai 6.585 kilometer yang rentan praktik penyelundupan, maka dibagi menjadi empat kantor pengawasan dan pelayanan, masing-masing Kantor Bea Cukai Makassar, Kantor Bea Cukai Parepare, Kantor Bea Cukai Malili dan Kantor Bea Cukai Kendari.
Berkaitan pertanyaan penangkapan seseorang atau pemilik barang ilegal salah satunya rokok ilegal bisa dibebaskan atau berdasarkan kompromi maupun negosiasi dengan petugas Bea Cukai di lapangan, kata dia menegaskan tidak ada seperti itu. Sebab, ada dasar hukum namanya ultimum remedium dan punya tata cara penyelesaian.
Tujuannya apa, lanjut dia, lebih menyeimbangkan restoratif justice (keadilan restoratif) dan asset recovery (perbaikan aset) yang menjadi korban pertama adalah pemerintah dari hasil cukai rokok ilegal. Kedua konsumen, karena tidak ada orang bisa memastikan standar mutu dari rokok yang dikonsumsi, ketiga adalah industri rokok resmi itu sendiri.
Selain penindakan dan pengawasan Kanwil DJBC Sulbagsel juga turut membantu perkembangan dan pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan melaksanakan sejumlah program pelatihan maupun pendampingan kepada pelaku UMKM agar produknya bisa diekspor ke luar negeri salah satunya Luwak Kopi Malino.
Isu strategis lain, kata Djaka menambahkan,yakni kehadiran pelabuhan Internasional peti kemas atau Makassar New Port Makassar (MNP) yang sudah diresmikan Presiden RI ke-7 Joko Widodo dengan panjang dermaga 1. 280 meter seluas 52 hektare bahkan kini berstatus hijau atau Nasional Logistic Ecosystem (NLE) tentu akan menambah penerimaan negara melalui pajak.
"Salah satu upaya kami berkontribusi kepada negara adalah mengelola pemungutan pajak internasional dan cukai atau revenue collector. Kami ada tiga jenis pajak, yang menjadi fungsi utama bea cukai yakni, penerimaan bea keluar, bea masuk dan cukai," kata Kepala Kanwil DJBC Sulbagsel Djaka Kusmartata saat media gathering di aula kantor bea cukai setempat Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis.
Djaka menyebutkan total penerimaan negara di wilayah Sulbagsel yang sudah realisasi hingga 31 Oktober 2024 senilai Rp548,1 miliar lebih atau 87,52 persen dari target sampai akhir tahun sebesar Rp626,3 miliar lebih.
Untuk penerimaan melampaui target, sebutnya, adalah Bea Keluar dengan realisasi sebesar Rp68,6 miliar lebih atau 102,91 persen dari target Rp66,7 miliar lebih.
Sedangkan untuk penerimaan Bea Masuk realisasinya telah mencapai Rp400,9 miliar lebih atau 86,27 persen dari target sebesar Rp94,9 miliar lebih. Penerimaan untuk Cukai, realisasi sebesar Rp78,6 miliar lebih atau 82,81 persen dari target Rp94,9 miliar lebih.
"Penerimaan ini adalah merupakan sumbangan nyata bagi negara dalam APBN kita. Semakin ekonomi kita menggelinding, harapannya potensi penerimaannya semakin besar. Dan ternyata sumbangan penerimaan dari Sulsel untuk pembangunan kita cukup optimis, dibandingkan tahun lalu. Penerimaan kita (yoy) tiap tahun terus bertumbuh," ujarnya.
Menurut dia penerimaan negara dari hasil pajak tersebut merupakan kerja keras semua pihak yang terkait sehingga harapannya target penerimaan pada akhir tahun dapat direalisasikan sesuai target yang ditentukan.
Di sisi penindakan, kata Djaka, dalam rangka Community Protector atau perlindungan masyarakat dari barang berbahaya dan dilarang oleh aturan Bea Cukai Sulbagsel, dari Januari - 31 Oktober 2024 telah melakukan penindakan tegas terhadap empat komuditas utama yang menjadi atensi Bea Cukai pada barang ilegal.
Untuk barang hasil penindakan (BHP) sektor tembakau, terutama peredaran rokok ilegal, sebut Djaka, ditindak sebanyak 16.495.764 juta batang. Jumlah ini cukup besar di wilayah Sulsel, dengan nilai barang Rp23,4 miliar lebih. Potensi kerugian negara presentase atas pembayaran cukai tembakau apabila dibayar yakni sebesar Rp15,8 miliar lebih.
