Makassar (ANTARA) - Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Sulawesi Bagian Selatan (Sulbagsel) mencatat hingga 31 Oktober 2024 neraca perdagangan untuk ekspor mencapai 4,4 miliar dolar Amerika dari lima komoditi.
"Kalau rasionya devisa ekspor impor itu 1,76. Itu artinya potensi nilai ekspor kita jauh lebih tinggi dibandingkan neraca impor," ujar Kepala Kanwil DJBC Sulbagsel Djaka Kusmartata di Makassar, Jumat.
Untuk data neraca devisa impor dari Januari hingga 31 Oktober 2024 telah mencapai 2,5 miliar dolar Amerika. Bila berhitung dari neraca perdagangan di Sulsel terus mengalami kenaikan.
Bahkan secara nasional selama 53 bulan berturut-turut neraca ekspor surplus. Itu artinya, kata dia, nilai ekspor masih lebih tinggi dari nilai impor.
Ia menjelaskan, ada lima komoditi impor terbesar yang masuk pada wilayah Sulbagsel tersebar di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara yang bahan bakunya tidak ada di Indonesia.
Seperti, minyak petroleum, batu bara, gandum dan meslin, bungkil dan residu serta minyak kacang kedelai, kokas dan semi kokas dari batu bara, dari lignit atau tanah gemuk, diaglomerasi maupun tidak (retort karbon).
Sedangkan lima komoditi ekspor Utama terbesar dari Sulbagsel seperti paduan fero dengan devisa ekspor senilai Rp2,7 miliar lebih, disusul mate nikel (sinter oksida nikel dan produknya metalurgi nikel) dengan devisa ekspor Rp780,4 juta lebih.
selanjutnya, baja stainless berbentuk asal lainnya berupa produk setengah jadi dari baja stainless dengan devisa ekspor senilai Rp584,4 juta lebih.
Kemudian rumput laut dan ganggang lainnya dengan devisa senilai Rp105,8 miliar lebih serta semen portland, semen alumina, semen terak devisa ekspornya senilai Rp38,1 juta lebih.
Berkaitan dengan ekspor rumput laut, kata Djaka, Bea Cukai Sulbagsel belum lama ini memberikan fasilitas kawasan berikat kepada binaan UMKM yakni PT Giwang Citra Laut yang berdiri sejak 2022 di Kabupaten Takalar.
Bahkan perusahaan ini sudah resmi ekspor perdana, karena telah memperoleh sertifikat hasil pengolahan rumput laut menjadi bubuk. Ternyata, rumput laut Sulsel serta Maluku dan Papua memiliki kualitas terbaik sehingga bisa di ekspor ke Eropa.
"Bukti nyata kita berperan membantu pertumbuhan ekonomi di wilayah ini. Ketika ada tumbuh industri berpotensi ekspor, maka bisa memanfaatkan fasilitas fiskal, prosedural. Bea Masuk, dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atas impor baik bahan modal dan bahan baku," paparnya.
"Kalau rasionya devisa ekspor impor itu 1,76. Itu artinya potensi nilai ekspor kita jauh lebih tinggi dibandingkan neraca impor," ujar Kepala Kanwil DJBC Sulbagsel Djaka Kusmartata di Makassar, Jumat.
Untuk data neraca devisa impor dari Januari hingga 31 Oktober 2024 telah mencapai 2,5 miliar dolar Amerika. Bila berhitung dari neraca perdagangan di Sulsel terus mengalami kenaikan.
Bahkan secara nasional selama 53 bulan berturut-turut neraca ekspor surplus. Itu artinya, kata dia, nilai ekspor masih lebih tinggi dari nilai impor.
Ia menjelaskan, ada lima komoditi impor terbesar yang masuk pada wilayah Sulbagsel tersebar di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara yang bahan bakunya tidak ada di Indonesia.
Seperti, minyak petroleum, batu bara, gandum dan meslin, bungkil dan residu serta minyak kacang kedelai, kokas dan semi kokas dari batu bara, dari lignit atau tanah gemuk, diaglomerasi maupun tidak (retort karbon).
Sedangkan lima komoditi ekspor Utama terbesar dari Sulbagsel seperti paduan fero dengan devisa ekspor senilai Rp2,7 miliar lebih, disusul mate nikel (sinter oksida nikel dan produknya metalurgi nikel) dengan devisa ekspor Rp780,4 juta lebih.
selanjutnya, baja stainless berbentuk asal lainnya berupa produk setengah jadi dari baja stainless dengan devisa ekspor senilai Rp584,4 juta lebih.
Kemudian rumput laut dan ganggang lainnya dengan devisa senilai Rp105,8 miliar lebih serta semen portland, semen alumina, semen terak devisa ekspornya senilai Rp38,1 juta lebih.
Berkaitan dengan ekspor rumput laut, kata Djaka, Bea Cukai Sulbagsel belum lama ini memberikan fasilitas kawasan berikat kepada binaan UMKM yakni PT Giwang Citra Laut yang berdiri sejak 2022 di Kabupaten Takalar.
Bahkan perusahaan ini sudah resmi ekspor perdana, karena telah memperoleh sertifikat hasil pengolahan rumput laut menjadi bubuk. Ternyata, rumput laut Sulsel serta Maluku dan Papua memiliki kualitas terbaik sehingga bisa di ekspor ke Eropa.
"Bukti nyata kita berperan membantu pertumbuhan ekonomi di wilayah ini. Ketika ada tumbuh industri berpotensi ekspor, maka bisa memanfaatkan fasilitas fiskal, prosedural. Bea Masuk, dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atas impor baik bahan modal dan bahan baku," paparnya.