"Kita sudah lakukan penindakan dan penyelidikan terkait rokok ilegal dan terus mengalami peningkatan, dari tahun 2022 ke Oktober 2024 ini sudah hampir tiga kali lipat," kata mantan Kepala Kantor Wilayah DJBC Maluku ini
Penindakan terhadap hasil tembakau, ungkap dia, cenderung mengalami kenaikan. Ia merinci, di tahun 2022 angkanya sebanyak 620 penindakan dengan jumlah 12,4 juta batang rokok ilegal disita, potensi kerugian negara mencapai Rp9,4 miliar lebih.
Pada 2023, kembali naik 1.188 penindakan dengan jumlah 13,09 juta batang rokok disita. Potensi kerugian negara senilai Rp12,7 miliar lebih.
Untuk Januari sampai Oktober 2024 sebanyak 1.169 penindakan rokok ilegal yang disita 16,4 juta batang dengan potensi kerugian negara Rp23,4 miliar lebih .
Sedangkan untuk Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA), penindakan ada sebanyak 4.515 liter dengan nilai barang Rp1,4 miliar lebih. Potensi kerugian negara sebesar Rp507,4 juta lebih. Mengenai kegiatan impor melalui bandara atau pengiriman sesuai surat bukti penindakan (SBP), ada 37 penindakan dengan nilai barang Rp92,3 miliar lebih. Potensi kerugian negara senilai Rp4,3 miliar lebih.
"Kemudian, untuk narkotik, psikotropika dan prekusor atau NPP, ada 80 kali penindakan, kita tentu prihatin. Tapi, terus kita bersinergi bersama aparat penegak hukum dari BNN, aparat kepolisian, TNI untuk memutus peredarannya. Ada pil, ganja, metamfetamin (sabu) obat berbahaya dan lainnya," paparnya.
Djaka tidak memungkiri bahwa terjadi peningkatan NPP setiap tahun. Oleh karena itu, pihaknya tetap bekerja keras turut membantu bekerja sama, bersinergi dengan aparat penegak hukum di lapangan dengan menindak tegas, menindaklanjuti sesuai dengan kewenangan masing-masing instansi terkait.
Wilayah pengawasan dan penindakan
Lulusan Doktor Manajemen di STIM LPMI ini menjelaskan wilayah kerja pengawasan dan penindakan Kanwil DJBC Sulbagsel berada di tiga provinsi yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara.
Karena cakupan wilayah menghampiri 100 ribu kilometer persegi, dengan panjang garis pantai 6.585 kilometer yang rentan praktik penyelundupan, maka dibagi menjadi empat kantor pengawasan dan pelayanan, masing-masing Kantor Bea Cukai Makassar, Kantor Bea Cukai Parepare, Kantor Bea Cukai Malili dan Kantor Bea Cukai Kendari.
Berkaitan pertanyaan penangkapan seseorang atau pemilik barang ilegal salah satunya rokok ilegal bisa dibebaskan atau berdasarkan kompromi maupun negosiasi dengan petugas Bea Cukai di lapangan, kata dia menegaskan tidak ada seperti itu. Sebab, ada dasar hukum namanya ultimum remedium dan punya tata cara penyelesaian.
Tujuannya apa, lanjut dia, lebih menyeimbangkan restoratif justice (keadilan restoratif) dan asset recovery (perbaikan aset) yang menjadi korban pertama adalah pemerintah dari hasil cukai rokok ilegal. Kedua konsumen, karena tidak ada orang bisa memastikan standar mutu dari rokok yang dikonsumsi, ketiga adalah industri rokok resmi itu sendiri.
Selain penindakan dan pengawasan Kanwil DJBC Sulbagsel juga turut membantu perkembangan dan pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan melaksanakan sejumlah program pelatihan maupun pendampingan kepada pelaku UMKM agar produknya bisa diekspor ke luar negeri salah satunya Luwak Kopi Malino.
Isu strategis lain, kata Djaka menambahkan,yakni kehadiran pelabuhan Internasional peti kemas atau Makassar New Port Makassar (MNP) yang sudah diresmikan Presiden RI ke-7 Joko Widodo dengan panjang dermaga 1. 280 meter seluas 52 hektare bahkan kini berstatus hijau atau Nasional Logistic Ecosystem (NLE) tentu akan menambah penerimaan negara melalui pajak.